You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air dalam bahan pangan paling sedikit terdapat dalam tiga bentuk
yang berbeda yaitu air sebagai pelarut atau pendispersi komponen bahan
pangan, air yang terserap atau terkondensasi pada permukaan internal
atau eksternal komponen padat pangan dan air yang terikat secara kimia
dalam bentuk hidrat. Adanya keterikatan air dengan komponen bahan
pangan inilah yang menyebabkan kesulitan pada analisis air pada suatu
bahan pangan.
Air pada bahan pangan tidak hanya dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, air juga mempunyai peranan yang sangat besar bagi
bahan pangan itu sendiri. Keberadaan air dalam bahan pangan sering
dihubungkan dengan mutu bahan pangan, sebagai pengukur bagian
kering atau padatan, penentu indeks kestabilan selama penyimpanan,
serta penentu mutu organoleptik terutama rasa dan keempukan.
Analisis kadar air dalam bahan pangan sangat penting dilakukan baik
pada bahan pangan kering maupun pada bahan pangan segar. Pada
bahan pangan kering, kadar air sering dihubungkan dengan indeks
kestabilan khususnya saat penyimpanan. Bahan pangan kering menjadi
awet karena kadar airnya dikurangi sampai batas tertentu. Pada pangan
segar, kadar air bahan pangan erat hubunganya dengan mutu
organoleptiknya.
Selain mengandung bahan organik dan air, bahan pangan mengandung
senyawa anorganik yang disebut mineral atau abu. Walaupun jumlahnya
sangat sedikit,namun keberadaan mineral pada bahan pangan sangat
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Didalam tubuh mineral berfungsi
sebagai zat pembangun dan pengatur. Mineral tertentu sangat
dibutuhkan sebagai penyusun tulang, gigi, dan jaringan lunak, otot,
darah, dan sel syaraf, dan sebagian lainya dibutuhkan dalam metabolisme
tubuh.
Tubuh manusia memerlukan berbagai jenis mineral dalam jumlah
yang berbeda oleh karena itu dikenal istilah mineral makro dan mineral
mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah
besar seperti natrium,klor,kalsium,fosfor,magnesium,dan belerang.
Sedangkan mineral mikro atau trace element adalah mineral yang
dibutuhkan dalam jumlah kecil seperti besi, iodium, mangan, tembaga,
zink, kobalt dan flour. Kebutuhan mineral tubuh dapat dipenuhi dengan
mengkonsumsi bahan pangan seperti susu,daging sapi, telur ikan,
serealia, sayuran, dan lain-lain.
Karena beragamnya sumber mineral yang ada, analisis abu dan
mineral sangat penting dilakukan untuk mengetahui kualitas gizi suatu
bahan pangan. Selain dapat mengetahui kualitas gizim analisis abu dan
mineral sangat sering dilakukan sebagai indikator mutu pangan lain. Dari
analisis abu dan mineral dapat diketahui tingkat kemurniam produk
tepung atau gula; adanya pemalsuan pada produk selai, buah sari buah
,dan cuka; tingkat keberhasilan suatu bahan; dan terjadinya kontaminasi
mineral yang bersifat toksik.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yaitu bagaimana cara penentuan kadar air
dan kadar abu pada bahan pangan dan makanan?
1.3 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum yaitu untuk mengetahui bagaimana cara
penentuan kadar air dan kadar abu pada bahan pangan dan makanan
1,4 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat pratikum yaitu mahasiswa dapat mengetahui
bagaimana cara penentuan kadar air dan kadar abu pada bahan pangan
dan makanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air
yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk
berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan
(Aventi, 2015).
Kadar air merupakan presentasi kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (web basis) atau berdasarkan berat
kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum
teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat
lebih dari 100%.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan, yang
dinyatakan dalam persen (%). Kadar air juga salah satu karakteristik yang
sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air cenderung
menurun dengan meningkatnya lama pengeringan, proses pengeringan
sangat dipengaruhi oleh lama pengeringan. Pengeringan dengan
menggunakan suhu yang tinggi dapat mengakibatkan pengeringan yang
tidak merata, yaitu bagian luar kering sedangkan bagian dalam masih
banyak mengandung air. Berat bahan kering ialah berat bahan setelah
mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap
(konstan). Pada proses pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak
dapat seluruhnya diuapkan.
2.2 Penentuan Kadar Air Metode Oven
Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu
bahan adalah dengan menggunakan metode “Penetapan air dengan metode
oven“, yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk
makanan, kecuali produk tersebut mengandung komponen-komponen yang
mudah menguap atau jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada
pemanasan 100oC 102oC sampai diperoleh berat yang tetap. (Winarno,2004)
Salah satu metode penentuan kadar air yang sederhana dan banyak
digunakan untuk produk pangan adalah metode pengeringan atau metode
oven (thermogravimetri). Pada metode ini sampel dibiarkan dalam alat
pengering (oven) pada suhu 70-1050C hingga bahan mencapai berat yang
konstan. Kelebihan metode ini adalah prosedurnya yang sederhana dan data
yang diperoleh cukup baik dan akurat. Pengeringan dengan cara oven adalah
suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangakan sebagian air dari
suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan
energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai suatu
batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi didalamnya (Winarno,2004)
2.3 Penentuan Kadar Abu
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan
menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut,
kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Analisis kadar
abu dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan cara mendestruksi
komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur
pengabuan (furnace), tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu
berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai. Oksigen yang terdapat
di dalam udara bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan
merupakan total abu dari suatu sampel (Andarwulan, 2011).
Beberapa metode analisis telah digunakan untuk analisis
mineral/logam/unsur dalam berbagai makanan seperti gravimetri dan
volumetri. Pada metode gravimetri, bentuk mineral yang tidak larut
diendapkan,dibilas,dikeringkan dan ditimbang untuk mengestimasi
kandungan mineral/logam. Analisis gravimetri berdasarkan pada kenyataan
bahwa konstituen mineral dalam senyawa murni apapun selalu berada pada
proporsi berat yang sama. Pada analisis gravimetri, konstituen yang
diharapkan dipisahkan dari senyawa yang mengkontaminasi dengan
pengendapan selektif dan dilanjutkan dengan pembilasan untuk
meminimalkan elemen apapun yang terjerap atau menempel. Senyawa yang
terendapkan kemudian dikeringkan dan ditimbang. Prosedur gravimetri
paling sesuai untuk sampel dengan ukuran besar dan pada umumnya
terbatas untuk bahan makanan yang mengandung unsur yang akan
ditentukan dalam jumlah banyak. Kerugian utama metode gravimetri adalah
banyaknya waktu yang diperlukan (Rohman,2013).
Menurut Sudarmadji, 2010. Penentuan abu total dapat digunakan untuk
berbagai tujuan yaitu antara lain:
1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya
pada penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian
endosperm dengan kulit dan lembaganya. Apabila masih banyak katul
atau lembaga terikut dalam endosperm maka tepung gandum yang
dihasilkan akan mempunyai kadar abu yang relatif tinggi.
2. Untuk mengertahu jenis bahan yang digunakan. Misalnya penentuan
kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang
digunakan untuk membuat jelly atau marmalade.
3. Penentuan abu total sangat beguna sebagai parameter nilai gizi bahan
makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang
cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
2.4 Definisi Mie Instan
Mie merupakan salah satu jenis makanan yang sangat populer di Asia,
khususnya Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mie
dibuat pertama kali di daratan Cina sekitar 2000 tahun yang lalu pada masa
pemerintahan Dinasti Han. Dari Cina, mie berkembang dan menyebar ke
Jepang, Korea, Taiwan, dan negaranegara di Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Di Benua Eropa, mie mulai dikenal setelah Marcopolo berkunjung
ke Cina dan membawa oleholeh mie. Selanjutnya, mie berubah menjadi
pasta di Eropa, seperti yang dikenal saat ini (Ismianik.T.2009).
Berdasarkan proses pengeringan, dikenal dua macam mie pengeringan
dengan cara menggoreng menghasilkan mie instan (instant atau fried
noodle), sedangkan pengeringan dengan udara panas disebut mie kering
(dried noodle). Mie instan mampu menyerap minyak hingga 20% selama
penggorengan (dalam proses pembuatan mie) sehingga mie instan memiliki
keunggulan rasa dibanding mie jenis lain. Namun demikian, mie instan
diisyaratkan agar pada saat perebusan tidak ada minyak yang terlepas ke
dalam air dan hasilnya mieharus cukup kompak dan permukaannya tidak
lengket (Ismianik.T.2009).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum yang berjudul “ Analisis Kadar Air dan Kadar Abu Pada Bahan
Panggan dan Makanan” dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2019 pukul
13:00 di laboratorium STIKES Bina Mandiri Gorontalo.
3.2 Prinsip
3.2.1 Kadar Air
Prinsip kadar air dari metode oven merupakan bahwa air yang
terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut
dipanaskan pada suhu 105OC selama waktu tertentu.
3.2.2 Kadar Abu
Prinsip kadar abu dengan metode tanur yaitu zat organik dioksida
pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 OC. Kemudian zat yang tinggi
setelah proses pembakaran ditimbang.
3.3 Pra Analitik
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini ialah
Tanur, cawan berpenutup, oven, cawan petri, desikator, gegep besi, neraca
analitik, label, jagung bisi 2 dan jagung pulo.
3,4 Analitik
3.4.1 Penentuan kadar air
1. Stel oven dengan menggunakan suhu 100-105oC.
2. Masukkan cawan kosong dan penutupnya kedalam oven selama 15
menit dan dinginkan dalam desikator ± 15 menit. Kemudian
timbang cawan tersebut.
3. Catat berat cawan kosong sebagai (a).
4. Timbang sebanyak 3 gram sampel sebagai (b) dengan tepat
menggunakan cawan yang telah diketahui beratnya.
5. Masukkan kedalam oven bersamaan dengan penutup cawan, dan ±
sekitar 20 menit cawan sampel di keluarkan dan ditimbang kembali.
6. Cawan yang berisi sampel dipindahkan kedalam desikator hingga
dingin.
7. Timbang cawan berisi sampel sebagai (c).
8. Ulangi perlakuan sebanyak 3x hingga berat konstan.
3.4.2 Penentuan kadar abu
1. Cawan pengabuan dimasukkan kedalam oven pada suhu 100-105oC.
2. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, timbang dan catat
berat kosong cawan.
3. Timbang sebanyak 3 gr sampel, cawan yang berisi sampel.
4. Masukkan cawan kedalam tanur pada suhu 600 oC hingga ± 6 jam.
5. Setelah pengabuan dikeluarkan dan masukkan kedalam desikator
hingga dingin.
6. Timbang dan catat hasilnya.
3.5 Pasca Analitik
1. Perhitungan kadar air (%)
% Kadar air = b-(c-a) x 100%
(c-a)
Keterangan:
a = Berat cawan kering yang sudah konstan
b = Berat awal sampel
c = Berat cawan dan sampel kering yang sudah konstan
2. Perhitungan kadar abu
% Abu = W2 – W0 x 100%
W1 –W0
Keterangan:
W2 = Berat cawan + sampel setelah pengabuan
W0 = Berat cawan kosong
W1 = Berat cawan + sampel sebelum pengabuan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil
Berdasarkan pemeriksaan yang telah di lakukan di dapatkan hasil
berdasarkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1.1 Hasil Penentuan kadar air


Berat Pemanasan Dalam Oven Kadar
Sampel Cawan (gram Air
) 1 2 3 4 5 (%)

a 47,59 - - - -

I b 3 - - - -
50,4
c 50,59 50,50 50,41 50,41
1
a 46,50 - - - -
Mi b 3 - - - - 0.06
II
Samyang %
49,3
c 49,50 49,40 49,35 49,34
2
a 56,17 - - -

III b 3 - - -
59,0
c 59,17 59,06 59,04 59,01
1
Kacang 0,05
a 48,63 - - - -
Mente %
I b 2 - - - -
50,5
c 50,63 50,59 50,58 50,55
4
II
a 50,45 - - - -

b 2 - - - -
c 52,45 52,43 52,42 52,38 52,3
7
a 45,89 - - - -

III b 2 - - - -
47,7
c 47,89 47,81 47,77 47,76
6
Tabel 4.1.2 Hasil Penentuan kadar Abu
Berat
Berat Cawan +
Berat Berat Cawan = Kadar
Sampel
Sampel Sampe Cawan Sampel Abu
Setelah
l Kosong Sebelum (%)
Pengabuan
Pengabuan
Gram
Kacang
3 66,50 66,52 69,48 0,007
Mente

4.2Pembahasan
4.3.1 Penentuan Kadar Air
Air merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki
kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainya, seperti garam-
garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul
organik. Analisis kadar air sangat penting untuk dilakukan karena
sangat berhubungan terhadap pendugaan umur simpan dari bahan
pangan terkait.
Pada penentuan kadar air ini menggunakan metode pengering
dengan oven. Sampel yang digunakan meliputi mie samyang, dan
kacang mente. Berat sampel yang digunakan semua sama yaitu sekitar
5 gram. Dan hal pertama yang lakukan yaitu menimbang berat cawan
pada neraca ohaus lalu kemudian ditambahkan berat sampel. Setelah
itu masukkan cawan dan sampel yang telah ditimbang ke dalam oven
dengan suhu 1050C dan dikeluarkan setelah 20 menit dengan tujuan
untuk mengontrol pada menit keberapa sampel telah mencapai berat
konstan. Dan setelah keluar dari oven, cawan beserta sampel
dimasukkan ke dalam desikator yang berfungsi untuk mendinginkan
cawan dan menyerap air pada sampel sehingga berat akan tetap
konstan. Sampel ditimbang setelah didinginkan sekitar kurang lebih 10
menit di dalam desikator. Kemudian jika sampel belum mencapai berat
konstan dimasukkan kembali kedalam oven selama 20 menit dan
dilakukan perlakuan yang sama sampai berat sampel mencapai berat
konstan.
Berdasarkan percobaan penentuan kadar air yang telah dilakukan
maka diperoleh hasil yaitu sampel pertama yaitu mie samyang
memiliki kadar air 0,06%. dan kadar air pada kacang mente yaitu
0,05%.
4.2.2 Penentuan kadar abu
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik
atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan
terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya
merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat
organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total
mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam
proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya
tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Penentuan kadar abu
total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk
menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis
bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu
bahan makanan.
Analisa kadar abu dengan metode pengabuan kering dilakukan
dengan mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi
dalam tanur pengabuan, tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu
berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai. Sampel yang
digunakan pada metode pengabuan kering ditempatkan dalam suatu
cawan pengabuan yang dipilih berdasarkan sifat bahan yang akan
dianalisis. Dalam praktikum ini, cawan yang digunakan untuk sampel
adalah cawan porselen.

Pada penentuan kadar abu ini menggunakan metode pemanasan


dengan furnace. Dimana berat sampel yang digunakan yaitu sekitar 3
gram. Dan hal pertama yang dilakukan yaitu menimbang berat cawan
penutup pada neraca ohaus. Setelah itu masukkan cawan dan sampel
yang telah ditimbang ke dalam furnace dengan suhu 500 0C - 6000C
selama 6 jam. Dan didalam furnace terjadi beberapa proses sebelum
sampel menjadi abu. Proses yang pertama terjadi yaitu sampel diubah
menjadi karbon dan keluar asap setelah itu asap hilang maka disitulah
bahan sampel menjadi karbon kemudian menjadi abu.
BAB V
PENUTUP
5.1Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N, dkk. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat: Jakarta. Diakses pada
tanggal 28 Maret 2019

Aventi. 2015. Penelitian Pengukuran Kadar Air Buah. Seminar Nasional


Cendekiawan. ISSN: 2460-8696

Ismianik.T. 2009. peknologi Hasil Pertanian, Politeknik Gorontalo. Surakarta:


Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Rohman,Abdul. 2013. Analisa Komponen Makanan. Graha Ilmu: Yogyakarta.


Diakses pada tanggal 28 Maret 2019

Winarno,F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

You might also like