You are on page 1of 23

LAPORAN PRAKTIKUM

SANITASI PENANGANAN LIMBAH DAN LINGKUNGAN

Disusun Oleh:

Rifqi Dhiya Fauzan


H0916071
Kelompok 3

PROGRAM STUDI ILMU TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
ACARA I
ANALISIS KUALITAS AIR

A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum sanitasi acara I “Analisis Kualitas Air” adalah :
1. Mahasiswa mengetahui cara analisis sifat fisik air dengan pengukuran
suhu pada berbagai sampel
2. Mahasiswa mengetahui cara analisis zat padat tersuspensi pada
berbagai sampel
3. Mahasiswa mengetahui cara analisis sifat kimia air dengan
menganalisis kesadan air pada berbagai sampel.
B. Tinjauan Pustaka
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 416
tahun 1990, bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak. Air dapat berwujud padatan (es), cairan
(air), dan gas (uap air). Air merupakan satu – satunya zat yang secara
alami terdapat dipermukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air
adalah substansi kimia dengan rumus kimia H20 : satu molekul air tersusun
atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom
oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada
kondisi standar Air merupakan salah satu kebutuhan esensial manusia
yang kedua setelah udara untuk keperluan hidupnya. Manusia hanya bisa
bertahan hidup selama kurang lebih tiga hari tanpa air. Untuk menciptakan
suatu lingkungan hidup manusia yang bersih dan sehat tanpa persediaan air
bersih yang cukup, mustahil akan bisa tercapai (Wawan, 2013). Menurut
Mays (1996), Total Padatan Tersuspensi (TSS) adalah bahan-bahan
tersuspensi yang tertahan pada kertas saring millipore berdiameter pori
0,45µm. Sedangkan TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut
(baik zat organic maupun anorganic) yang terdapat pada sebuah larutan.
Umumnya berdasarkan definisi di atas seharusnya zat yang terlarut dalam
air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 mikrometer
(2×10-6 meter).
C. Metodologi
1. Alat
a. Botol plastik
b. Buret
c. Corong
d. Desikator
e. Erlenmeyer
f. Gelas beker
g. Gelas ukur
h. Loyang
i. Oven
j. Penjepit stainless steel
k. Pipet tetes
l. Pipet Volume
m. Propipet
n. Statif
o. Stopwatch
p. Termometer
q. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Air PDAM
b. Air kemasan
c. Air sumur
d. Air Sungai
e. Aquades
f. Indikator Eirochrom Black T (EBT)
g. Larutan buffer pH 10
h. Larutan Na2EDTA
i. Kertas saring Whattman
3. Cara Kerja
a. Pengukuran Suhu Air

Sampel Air PDAM/Air Sumur/Air Sungai/Air Kemasan

Pencelupan termometer

Pendiaman beberapa saat

Pembacaan suhu termometer

Pencatatan hasil

Gambar 1.1 Diagram Alir Pengukuran Suhu Air


b. Perhitungan Padatan Tersuspensi
 Penyiapan Kertas Saring

Kertas Saring

Pemasukan ke dalam oven suhu 103-105 C selama 30 menit

Pemasukan ke dalam desikator selama 15 menit

Penimbangan (A gram)

Gambar 1.2 Diagram Alir Peniapan Kertas Saring


 Perlakuan Sampel

50 ml sampel Air PDAM/Air Sumur/Air Sungai/Air Kemasan

Penyaringan menggunakan kertas saring

Pengambilan filtrat dan kertas saring

Pemasukan ke dalam oven suhu 103-105 C selama 1 jam

Pemasukan ke dalam desikator selama 15 menit

Penimbangan (B gram)

Gambar 1.3 Diagram Alir Perlakuan Sampel Perhitungan TSS


c. Pengukuran Kesadahan Air

25 ml sampel Air PDAM/Air Sumur/Air Sungai/Air Kemasan

Pemasukkan ke dalam Erlenmeyer

Penambahan 2,5 ml larutan buffer pH 10

Penambahan 2-3 tetes indikator EBT

Penitrasian dengan Na2EDTA 0,1 N hingga warna berubah merah angur


menjadi biru

Pencatatan volume titran

Gambar 1.4 Diagram Alir Pengukuran Kesadahan Air


D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Suhu Air Shift 1
Kelompok Jenis Sampel Suhu (˚C)
1 Air PDAM 29
2 Air sumur 27
3 Air sungai 28
4 Air kemasan 27
Sumber: Laporan Sementara
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 416
tahun 1990, bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak. Air dapat berwujud padatan (es), cairan
(air), dan gas (uap air). Air merupakan satu – satunya zat yang secara
alami terdapat dipermukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air
adalah substansi kimia dengan rumus kimia H20 : satu molekul air tersusun
atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom
oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada
kondisi standar (Isnawati, 2004). Air merupakan salah satu kebutuhan
esensial manusia yang kedua setelah udara untuk keperluan hidupnya.
Manusia hanya bisa bertahan hidup selama kurang lebih tiga hari tanpa air.
Untuk menciptakan suatu lingkungan hidup manusia yang bersih dan sehat
tanpa persediaan air bersih yang cukup, mustahil hal itu akan tercapai
(Daud, 1999).
Menurut Sutrisno, dkk. (1987) sumber – sumber air adalah sebagai
berikut yaitu :
1. Air Tanah, yang terdiri dari :
a. Mata air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan
sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari
tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan
kualitas/kualitasnya sama dengan keadaan air dalam.
b. Air tanah dangkal
Terjadi karena daya proses peresapan air dari
permukaan tanah. Lumpur akan tetahan, demikian pula dengan
sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih
banyak mengandung zat kimia (garam – garam yang terlarut)
karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur – unsur
kimia tertentu untuk masing – masing lapisan tanah. Lapis
tanah disini berfungsi sebagai saringan.
c. Air tanah dalam
Pengambilan air tanah dalam tak semudah pada air
tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan
memasukkan pipa kedalamnyasehingga dalam suatu
kedalaman (biasanya antara 100 – 300 m) akan didapatkan
suatu lapis air. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat
menyembur keluar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut
dengan sumur artetis. Jika air tak dapat keluar dengan
sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu
pengeluaran air tanah dalam ini.
2. Air permukaan
Adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama
pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang – batang kayu, daun –
daun, kotoran industri kota dan sebgainya. Air permukaan ada 2
macam, yaitu : a) Air Sungai b) Air Rawa/danau
3. Air Laut
Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl.
Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini maka air
laut tidak memenuhi syarat untuk air minum.
4. Air atmosfir
Dalam keadaan murni, sangat bersih, Karena dengan
adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran – kotoran
industri/debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air
hujan sebagai sumber air minum hendaknya pada waktu
menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun,
karena masih mengandung banyak kotoran.
Berdasarkan komposisinya, air ada dua macam, yaitu air murni dan
air tak murni. Air murni hanya mengandung 2 atom H (hidrogen) dan 1
atom O (oksigen), sehingga rumusnya H2O. Air di alam adalah tidak
murni, karena mengandung mineral. Untuk mendapatkan air murni harus
disuling, maka air murni disebut air suling. Tetapi berdasarkan tingkat
kesehatannya, ada air bersih dan air kotor. Air bersih merupakan air yang
bebas dari bahan berbahaya dan kuman penyakit. Air kotor mengandung
kotoran, yaitu mengandung lumpur, kuman, atau bahan berbahaya bagi
kesehatan. Air kotor biasanya ke luar dari limbah pabrik, limbah rumah
tangga, atau tercemar oleh bahan pencemar lainnya (Jewlaika, 2014).
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/Menkes/per/IX/1990,
menyatakan bahwa air yang layak dikonsumsi dan digunakan dalam
kehidupan sehari - hari adalah air yang mempunyai kualitas yang baik
sebagai sumber air minum maupun air baku (air bersih), antara lain harus
memenuhi persyaratan secara fisik, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh,
serta tidak berwarna. Pada umunya syarat fisik ini diperhatikan untuk
estetika air. Adapun sifat-sifat air secara fisik dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya sebagai berikut :
1. Suhu
Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat
akan air tersebut dan dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam
pengolahannya terutama apabila temperatur sangat tinggi.
Temperatur yang diinginkan adalah ± 3 0C suhu udara disekitarnya
yang dapat memberikan rasa segar, tetapi iklim setempat atau jenis
dari sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur air.
Disamping itu, temperatur pada air mempengaruhi secara langsung
toksisitas banyaknya bahan kimia pencemar, pertumbuhan
mikroorganisme, dan virus.
2. Bau dan Rasa
Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan
biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang
membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik, serta
persenyawaan-persenyawaan kimia seperti fenol. Bahan – bahan
yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber.
Intensitas bau dan rasa dapat meningkat bila terdapat klorinasi.
Timbulnya rasa yang menyimpang biasanya disebabkan oleh
adanya bahan kimia yang terlarut, dan rasa yang menyimpang
tersebut umunya sangat dekat dengan baunya karena pengujian
terhadap rasa air jarang dilakukan. Air yang mempunyai bau yang
tidak normal juga dianggap mempunyai rasa yang tidak normal
(Moersidik, 1999). Untuk standard air bersih sesuai dengan
Permenkes RI No. 416/Menkes/per/IX/1990 menyatakan bahwa air
bersih tidak berbau dan tidak berasa.
3. Kekeruhan
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu
banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan
warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang
menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan
bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang
tersuspensi. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus
dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum, mengingat
bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika,
menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan mengurangi
efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 2002). Tingkat kekeruhan air
dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium dengan metode
Turbidimeter. Untuk standard air bersih ditetapkan oleh Permenkes
RI No. 416/Menkes/per/IX/1990, yaitu kekeruhan yang dianjurkan
maksimum 25 NTU (Depkes RI, 1995).
4. Jumlah Zat Padat Terlarut atau Total Dissolved Solid/TDS
Padatan terlarut total (TDS) adalah bahan – bahan terlarut
(diameter < 10-6 ) dan koloid (diameter < 10-6 – 10-3 mm) yang
berupa senyawa – senyawa kimia dan bahan – bahan lain. Bila TDS
bertambah maka kesadahan akan naik. Kesadahan yang tinggi
dapat mengakibatkan terjadinya endapan/kerak pada sistem
perpipaan (Sengupta, 2013).
Tabel 1.2 Syarat Mutu Air Minum dalam Kemasan Menutur SNI 01-3553-2006
Persyaratan
No. Kriteria Uji Satuan
Air Mineral Air Demineral
1 Keadaan
1.1 Bau - Tidak Berbau Tidak Berbau
1.2 Rasa - Normal Normal
1.3 Warna Unit Pt-Co Maks. 5 Maks. 5
2 Ph 6,0-8,5 5,0 – 7,5
3 Kekeruhan NTU Maks. 1,5 Maks. 1,5
4 Zat Terlarut mg/l Maks. 500 Maks. 10
5 Zat Organik (KMnO4) mg/l Maks. 0,1 -
6 Total Organik Karbon mg/l - Maks. 0,5
7 Nitrat (NO2) mg/l Maks.45 -
8 Nitrit (NO2) mg/l Maks.0,005 -
9 Amonium (NH4) mg/l Maks. 0,15 -
10 Sulfat (SO4) mg/l Maks. 200 -
11 Klorida (Cl) mg/l Maks. 250 -
12 Fluorida (F) mg/l Maks. 1 -
13 Sianida (CN) mg/l Maks. 0,05 -
14 Besi (Fe) mg/l Maks. 0,1 -
15 Mangan (Mn) mg/l Maks. 0,05 -
16 Klor Bebas (Cl2) mg/l Maks. 0,1 -
17 Kromium (Cr) mg/l Maks. 0,05 -
18 Barium (Ba) mg/l Maks. 0,7 -
19 Boron (B) mg/l Maks. 0,3 -
20 Selenium (Se) mg/l Maks. 0,01 -
21 Cemaran Logam
21.1 Timbal (Pb) mg/l Maks. 0,005 Maks. 0,005
21.2 Tembaga (Cu) mg/l Maks. 0,5 Maks. 0,5
21.3 Kadmium (Cd) mg/l Maks. 0,003 Maks. 0,003
21.4 Raksa (Hg) mg/l Maks. 0,001 Maks. 0,001
21.5 Perak (Ag) mg/l - Maks. 0,025
21.6 Kobalt (Co) mg/l - Maks. 0,01
22 Cemaran Arsen mg/l Maks. 0,01 Maks. 0,01
23 Cemaran Mikroba
23.1 Angka Lempeng Total Awal Maks. 1,0 x Maks. 1,0 x
Koloni/ml
*) 102 102
23.2 Angka Lempeng Total Maks. 1,0 x Maks. 1,0 x
Koloni/ml
Akhir **) 105 105
23.3 Bakteri bentuk koli APM/100ml <2 <2
23.4 Salmonella - Negatif/100ml Negatif/100ml
23.5 Pseudomonas aeruginosa Koloni/ml Nol Nol
Keterangan *) : Di Pabrik
**) : Di Pasaran
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006)
Tabel 1.3 Baku Mutu Limbah Cair Menurut KEP-51/MENLH/10/1995
Golongan Baku Mutu Limbah Cair
No. Parameter Satuan
I II
FISIK
0
1 Temperatur C 38 40
2 Zat Padat Larut Mg/l 2000 4000
3 Zat Padat Tersuspensi 200 400
KIMIA
1 Ph 6,0 Sampai 9,0
2 Besi Terlarut (Fe) Mg/l 5 10
3 Mangan Terlarut (Mn) Mg/l 2 5
4 Barium (Ba) Mg/l 2 3
5 Tembaga (Cu) Mg/l 2 3
6 Seng (Zn) Mg/l 5 10
+6
7 Krom Heksavalen (Cr ) Mg/l 0,1 0,5
8 Krom Total (Cr) Mg/l 0,5 1
9 Cadmium (Cd) Mg/l 0,05 0,1
10 Raksa (Hg) Mg/l 0,002 0,005
11 Timbal (Pb) Mg/l 0,1 1
12 Stanum Mg/l 2 3
13 Arsen Mg/l 0,1 0,5
14 Selenium Mg/l 0,05 0,5
15 Nikel (Ni) Mg/l 0,2 0,5
16 Kobalt (Co) Mg/l 0,4 0,6
17 Sianida (CN) Mg/l 0,05 0,5
18 Sulfida (H2S) Mg/l 0,05 0,1
19 Fluorida (F) Mg/l 2 3
20 Klorin Bebas (Cl2) Mg/l 1 2
21 Amonia Bebas (NH3-N) Mg/l 1 5
22 Nitrat (NO3-N) Mg/l 20 30
23 Nitrit (NO2-N) Mg/l 1 3
24 BOD5 Mg/l 50 150
25 COD Mg/l 100 300
26 Senyawa Aktif Biru Mg/l 5 10
Metilen
27 Fenol Mg/l 0,5 1
28 Minyak Nabati Mg/l 5 10
29 Minyak Mineral Mg/l 10 50
30 Radioaktivitas **) Mg/l - -
Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup (1995)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI (1990), Temperatur air
akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan dapat
pula mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya terutama apabila
temperatur sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah ± 3 0C suhu
udara disekitarnya yang dapat memberikan rasa segar, tetapi iklim
setempat atau jenis dari sumber-sumber air akan mempengaruhi
temperatur air. Disamping itu, temperatur pada air mempengaruhi secara
langsung toksisitas banyaknya bahan kimia pencemar, pertumbuhan
mikroorganisme, dan virus.
Tabel 1.2 Data Hasil Pengamatan Total Suspended Solids (TSS)
Berat
Berat kertas
Kelom Jenis kertas TSS
saring awal
pok sampel saring + (mg/L)
(mg)
filtrat (mg)
1 Air PDAM 789 780 -180
2 Air sumur 826 815 -220
3 Air sungai 799 783 -320
4 Air kemasan 817 789 -560
Sumber: Laporan Sementara
Menurut Mays (1996), Total Padatan Tersuspensi (TSS) adalah
bahan-bahan tersuspensi yang tertahan pada kertas saring millipore
berdiameter pori 0,45µm. Sedangkan TDS (Total Dissolve Solid) yaitu
ukuran zat terlarut (baik zat organic maupun anorganic) yang terdapat
pada sebuah larutan. Umumnya berdasarkan definisi di atas seharusnya zat
yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang
berdiameter 2 mikrometer (2×10-6 meter). Kandungan material padatan di
perairan dapat diukur berdasarkan padatan terlarut total (TDS) dan padatan
tersuspensi total (TSS). TDS mengandung berbagai zat terlarut (baik itu
zat organik, anorganik, atau material lainnya) dengan diameter < 10-3 µm
yang terdapat pada larutan yang terlarut dalam air (Mukhtasor, 2007). Ion
yang paling umum adalah kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium,
magnesium, bikarbonat, karbonat dan klorida. Bahan kimia dapat berupa
kation, anion, molekul atau aglomerasi dari ribuan molekul. Sumber utama
untuk TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian, limbah rumah
tangga, dan industri. Perubahan dalam konsentrasi TDS dapat berbahaya
karena akan menyebabkan perubahan salinitas, perubahan komposisi ion-
ion, dan toksisitas masing-masing ion. Perubahan salinitas dapat
menganggu keseimbangan biota air, biodiversitas, menimbulkan spesies
yang kurang toleran, dan menyebabkan toksisitas yang tinggi pada tahapan
hidup suatu organisme (Weber-Scannel and Duffy, 2007).
TSS merupakan materi atau bahan tersuspensi yang menyebabkan
kekeruhan air terdiri dari lumpur, pasir halus serta jasad-jasad renik yang
terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa badan air
(Effendi, 2003). Total Padatan Tersuspensi sendiri dapat diklasifikasikan
sebagai zat padat terapung yang selalu bersifat organik dan zat padat
terendap yang dapat bersifat organik dan anorganik. Zat padat terendap
adalah zat padat dalam suspensi yang dalam keadaan tenang dapat
mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya beratnya.
Penentuan zat padat terendap ini dapat melalui volumnya, disebut analisa
Volum Lumpur (sludge volume), dan dapat melalui beratnya disebut
analisa Lumpur Kasar atau umumnya disebut Zat Padat Terendap
(settleable solids) (Alaerts, 1984).
Total Suspended Solid (TSS) adalah salah satu faktor penting
menurunnya kualitas perairan sehingga menyebabkan perubahan, baik
secara fisika, kimia maupun biologi. Perubahan secara fisika meliputi
penambahan zat padat baik bahan organik mau pun anorganik ke dalam
perairan sehingga meningkatkan kekeruhan yang selanjutnya akan
menghambat penetrasi cahaya matahari ke badan air. Berkurangnya
penetrasi cahaya matahari akan berpengaruh terhadap proses fotosintesis
yang dilakukan oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Banyaknya
TSS yang berada dalam perairan dapat menurunkan kesediaan oksigen
terlarut. Jika menurunnya ketersediaan oksigen berlangsung lama akan
menyebabkan perairan menjadi anaerob, sehinggga organisme aerob akan
mati.Tingginya TSS juga dapat secara langsung menganggu biota perairan
seperti ikan karena tersaring oleh insang. Nilai TSS dapat menjadi salah
satu parameter biofisik perairan yang secara dinamis mencerminkan
perubahan yang terjadi di daratan maupun di perairan. TSS sangat berguna
dalam analisis perairan dan buangan domestik yang tercemar serta dapat
digunakan untuk mengevaluasi mutu air, maupun menentukan efisiensi
unit pengolahan (Bilotta and Brazier, 2008).
Tabel 1.5 Hasil Pengamatan Kesadahan Air Shift 1

Volume N Perubahan ppm


Kel. Jenis Sampel
Titran (ml) Titran Warna CaCO3
1 Air PDAM 0,5 0,1 Biru 200
2 Air sumur 0,3 0,1 Biru 120
3 Air sungai 0,5 0,1 Biru 200
4 Air kemasan 0,3 0,1 Biru 120
Sumber: Laporan Sementara
Berdasarkan Tabel 1.5, didapatkan kadar CaCO3 pada sampel air
PDAM, air sumur, air sungai, dan air kemasan berturut-turut sebesar 200
ppm, 120 ppm, 200 ppm, dan 120 ppm. Hasil ini tidak sesuai pada teori,
khususnya pada sampel air sumur yang seharusnya memiliki kesadahan
yang tinggi, karena air sumur merupakan air tanah mengalami kontak
dengan batuan kapur yang ada pada lapisan tanah yang dilalui air
(Marsidi,R. 2011). Tingkat kesadahan air biasanya digolongkan seperti
ditunjukkan pada tabel berikut ini :
Tabel 1.6 Klasifikasi Tingkat Kesadahan
Mg/l CaCO3 Tingkat Kesadahan
0-75 Lunak (Soft)
75-150 Sedang (Moderately Hard)
150-300 Tinggi (Hard)
>300 Tinggi Sekali (Very Hard)
(Marsidi,R. 2011)
Parameter kimia dikelompokkan menjadi kimia anorganik dan
kimia organik. Dalam standard air minum di Indonesia zat kimia
anorganik dapat berupa logam, zat reaktif, zat-zat berbahaya serta beracun
serta derajat keasaman (pH). Sedangkan zat kimia organik dapat berupa
insektisida dan herbisida. Sumber logam dalam air dapat berasal dari
industri, pertambangan ataupun proses pelapukan secara alamiah. Korosi
dari pipa penyalur air minum dapat juga sebagai penyebab kehadiran
logam dalam air (Mulia, 2005).
Air sadah adalah istilah yang digunakan pada air yang mengandung
kation penyebab kesadahan. Pada umumnya kesadahan disebabkan oleh
adanya logam logam atau kation-kation yang bervalensi 2, seperti Fe, Sr,
Mn, Ca dan Mg, tetapi penyebab utama dari kesadahan adalah kalsium
(Ca) dan magnesium (Mg). Kalsium dalam air mempunyai kemungkinan
bersenyawa dengan bikarbonat, sulfat, khlorida dan nitrat, sementara itu
magnesium dalam air kemungkinan bersenyawa dengan bikarbonat, sulfat
dan khlorida. (Marsidi, 2011). Kesadahan air dapat digolongkan menjadi
dua macam :
1. Kesadahan sementara
Air sadah sementara adalah air sadah yang mengandung ion
karbonat (CO3-) dan bikarbonat (HCO3-), atau boleh jadi air tersebut
mengandung senyawa kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) dan atau
magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2). Air yang mengandung ion atau
senyawa-senyawa tersebut disebut air sadah sementara karena
kesadahannya dapat dihilangkan dengan pemanasan air, sehingga air
tersebut terbebas dari ion Ca2+ dan atau Mg2+
2. Kesadahan tetap
Air sadah tetap adalah air sadah yang mengadung anion selain
ion bikarbonat, misalnya dapat berupa ion Cl– dan SO42-. Berarti
senyawa yang terlarut boleh jadi berupa kalsium klorida (CaCl2),
kalsium nitrat 5 (Ca(NO3)2), kalsium sulfat (CaSO4), magnesium
klorida (MgCl2), magnesium nitrat (Mg(NO3)2), dan magnesium sulfat
(MgSO4). Air yang mengandung senyawa senyawa tersebut disebut
air sadah tetap, karena kesadahannya tidak bisa dihilangkan hanya
dengan cara pemanasan (Kuswanti, dkk. 2007).
Metode kesadahan total yaitu jumlah ion-ion Ca2+ dan Mg2+ dapat
ditentukan melalui titrasi dengan EDTA sebagai titran dan menggunakan
indikator yang peka terhadap semua kation tersebut (Alaerts 1984).
Menurut SNI (2004), prinsip pengujian air sadah adalah garam
dinatrium etilen diamin tetra asetat (EDTA) akan bereaksi dengan kation
logam tertentu membentuk senyawa kompleks kelat yang larut. Pada pH
10,0 + 0,1, ion-ion kalsium dan magnesium dalam contoh uji akan bereaksi
dengan indikator Eriochrome Black T (EBT), dan membentuk larutan
berwarna merah keunguan. Jika Na2EDTA ditambahkan sebagai titran,
maka ion-ion kalsium dan magnesium akan membentuk senyawa
kompleks, molekul indikator terlepas kembali, dan pada titik akhir titrasi
larutan akan berubah warna dari merah keunguan menjadi biru. Dari cara
ini akan didapat kesadahan total (Ca + Mg). Kalsium dapat ditentukan
secara langsung dengan EDTA bila pH contoh uji dibuat cukup tinggi (12-
13), sehingga magnesium akan mengendap sebagai magnesium hidroksida
dan pada titik akhir titrasi indikator Eriochrome Black T (EBT) hanya
akan bereaksi dengan kalsium saja membentuk larutan berwarna biru. Dari
cara ini akan didapat kadar kalsium dalam air (Ca). Dari kedua cara
tersebut dapat dihitung kadar magnesium dengan cara mengurangkan hasil
kesadahan total dengan kadar kalsium yang diperoleh, yang dihitung
sebagai CaCO3. Perbedaan konsentrasi jenis kesadahan pada setiap bentuk
lahan disebabkan oleh faktor topografi, material batuan, dan
perkembangan tanah (Yunus, 2010).
Menurut Kuswanti dkk (2007), kerugian yang ditimbulkan oleh air
sadah antara lain :
1. Menyebabkan sabun tidak berbusa (berbuih). Sabun akan berbusa
jika ion Ca2+ dan Mg2+ diendapkan. Jadi air sadah mengurangi daya
pembersih sabun, sehingga pemakaian sabun menjadi boros.
2. Menimbulkan kerak pada ketel yang dapat menyumbat katup-katup
pada ketel tersebut. Hal ini mengakibatkan penghantaran panas dari
ketel berkurang sehingga memboroskan penggunaan bahan bakar.
Kesadahan yang tinggi dan mulai berakibat pada peralatan rumah tangga
apabila jumlah diatas 100 ml/L. Jika konsumsi air dengan kesadahan diatas
300 mg/L dilakukan, maka dalam jangka waktu yang panjang akan
berpengaruh pada manusia dengan ginjal yang lemah sehingga mengalami
gangguan pada ginjal. (Anhwanger et al, 2012).
Oksigen terlarut (DO) adalah suatu faktor yang terpenting dalam
setiap sistem perairan. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfer
dan proses fotosintesis tumbuhan hijau. Oksigen dari udara diserap dengan
difusi langsung. Oksigen hilang dari air oleh adanya pernafasan biota,
penguraian bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin
oksigen, adanya besi, dan kenaikan suhu (Alaerts, 1987). Biological
Oxygen Deman (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologi adalah suatu
analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses
mikrobiologis yang benar-benar didalam air. Angka BOD adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi)
hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang
tersuspensi dalam air. Pengujian ini juga dapat digunakan untuk
menafsirkan beban pencemaran zat organis (Alaerts, 1987). COD
(Chemichal Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimia adalah
jumlah oksigen (mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis
yang ada dalam satu liter air, dimana K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber
oksigen (Oxidating Agent). Angka COD merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasi
melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen
dalam air (Alaerts, 1987).
Proses daur ulang air industri (Water Treatment Recycle Process)
adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh industri yang berwawasan
lingkungan. Apabila semua kegiatan industri memperhatikan dan
melaksanakan pengolahan air limbah industri dan masyarakat umum juga
tidak membuang limbah secara sembarangan maka masalah pencemaran
air sebenarnya tidak perlu dikuatirkan. Namun kenyataanya masih banyak
industri atau suatu pusat kegiatan kerja membuang limbahnya ke
lingkungan melalui sungai sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran
lingkungan (Wardhana, 2001).
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum acara I “Analisis Kualitas Air” dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pengujian sifat fisik air berupa suhu dilakukan menggunakan
termometer. Hasil yang diperoleh adalah air PDAM memiliki suhu
sebesar 29°C, air sungai sebesar 28°C, air sumur dan air kemasan
sebesar 27°C. Hasil tersebut sesuai dengan teori bahwa suhu normal
air di alam adalah 20-30°C.
2. Pengujian sifat fisik air berupa total suspended solid (TSS) dilakukan
dengan metode gravimetri yaitu dengan menimbang berat kertas
saring awal dan kertas saring beserta padatan yang yang tertahan pada
kertas saring (filtrat) setelah penyaringan. Urutan nilai TSS tertinggi
hingga terendah dari praktikum yang telah dilakukan yaitu sampel air
(-220) mg/L, air sungai (-320) mg/L, air PDAM (-380) mg/L, dan air
kemasan (-560) mg/L.
3. Pengujian sifat kimia air berupa kesadahan air dilakukan
menggunakan metode titrasi dengan reagen larutan buffer pH 10,
indikator EBT, dan larutan Na2EDTA sehingga dihasilkan larutan
berwarna semburat biru dari semula berwarna merah anggur. Hasil
praktikum menunjukan bahwa air PDAM dan air sungai memiliki
kadar CaCO3 sebesar 200 ppm sehingga termasuk dalam air sadah
tinggi sedangkan air sumur dan air kemasan memiliki kadar CaCO3
sebesar 120 ppm sehingga termasuk dalam air sadah menengah
DAFTAR PUSTAKA
Anhwange, B.A., E.B. Agbaji, and E.C. Gimba. 2012. Impact assessment of
human activities and seasonal variation on river benue, within makurdi
metropolis. Journal of science and technology, 2 : 248-254
Alaerts, G. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. 2004. Air dan Air Limbah-Bagian 12: Cara Uji
Kesadahan Total Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) Dengan Metode
Titrimetri. Badan Standart Nasional. ICS. 13.060.50.
Badan Standarisasi Nasional. 2006 . SNI 01-3553-2006: Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK). Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Bilotta, G.S., R.E. Brazier. 2008. Understanding The Influence of Suspended
Solids On Water Quality And Aquatic Biota. Water Research. 42: 2849-
2861.
Daud, Achmad .1999. Nilam Budidaya dan Penyulingan. Jakarta : Cv Yasaguna
Departemen Kesehatan (1990). Peraturan Menteri Kesehatan No.
416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Hal.1033.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Isnawati (2004). Studi tentang cemaran candida sp pada air wc umum di pasar
banjar baru dan martapura tahun 2003. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 1
(1): 17-32.
Jewlaika, L., Mubarak, I. Nurrahmi. 2014. Studi Padatan Tersuspensi di Perairan
Topang Kabupaten Meranti Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan
Kelautan. Universitas Riau. 19 (2). 53-66.
Kuswanti, T, dkk. 2007. Macam-macam Kesadahan. Sains Kimia 3.Bumi
Aksara:Jakarta.
Marsidi, R. (2011). Zeolit untuk Mengurangi Kesadahan Air. Jurnal Teknologi
Lingkungan. 2(1): 1-3
Mays, L. W. 1996. Water Resources Handbook. McGraw Hill. NewYork.
Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 1995. Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup RI Nomor: KEP-51/MENLH/10/1995. Jakarta
Moersidik, S.S. (1999). Quality and Pollution of Water. Jurnal Water Resources
Management VIII. Hal. 289.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran pesisir dan laut. Pradnya Paramita. Jakarta.
Mulia, Ricky.M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Edisi pertama,
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Sengupta, P. 2013. Potential Health Impacts of Hard Water. International Journal
of Preventive Medicine, 4(8): 866-875.
Sutrisno. C. Totok, dkk. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta. Rineka
Cipta.
Wardhana, W. A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi Offset .
Jogjakarta.
Wawan, M. K. 2013. Kajian Pengelolaan Air Limbah Sentra Industri Kecil Dan
Menengah Batik dalam Perspektif Good Governance di Kabupaten
Sukoharjo. Jurnal. Program Magister Ilmu Lingkungan. Universitas
Dipenogoro. Semarang.
Weber-Scannell, P.K. and L.K. Duffy. 2007. Effect of Total Dissolved Solids on
Aquatic Organisms: A Review of Literature and Rrecommendation for
Salmonid Species. American Journal of Environmental Sciences. 3(1): 1-6.
Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah
Kontemporer.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
LAMPIRAN

1. PERHITUNGAN
A. Total Suspended Solids (TSS)
1000
TSS = x (b-a)
50
1000
= x (783-799)
50
= - 320 mg/L

B. Kesadahan Air
(𝑉 𝑥 𝑁) 𝑁𝑎2𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝐵𝐸 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑥 1000
Kesadahan air =
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
(0,5 𝑥 0,1) 𝑥 100 𝑥 1000
=
25

= 200 mg CaCO3/L
Asdfsf
2. DOKUMENTASI

Gambar 1.5 Pengukuran Suhu Gambar 1.6 Perubahan Warna Sampel

Gambar 1.7 Warna Sampel Gambar 1.8 Sampel Air Sungai

You might also like