You are on page 1of 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/331989075

DIAGENESIS BATUPASIR FORMASI MENGGALA DAERAH TANJUNG PAUH


DAN SEKITARNYA, KABUPATEN LIMA PULUH KOTA, SUMATERA BARAT

Conference Paper · October 2018

CITATIONS READS

0 8

2 authors:

Muhammad Faris Hafiddin Budhi Setiawan


Universitas Sriwijaya Universitas Sriwijaya
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS    104 PUBLICATIONS   53 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Economic valuation of hydrogeological information when managing groundwater drawdown View project

Mengidentifikasi Hubungan Pengisian Air Tanah di theMoscow (AS) Sub-Cekungan Menggunakan Pelacak Isotop dan Model Routing Kelembaban Tanah. View project

All content following this page was uploaded by Muhammad Faris Hafiddin on 26 March 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Seminar Nasional AVoER X 2018
Palembang, 31 Oktober 2018
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

DIAGENESIS BATUPASIR FORMASI MENGGALA DAERAH TANJUNG PAUH DAN


SEKITARNYA, KABUPATEN LIMA PULUH KOTA, SUMATERA BARAT

Muhammad Faris Hafiddin1*, Budhi Setiawan1

1
Program Studi Teknik Geologi, Universitas Sriwijaya, Palembang
*Corresponding author: mfhafiddin@student.unsri.ac.id

ABSTRACT : Sandstone is one of the sedimentary rocks that are the target of reservoir rock because of the ability of
good fluid porosity and permeability through the pores between rocks. Rock pores will form along with the process of
change from sediment to sedimentary rock known as the diagenesis process. The purpose of this study was to observe
the diagenesis process that occurred in the Menggala Formation of Early Miocene sandstone using petrographic
observation. The administrative location is located in Nagari Tanjung Pauh, Pangkalan Koto Baru Sub-district, Lima
Puluh Kota Regency, West Sumatra. The method used for this study is by literature study, field observation and
laboratory analysis with 6 samples. The results of the research show that the type of sandstone Menggala Formation are
sublitarenite, lithic-wacke and sublitarkose. The diagenesis process that develops in the study area are dissolution,
compaction and cementation. Based on this research it can be concluded that diagenesis regimes that occur in the study
area occur from the eogenesis regime to telogenesis. From the calculation of porosity, the sandstone of the Menggala
Formation has a negligible to special porosity level.

Keyword: Diagenesis, Sandstone, Menggala Formation, Porosity

ABSTRAK: Batupasir adalah salah satu batuan sedimen yang menjadi target batuan reservoar karena kemampuan
porositas dan permeabilitas fluida yang baik melalui pori antar batuan. Pori batuan akan terbentuk seiring dengan proses
perubahan dari sedimen menjadi batuan sedimen yang dikenal dengan proses diagenesis. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengamati proses diagenesis yang terjadi pada batupasir Formasi Menggala berumur Miosen Awal melalui
pengamatan petrografi. Lokasi Penelitian secara administrasi berlokasi di Nagari Tanjung Pauh, Kecamatan Pangkalan
Koto Baru Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Metode yang digunakan untuk penelitian ini yaitu dengan cara
studi pustaka, pengamatan lapangan dan analisis laboratorium dengan sampel uji sebanyak 6 sampel. Hasil penelitian
bahwa batupasir Formasi Menggala termasuk tipe sublitarenite, lithic-wacke dan sublitarkose. Proses diagenesis yang
berkembang di daerah telitian berupa pelarutan, kompaksi dan sementasi. Bedasarkan penelitian ini dapat disimpulkan
rezim diagenesis yang terjadi di daerah telitian terjadi dari rezim eogenesis hingga telogenesis. Dari perhitungan
porositas, batupasir Formasi Menggala memiliki tingkat porositas dapat diabaikan hingga istimewa.

Kata Kunci: Diagenesis, Batupasir, Formasi Menggala, Porositas

PENDAHULUAN merupakan proses yang terus aktif dimana kumpulan


Batupasir adalah salah satu batuan sedimen yang mineral sedimen bereaksi untuk mendapatkan kembali
menjadi target batuan reservoar karena kemampuan keseimbangan dengan lingkungan yang tekanan, suhu
porositas dan permeabilitas fluida yang baik melalui pori dan kimia berubah. Reaksi-reaksi ini dapat
antar batuan. Pori batuan akan terbentuk seiring dengan meningkatkan, memodifikasi atau menghancurkan
proses perubahan dari sedimen menjadi batuan sedimen porositas dan permeabilitas (Ali, et al., 2010).
yang dikenal dengan proses diagenesis. Diagenesis Tujuan dari penelitian ini untuk mengamati proses
mengacu pada proses perubahan secara fisik dan kimia diagenesis yang terjadi pada batupasir Formasi
yang dimulai dari proses pengendapan, terus mengalami Menggala berumur Miosen Awal melalui pengamatan
kompaksi, sementasi tetapi berakhir sebelum proses petrografi. Selain itu dilakukan perhitungan porositas
metamorfisme dan diikiti oleh proses kompaksi secara batupasir dengan pengamatan melalui sayatan tipis
mekanik dan kimia, replacement, dissolusi dan dengan bantuan blue dyke.
sementasi oleh mineral (Zhang, et al., 2017). Diagenesis
M.F. Hafiddin, et.al

Lokasi Penelitian secara administrasi berlokasi di Stratigrafi daerah telitian pada bagian basement
Nagari Tanjung Pauh, Kecamatan Pangkalan Koto Baru terdiri dari Kumpulan Mutus yang tersebar pada bagian
Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat dan tenggara Cekungan. Litologi penyusun berupa batuan
asal kerak samudera (ophiolite) kemudian diendapkan
sedimen laut dalam yaitu rijang coklat radiolarian, serpih
kemerahan dan meta argillite, slate, lapisan tipis
batugamping serta endapan turbidit perselingan tuff .
yang diendapkan pada Trias Akhir bedasarkan K-Ar.
Bagian timur laut kumpulan Mutus berupa “quartzite
terrane” yang terdiri dari filit, argilit, skis, kuarsit dan
serpih diintrusi oleh granodiorit (295 Ma) dan granit
berusia (112-122, 150 Ma) serta bagian barat dan barat
daya Kumpulan Mutus berupa greywacke, pebbly
mudstone dan kuarsit (Eubank & Makki, 1981).
Secara tidak selaras mulai terendapkan kelompok
berbatasan langsung dengan Kabupaten Kampar, Riau Pematang yang terdiri dari Formasi Lower Red Beds,
dengan luas area penelitian 25 m2 (Gambar 1). Secara Brown Shale, Lake Fill, Coal Zone, dan Fanglomerate
geologi, daerah telitian terletak di Cekungan Sumatera (Williams, et al., 1985) dengan litologi penyusun berupa
Tengah yang dikontrol oleh Sesar Semangko berarah batulempung, serpih berkarbon (carbonaceous shale),
NW-SE. batupasir berbutir halus dan batulanau dengan
lingkungan pengendapan berada di fluvio-lacustrine-
paludal. Kelompok Pematang diperkirakan berumur
Gambar 1 Lokasi Penelitian
Paleogen sampai Miosen Awal (Mertosono & Nayoan,
1974). Lalu terendapkan secara tidak selaras kelompok
GEOLOGI REGIONAL
Sihapas pada kala Miosen Awal dengan litologi dominan
Daerah telitian terletak di Cekungan Sumatera
berupa batupasir dengan ukuran butir kasar hingga
Tengah yang termasuk pada Cekungan busur belakang
dengan sedikit perselingan serpih dan lapisan
(back-arc basin). Secara geografis daerah telitian berada
batugamping di beberapa lokasi (Mertosono & Nayoan,
di kawasan Mountain Front Area yang berada di bagian
1974). Menurut Wongkososantiko (1976), kelompok
selatan Cekungan Sumatera Tengah yang dibatasi oleh
Sihapas dibagi menjadi empat formasi yaitu Formasi
Pegunungan Tigapuluh di tenggara dan Tinggian Asahan
Menggala, Formasi Bangko, Formasi Duri dan Formasi
di baratlaut (Suandhi, et al., 2013).
Bekasap dengan lingkungan pengendapan fluvial hingga
Secara tektonik, perkembangan Cekungan Sumatera
shallow marine sebagai ciri dimulainya fase transgresi di
Tengah menurut Yarmanto, et al., (1995) dibagi menjadi
Cekungan Sumatra Tengah. Lalu terendapkan secara
empat episode tektonik yaitu F0 Basement Deformation
selaras Formasi Telisa dengan litologi penyusun Formasi
(Pre Tertiary), F1 Rifting (Eosen – Oligosen), F2
ini didominasi oleh serpih dengan sisipan batulanau dan
(Wrench Tectonic) dan F3 (Compretion / Reactivation).
batugamping di beberapa tempat berumur berkisar N6 –
Proses pembentukan Cekungan Sumatera Tengah
N11. Kemudian terjadi pengendapan fase regresi air laut
bermula pada masa Pra Tersier (F0) dimana batuan
dengan diendapkan Formasi Petani pada kala Miosen
basement mengalami proses deformasi sehingga
Tengah hingga Plio -Plistosen dengan litologi dominan
membentuk struktur puncak antiformal dan synformal
terdiri dari serpih hijau keabuan dengan beberapa sisipan
dengan arah kelurusan WNW – ESE. Kemudian pada
batupasir dan batulanau. Proses sedimentasi di Cekungan
masa Eosen hingga Oligosen terjadi peningkatan
Sumatera Tengah berakhir dengan diendapkan Formasi
aktivitas tektonik berupa rifting (pemekaran) akibat gaya
Minas sebagai endapan kuarter dengan penyusun litologi
ekstensi yang membuat dasar cekungan membentuk pola
berupa gravel, pasir dan lempung serta diendapkan pada
half graben berarah N – S dan trend ± 30o (F1). Pada
lingkungan fluvial sampai darat (Mertosono & Nayoan,
masa Miosen Awal terjadi penurunan aktivitas tektonik
1974).
akibat rotasi gaya tektonik ke kanan (F2). Dampaknya
berupa inversi tektonik berupa pengangkatan dan erosi
subsekuen. Lalu pada periode F3 terjadi peningkatan
kembali aktivitas tektonik berupa gaya kompresi seiring
dengan pengendapan Formasi Telisa. Gaya kompresi
mengakibatkan struktur yang telah terbentuk sebelumnya
mengalami reaktivasi.
Analisis Diagenesis Batupasir Formasi Menggala Daerah Tanjung Pauh dan Sekitarnya

Tabel 1. Klasifikasi Porositas (Koesoemadinata, 1980)


Presentasi Jenis Porositas
0–5% Dapat Diabaikan
5 – 10 % Buruk
10 – 15 % Cukup
15 – 20 % Baik
20 – 25 % Sangat Baik
>25 % Istimewa

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian terhadap 6 sampel thin section batupasir
Formasi Menggala dapat mendeskripsikan jenis litologi
batupasir, proses diagenesis dan nilai porositas yang
dilihat pada penjelasan di bawah ini.

Gambar 2 Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah A. LP 1.1


Secara petrografis sayatan LP 1.1 memiliki
METODE PENELITIAN komposisi mineral berupa kuarsa sebesar 80 %, litik
Metode yang digunakan untuk penelitian ini yaitu sebesar 15 %, dan Hornblendle sebesar 5 % sehingga
dengan cara studi pustaka, pengamatan lapangan dan digolongkan sebagai batupasir sublitarenite (klasifikasi
analisis laboratorium. Studi pustaka meliputi kajian Pettijohn, 1975). Kenampakan sayatan sampel ini
peneliti terdahulu mengenai kondisi geologi regional memiliki derajat sortasi buruk sehingga salah satu sisi
yang berkembang di daerah telitian. Kemudian memiliki bentuk pori yang besar dan sisi lainnya hanya
dilakukan kegiatan pengamatan lapangan meliputi berupa spot tertentu. Dari perhitungan porositas sampel
pengamatan morfologi serta pengamatan singkapan ini memiliki nilai sebesar 12,35 % sehingga dikatakan
batuan untuk mengetahui kenampakan fisik batuan. Lalu porositasnya cukup mengacu pada klasifikasi porositas
dilakukan pengambilan sampel batuan dengan kondisi Koesoemadinata (1980).
fresh dan dokumentasi untuk mengetahui pola sebaran Proses diagenesis yang terjadi di LP 1.3 mengalami
batuan, data struktur geologi dan hubungan kompaksi dengan berkembangnya pola persinggungan
stratigrafinya. Selanjutnya dilakukan analisis antar butir berupa concavo – convax contact dan suture
laboratorium berupa analisis petrografi untuk contact (Gambar 3). Kemudian mulai muncul
mengetahui tekstur, komposisi mineral dan hubungan sementasi berupa semen kuarsa. Yang mengakibatkan
antar butir batuan melalui mikroskop polarisasi dengan berkurangnya porositas di salah satu bagian sayatan.
dua titik pengamatan secara nikol sejajar dan nikol
silang. Sampel yang digunakan pada penelitian ini
sebanyak 6 sampel yang terdiri dari LP 1.1, LP 1.3, LP
2.5, LP 5.7, LP 7.1 dan LP 12.2. Penentuan jenis litologi
batupasir mengacu pada klasifikasi Pettijohn (1975)
yaitu dilihat dari presentase komposisi mineral kuarsa,
feldspar, litik dan mud. Penentuan proses diagenesis
batupasir dilihat dari ukuran butir, fluid content,dan
komposisi mineralogi (Ali, et al., 2010). Penentuan nilai
porositas dihitung dari pori batuan yang terbentuk
selama proses diagenesis dengan bantuan cairan blue
dyke. Penentuan presentase porositas dihitung
menggunakan aplikasi Image J dan hasil dari presentase
Gambar 3 Pembentukan pola persinggungan suture
porositas dimasukkan dalam klasifikasi porositas
contact dan concavo-convex contact akibat dari proses
menurut Koesoemadinata (1980) (Tabel 1)
kompaksi
M.F. Hafiddin, et.al

B. LP 1.3 contact dan hadirnya mineral yang terubah akibat


Secara petrografis sayatan LP 1.3 memiliki pelarutas membentuk porositas sekunder yang dikenal
komposisi mineral yang didominasi oleh kuarsa dengan dissolution pore. (Gambar 5)
sebesar 75 % dan litik sebesar 25 % sehingga menurut
klasifikasi Pettijohn (1975) LP 1.3 adalah batupasir
tipe sublitarenite. Nilai porositas batupasir LP 1.3
sebesar 34,54 % sehingga dikatakan tingkat
porositasnya istimewa (Koesoemadinata, 1980).
(Gambar 4)
Dari kenampakan petrografi, batupasir pada LP 1.3
memiliki derajat sortasi baik sehingga membentuk
porositas yang saling terhubung. Proses diagenesis
yang berkembang di LP 1.3 menujukkan muai adanya
kompaksi dengan ditunjukkan adanuya pola
persinggungan antar butir batuan berupa long contact
hingga concavo-convex contact. Selain itu terjadi
proses pelarutan yaitu pemindahan sebagian atau Gambar 5. Kenampakan sayatan LP 2.3 yang
seluruh batuan yang telah terbentuk sebelumnya dan menunjukkan pola persinggungan concavo-convax
meninggalkan rongga udara pada batuan (Worden & contact dan dissolution pore.
Burley, 2003). Hal ini menyebabkan membentuk
porositas sekunder yang dikenal dengan dissolution D. LP 5.7
pore (Surjono & Rahayu, 2015) (Gambar 4). Pada sampel sayatan batupasir LP 5.7, komposisi
mineral penyusun berupa kuarsa sebesar 50 %, litik 35
%, dan feldspar 15 % sehingga termasuk pada tipe
batupasir lithic-wacke (Pettijohn, 1975). Porositas
pada sampel ini memiliki nilai yang cukup rendah,
yakni sebesar 2,33 % sehingga dapat diabaikan
(Koesoemadinata, 1980).
Dari kenampakan petrografis, sampel ini memiliki
derajat sortasi yang sangat buruk (very poor sorted)
dan hanya beberapa mineral yang memiliki kontak
antar butiran berupa suture contact. Diagenesis yang
terjadi di sampel ini sudah mengalami proses sementasi
oleh silika dan semen oksida besi (Gambar 6). Selain
itu di sampel ini mengalami kompaksi yang cukup kuat
dengan banyaknya pola persinggungan berupa suture
Gambar 4 Proses Pelarutan pada mineral kuarsa contact. Kemudian dilihat adanya pembentukan
membentuk dissolution pore pada sayatan LP 1.3 porositas sekunder dari mineral kuarsa akibat pecahnya
mineral selama proses burial. Pada bagian lainnya
C. LP 2.5 terdapat fracture yang diisi oleh mineral pengganti
Sampel dari LP 2.5 secara petrografi memiliki berupa oksida besi yang diinterpretasikan pada sampel
komposisi mineral kuarsa sebesar 75 %, litik 20 % dan ini telah mencapai tahapan diagenesis yang berkaitan
Hornblendle sebesar 5 % sehingga bedasarkan dengan proses pelapukan karena telah mengalami
klasifikasi batupasir menurut Pettijohn (1975) proses pengangkatan hingga permukaan (Worden &
tergolong pada tipe sublitarkose. Nilai porositas Burley, 2003).
batupasir LP 2.5 sebesar 22,50 % sehingga termasuk
porositas sangat baik (Koesoemadinata, 1980).
Kenampakan petrografis pada sampel ini
menunjukkan derajat sortasi yang baik sehingga
porositas yang dihasilkan saling terhubung. Proses
diagenesis yang terjadi di LP 2.5 menunjukkan adanya
kompaksi antar butir batuan dengan membentuk pola
persinggungan antar butiran berupa concavo-convax
Analisis Diagenesis Batupasir Formasi Menggala Daerah Tanjung Pauh dan Sekitarnya

Proses diagenesis pada sampel ini mengalami


kompaksi yang membentuk pola persinggungan antar
butir berupa concavo-convax contact (Gambar 8).

Gambar 6. (a) kehadiran semen berupa silika dan


oksida besi (b) terbentuknya fracture yang diisi oleh
semen oksida besi

E. LP 7.1
Komposisi mineral pada sampel batupasir LP 7.1
terdiri dari kuarsa sebesar 75 % dan litik 25 % Gambar 8 pola persinggungan antar butir berupa
sehingga termasuk batupasir tipe sublitarenite concavo-convax contact
(Pettijohn, 1975). Nilai porositas dari sampel ini
sebesar 22,83 % sehingga dikatakan porositasnya REZIM DIAGENESIS
sangat baik (Koesoemadinata, 1980). (Gambar 7) Bedasarkan hasil pengamatan dari 6 sampel
Kenampakan petrografi dari LP 7.1 menunjukkan sebelumnya dapat ditarik rezim diagenesis yang
derajat sortasi moderate sorted . Proses diagenesis berkembang di daerah telitian. Rezim eogenesis
yang terjadi di LP 7.1 menunjukkan kompaksi antar merupakan rezim awal dari proses diagenesis dimana
butiran yang berdampak pada pembentukan porositas aktivitas post-depositional berlangsung dekat dengan
yang tidak saling terhubung sehingga membentuk permukaan. Ini terlihat pada LP 1.3 dimana belum
porositas tidak efektif. Selain itu pola persinggungan mengalami kompaksi dan tidak ada semen di antar
antar butiran membentuk pola suture contact (Gambar butiran sehingga membentuk porositas yang saling
7) terhubung. Kemudian seiring meningkatnya burial
depth, berkembanglah rezim diagenesis mesogenesis
dimana semakin intensifnya proses sementasi
menyebabkan terbentuknya pola persinggungan antar
butiran mulai dari concavo-convex contact hingga
suture contact. Selain itu mulainya proses sementasi
dengan semen penyusun berupa semen silikaan. Ini
terlihat pada LP 1.1, 2.5, 7.1 dan 12.2. Sedangkan
rezim telogenesis mengacu pada perubahan yang
dipengaruhi oleh proses yang terkait dengan
pengangkatan dan erosi. Biasanya akan membentuk
rekahan (fracturing) yang diisi oleh mineral lain. Ini
dapat dilihat pada LP 5.7 dimana ditemukan rekahan
Gambar 7 Pola persinggungan akibat kompaksi
yang diisi oleh oksida besi. (Gambar 9)
membentuk suture contact

F. LP 12.2
Pada LP 12.2, komposisi mineral penyusun
batupasir terdiri dari mineral kuarsa sebesar 75 %, litik
sebesar 20 % dan Hornblendle 5 % sehingga
bedasarkan klasifikasi Pettijohn (1975) termasuk tipe
sublitarkose dengan nilai porositas sebesar 25,75 %
sehingga mengacu pada klasifikasi dari
Koesoemadinata (1980) termasuk kategori istimewa.
Kenampakan petrografi dari sampel ini memiliki
derajat sortasi baik dengan porositas yang efektif Gambar 9 Rezim Diagenesis Batupasir daerah telitian
dilihat dari pori antar butiran yang saling terhubung. (Ali, et al., 2010)
M.F. Hafiddin, et.al

KESIMPULAN Williams, H., Kelly, P., Janks, J. & Christensen, R.,


1. Batupasir Formasi Menggala mengalami proses 1985. The Paleogene Rift Basin Source Rock of
diagenesis sebagai berikut : Central Sumatra Basin. Jakarta, Indonesia Petroleum
Association 14th Annual Convention.
a. Kompaksi, berupa pengaturan kembali butiran
Wongkososantiko, A., 1976. Lower Miocene Duri
mineral berupa long contact, concavo-convact Formation Sand Central Sumatra Basin. Jakarta,
contact hingga suture contact Indonesia Petroleum Association 5th Annual
b. Pelarutan, berupa pelarutan mineral kuarsa Convention.
membentuk porositas sekunder berupa Worden, R. & Burley, S., 2003. Sandstone Diagenesis
dissolusion pore : Recent and Ancient. Oxford: Blackwell Publishing.
c. Sementasi, mineral yang menjadi semen berupa Yarmanto, Heidrick, T., Indrawardana & Strong, B.,
silika dan oksida besi 1995. Tertiary Tectonostratigraphic Development of
the Balam Depocenter, Central Sumatra Basin,
2. Dari analisa petrografi diketahui bahwa batupasir
Indonesia. Jakarta, Indonesia Petroleum Association
Formasi Menggala mempunyai porositas sebesar 24th Annual Convention.
2,33 % hingga 34,54 % sehingga mengacu pada Zhang, Y. et al., 2017. Origins of authigenic minerals
klasifikasi Koesoemadinata (1980) porositasnya and their impacts on reservoir quality of tight
mulai dari dapat diabaikan hingga istimewa sandstones: Upper Triassic Chang-7 Member,
3. Rezim diagenesis pada daerah telitian bervariasi Yanchang Formation, Ordos Basin, China.
mulai dari eogenesis hingga telogenesis Australian Journal of Earth Sciences, 64(4), pp. 519-
536.
KESIMPULAN
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Bapak Budhi Setiawan, Ph.D. yang telah
membimbing dan memberi masukan terkait paper ini.
Terima kasih kepada Wali Nagari beserta masyarakat
Nagari Tanjung Pauh yang telah membantu penulis
dalam pengumpulan data lapangan serta terima kasih
kepada Saudara Januardi yang memberikan masukan
selama analisa laboratorium dan penulisan paper ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, S. A., Clark, W. J., Moore, W. R. & Dribus, J. R.,


2010. Diagenesis and Reservoir Quality. Oilfield
Review Summer, 22(2).
Eubank, R. T. & Makki, A. C., 1981. Structural
Geology of Central Sumatra Back-arc Basin. Jakarta,
Indonesia Petroleum Association 10th Annual
Convention.
Koesoemadinata, R., 1980. Geologi Minyak dan
Gasbumi. 2nd ed. Bandung: ITB.
Mertosono, S. & Nayoan, G., 1974. The Tertiary
Basinal Area of Central Sumatra. Jakarta, Indonesia
Petroleum Association 3rd Annual Convention.
Nichols, G., 2009. Sedimentology and Stratigraphy.
2nd ed. West Sussex: Blackwell Publishing.
Pettijohn, F., 1975. Sedimentary Rocks. 3rd ed. New
York: Harper and Row.
Suandhi, P. et al., 2013. Paleogene Sediment Character
of Mountain Front Central Sumatra Basin.
Indonesian Journal of Geology, 8(3), pp. 143-149.
Surjono, S. S. & Rahayu, R. E., 2015. Diagenesis
Batupasir Air Benakat, Daerah Pendopo, Kabupaten
Muara Enim, Propinsi Sumatera Selatan Bedasarkan
Data Permukaan. Yogyakarta, Seminar Nasional
Kebumian Ke-8.

View publication stats

You might also like