Professional Documents
Culture Documents
net/publication/331989075
CITATIONS READS
0 8
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Economic valuation of hydrogeological information when managing groundwater drawdown View project
Mengidentifikasi Hubungan Pengisian Air Tanah di theMoscow (AS) Sub-Cekungan Menggunakan Pelacak Isotop dan Model Routing Kelembaban Tanah. View project
All content following this page was uploaded by Muhammad Faris Hafiddin on 26 March 2019.
1
Program Studi Teknik Geologi, Universitas Sriwijaya, Palembang
*Corresponding author: mfhafiddin@student.unsri.ac.id
ABSTRACT : Sandstone is one of the sedimentary rocks that are the target of reservoir rock because of the ability of
good fluid porosity and permeability through the pores between rocks. Rock pores will form along with the process of
change from sediment to sedimentary rock known as the diagenesis process. The purpose of this study was to observe
the diagenesis process that occurred in the Menggala Formation of Early Miocene sandstone using petrographic
observation. The administrative location is located in Nagari Tanjung Pauh, Pangkalan Koto Baru Sub-district, Lima
Puluh Kota Regency, West Sumatra. The method used for this study is by literature study, field observation and
laboratory analysis with 6 samples. The results of the research show that the type of sandstone Menggala Formation are
sublitarenite, lithic-wacke and sublitarkose. The diagenesis process that develops in the study area are dissolution,
compaction and cementation. Based on this research it can be concluded that diagenesis regimes that occur in the study
area occur from the eogenesis regime to telogenesis. From the calculation of porosity, the sandstone of the Menggala
Formation has a negligible to special porosity level.
ABSTRAK: Batupasir adalah salah satu batuan sedimen yang menjadi target batuan reservoar karena kemampuan
porositas dan permeabilitas fluida yang baik melalui pori antar batuan. Pori batuan akan terbentuk seiring dengan proses
perubahan dari sedimen menjadi batuan sedimen yang dikenal dengan proses diagenesis. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengamati proses diagenesis yang terjadi pada batupasir Formasi Menggala berumur Miosen Awal melalui
pengamatan petrografi. Lokasi Penelitian secara administrasi berlokasi di Nagari Tanjung Pauh, Kecamatan Pangkalan
Koto Baru Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Metode yang digunakan untuk penelitian ini yaitu dengan cara
studi pustaka, pengamatan lapangan dan analisis laboratorium dengan sampel uji sebanyak 6 sampel. Hasil penelitian
bahwa batupasir Formasi Menggala termasuk tipe sublitarenite, lithic-wacke dan sublitarkose. Proses diagenesis yang
berkembang di daerah telitian berupa pelarutan, kompaksi dan sementasi. Bedasarkan penelitian ini dapat disimpulkan
rezim diagenesis yang terjadi di daerah telitian terjadi dari rezim eogenesis hingga telogenesis. Dari perhitungan
porositas, batupasir Formasi Menggala memiliki tingkat porositas dapat diabaikan hingga istimewa.
Lokasi Penelitian secara administrasi berlokasi di Stratigrafi daerah telitian pada bagian basement
Nagari Tanjung Pauh, Kecamatan Pangkalan Koto Baru terdiri dari Kumpulan Mutus yang tersebar pada bagian
Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat dan tenggara Cekungan. Litologi penyusun berupa batuan
asal kerak samudera (ophiolite) kemudian diendapkan
sedimen laut dalam yaitu rijang coklat radiolarian, serpih
kemerahan dan meta argillite, slate, lapisan tipis
batugamping serta endapan turbidit perselingan tuff .
yang diendapkan pada Trias Akhir bedasarkan K-Ar.
Bagian timur laut kumpulan Mutus berupa “quartzite
terrane” yang terdiri dari filit, argilit, skis, kuarsit dan
serpih diintrusi oleh granodiorit (295 Ma) dan granit
berusia (112-122, 150 Ma) serta bagian barat dan barat
daya Kumpulan Mutus berupa greywacke, pebbly
mudstone dan kuarsit (Eubank & Makki, 1981).
Secara tidak selaras mulai terendapkan kelompok
berbatasan langsung dengan Kabupaten Kampar, Riau Pematang yang terdiri dari Formasi Lower Red Beds,
dengan luas area penelitian 25 m2 (Gambar 1). Secara Brown Shale, Lake Fill, Coal Zone, dan Fanglomerate
geologi, daerah telitian terletak di Cekungan Sumatera (Williams, et al., 1985) dengan litologi penyusun berupa
Tengah yang dikontrol oleh Sesar Semangko berarah batulempung, serpih berkarbon (carbonaceous shale),
NW-SE. batupasir berbutir halus dan batulanau dengan
lingkungan pengendapan berada di fluvio-lacustrine-
paludal. Kelompok Pematang diperkirakan berumur
Gambar 1 Lokasi Penelitian
Paleogen sampai Miosen Awal (Mertosono & Nayoan,
1974). Lalu terendapkan secara tidak selaras kelompok
GEOLOGI REGIONAL
Sihapas pada kala Miosen Awal dengan litologi dominan
Daerah telitian terletak di Cekungan Sumatera
berupa batupasir dengan ukuran butir kasar hingga
Tengah yang termasuk pada Cekungan busur belakang
dengan sedikit perselingan serpih dan lapisan
(back-arc basin). Secara geografis daerah telitian berada
batugamping di beberapa lokasi (Mertosono & Nayoan,
di kawasan Mountain Front Area yang berada di bagian
1974). Menurut Wongkososantiko (1976), kelompok
selatan Cekungan Sumatera Tengah yang dibatasi oleh
Sihapas dibagi menjadi empat formasi yaitu Formasi
Pegunungan Tigapuluh di tenggara dan Tinggian Asahan
Menggala, Formasi Bangko, Formasi Duri dan Formasi
di baratlaut (Suandhi, et al., 2013).
Bekasap dengan lingkungan pengendapan fluvial hingga
Secara tektonik, perkembangan Cekungan Sumatera
shallow marine sebagai ciri dimulainya fase transgresi di
Tengah menurut Yarmanto, et al., (1995) dibagi menjadi
Cekungan Sumatra Tengah. Lalu terendapkan secara
empat episode tektonik yaitu F0 Basement Deformation
selaras Formasi Telisa dengan litologi penyusun Formasi
(Pre Tertiary), F1 Rifting (Eosen – Oligosen), F2
ini didominasi oleh serpih dengan sisipan batulanau dan
(Wrench Tectonic) dan F3 (Compretion / Reactivation).
batugamping di beberapa tempat berumur berkisar N6 –
Proses pembentukan Cekungan Sumatera Tengah
N11. Kemudian terjadi pengendapan fase regresi air laut
bermula pada masa Pra Tersier (F0) dimana batuan
dengan diendapkan Formasi Petani pada kala Miosen
basement mengalami proses deformasi sehingga
Tengah hingga Plio -Plistosen dengan litologi dominan
membentuk struktur puncak antiformal dan synformal
terdiri dari serpih hijau keabuan dengan beberapa sisipan
dengan arah kelurusan WNW – ESE. Kemudian pada
batupasir dan batulanau. Proses sedimentasi di Cekungan
masa Eosen hingga Oligosen terjadi peningkatan
Sumatera Tengah berakhir dengan diendapkan Formasi
aktivitas tektonik berupa rifting (pemekaran) akibat gaya
Minas sebagai endapan kuarter dengan penyusun litologi
ekstensi yang membuat dasar cekungan membentuk pola
berupa gravel, pasir dan lempung serta diendapkan pada
half graben berarah N – S dan trend ± 30o (F1). Pada
lingkungan fluvial sampai darat (Mertosono & Nayoan,
masa Miosen Awal terjadi penurunan aktivitas tektonik
1974).
akibat rotasi gaya tektonik ke kanan (F2). Dampaknya
berupa inversi tektonik berupa pengangkatan dan erosi
subsekuen. Lalu pada periode F3 terjadi peningkatan
kembali aktivitas tektonik berupa gaya kompresi seiring
dengan pengendapan Formasi Telisa. Gaya kompresi
mengakibatkan struktur yang telah terbentuk sebelumnya
mengalami reaktivasi.
Analisis Diagenesis Batupasir Formasi Menggala Daerah Tanjung Pauh dan Sekitarnya
E. LP 7.1
Komposisi mineral pada sampel batupasir LP 7.1
terdiri dari kuarsa sebesar 75 % dan litik 25 % Gambar 8 pola persinggungan antar butir berupa
sehingga termasuk batupasir tipe sublitarenite concavo-convax contact
(Pettijohn, 1975). Nilai porositas dari sampel ini
sebesar 22,83 % sehingga dikatakan porositasnya REZIM DIAGENESIS
sangat baik (Koesoemadinata, 1980). (Gambar 7) Bedasarkan hasil pengamatan dari 6 sampel
Kenampakan petrografi dari LP 7.1 menunjukkan sebelumnya dapat ditarik rezim diagenesis yang
derajat sortasi moderate sorted . Proses diagenesis berkembang di daerah telitian. Rezim eogenesis
yang terjadi di LP 7.1 menunjukkan kompaksi antar merupakan rezim awal dari proses diagenesis dimana
butiran yang berdampak pada pembentukan porositas aktivitas post-depositional berlangsung dekat dengan
yang tidak saling terhubung sehingga membentuk permukaan. Ini terlihat pada LP 1.3 dimana belum
porositas tidak efektif. Selain itu pola persinggungan mengalami kompaksi dan tidak ada semen di antar
antar butiran membentuk pola suture contact (Gambar butiran sehingga membentuk porositas yang saling
7) terhubung. Kemudian seiring meningkatnya burial
depth, berkembanglah rezim diagenesis mesogenesis
dimana semakin intensifnya proses sementasi
menyebabkan terbentuknya pola persinggungan antar
butiran mulai dari concavo-convex contact hingga
suture contact. Selain itu mulainya proses sementasi
dengan semen penyusun berupa semen silikaan. Ini
terlihat pada LP 1.1, 2.5, 7.1 dan 12.2. Sedangkan
rezim telogenesis mengacu pada perubahan yang
dipengaruhi oleh proses yang terkait dengan
pengangkatan dan erosi. Biasanya akan membentuk
rekahan (fracturing) yang diisi oleh mineral lain. Ini
dapat dilihat pada LP 5.7 dimana ditemukan rekahan
Gambar 7 Pola persinggungan akibat kompaksi
yang diisi oleh oksida besi. (Gambar 9)
membentuk suture contact
F. LP 12.2
Pada LP 12.2, komposisi mineral penyusun
batupasir terdiri dari mineral kuarsa sebesar 75 %, litik
sebesar 20 % dan Hornblendle 5 % sehingga
bedasarkan klasifikasi Pettijohn (1975) termasuk tipe
sublitarkose dengan nilai porositas sebesar 25,75 %
sehingga mengacu pada klasifikasi dari
Koesoemadinata (1980) termasuk kategori istimewa.
Kenampakan petrografi dari sampel ini memiliki
derajat sortasi baik dengan porositas yang efektif Gambar 9 Rezim Diagenesis Batupasir daerah telitian
dilihat dari pori antar butiran yang saling terhubung. (Ali, et al., 2010)
M.F. Hafiddin, et.al
DAFTAR PUSTAKA