You are on page 1of 22

Kasus Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia

Sengketa Merek Dagang antara Avitex dan Envitex

Dosen
Dr. Mukti Fajar

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Business Law

Disusun Oleh:

Ade Zulfikar Abraham Ibal

1261002 REGULAR 61 A

Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Gadjah Mada

2013
Bab I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sengketa merek antara PT. Avia Avian selaku pemegang merek Avitex dengan PT.
Indaco Coating Industry sebagai pemegang merek Envitex tidak terlepas dari semakin
menggiurkannya bisnis cat di Indonesia. Menurut lembaga riset Frost dan Sullivan besarnya
nilai industri cat di Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan mencapai US$992 juta dengan
volume 637.750 metrik ton. Kemudian, di tahun 2010 mencapai US$1.1 Milyar dengan
volume mencapai 688.770 metrik ton. Pada tahun 2011 nilai industri cat telah mencapai
US$1.197 Milyar dengan volume 748.004 metrik ton. Dari data tersebut. Dapat diketahui
bisnis cat di Indonesia diperkirakan selalu tumbuh sebesar 8-10% per tahun bersamaan
dengan semakin tumbuh-suburnya bisnis properti di Indonesia.

Besarnya nilai industri cat tersebut membuat para produsen cat bersaing untuk
menikmati irisan kue industri cat sebesar-besarnya. Salah satu akibat adanya persaingan
dalam industri cat tersebut dapat tergambar dengan adanya sengketa merek antara merek
Avitex dengan Envitex yang terjadi pada Januari 2012 di Pengadilan Niaga di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. PT. Avia Avian sebagai pemilik merek Avitex menggugat Iwan
Andranacus, Direktur Utama PT Indaco Coating Industry sebagai pemegang merek Envitex.
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai gambaran singkat produsen cat yang bersengketa
tersebut sebagai berikut:

1. PT. AVIA AVIAN

PT. Avia Avian didirikan oleh Tan Tek Swie alias Soetikno Tanoko pada November
1978 yang merupakan satu-satunya produsen cat yang menerapkan sistem terintegrasi dalam
setiap tahap produksinya dan salah satu produsen cat terkemuka di Indonesia. PT. Avia
Avian memproduksi sejumlah merek cat yang dikenal luas, seperti Cat Kayu & Besi Avian
(cat berkualitas dari masa ke masa), Cat Tembok Avitex, Cat Tembok Aries (cat paling
ekonomis di Indonesia), serta Cat No Drop (cat pelapis anti bocor) serta produk cat tembok
premium Sunguard, Supersilk, dan No Odor yang menggunakan teknologi dari Lenkote
Paint Australia.

Visi PT. Avia Avian adalah menjadi pemimpin pasar di industri cat yang dicintai semua
orang. Visi ini didukung dengan misi PT. Avia Avian, yaitu dengan selalu meningkatkan
kualitas layanan dan inovasi yang berbasis kepada kepuasan pelanggan. Komitmen PT. Avia
Avian telah dibuktikan dengan beraneka ragam penghargaan yang telah kami raih selama ini,
diantaranya: Superbrands (periode 2010 - 2012) dan Top Brands (periode 2005 - 2012).

Saat ini PT. Avia Avian memiliki tiga pabrik cat di Sidoarjo, Serang, dan Medan
dengan kapasitas total produksi sebesar 150.000.000 kg per tahun. PT. Avia Avian memiliki
berbagai merk kuat yang didukung oleh pengembangan jaringan distribusi melalui lebih 55
kantor cabang dan distributor yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan strategi marketing
yang cerdas dan jitu, setiap tahun PT. Avia Avian selalu mendapatkan pertumbuhan market
share di industri cat di Indonesia.

2. PT. INDACO COATING INDUSTRY

PT Indaco berdiri pada awalnya di Jakarta kemudian berpindah ke Solo pada tahun
2005 dan mampu memproduksi lebih dari 1000 metrik ton cat per bulan. PT Indaco berawal
pada bisnis di bidang otomotif dan cat sintetik alkid serta cat anti-karat untuk industri logam
berat. Dalam perkembangan selanjutnya, PT Indaco mencoba berproduksi cat dekoratif
berbahan dasar air yang sedang populer di Indonesia. Saat ini PT Indaco hanya berfokus
pada usaha untuk mengembangkan cat dekoratif berbahan dasar air dan pelarut organik.

Produk yang dipasarkan oleh PT Indaco adalah cat dekoratif dengan merek Belazo dan
Envitex dan Cat Sintetik dengan merek Envilux. Sedangkan keunggulan yang ditawarkan
oleh PT Indaco atas produknya adalah penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan dan
tidak menggunakan bahan yang mengandung logam berat serta menjaga mutu sesuai standar
internasional dengan sistem manajemen mutu yang konsisten, terarah, terpadu dan
berkesinambungan.

SENGKETA MEREK

Sengketa merek Avitex dan Envitex berawal karena kedua merek tersebut memiliki
persamaan suara yang membingungkan dan menyesatkan pembeli sehingga produsen cat
Avitex melayangkan gugatan terhadap cat merek Envitex. Avitex menilai Envitex
mendompleng reputasi Avitex yang telah terdaftar di Direktorat Hak dan Kekayaan
Intelektual (HKI) sejak 23 Februari 1984 dengan Sertifikat Merek No. Pendaftaran 1802777
atas nama Soetikno Tanoko untuk kelas barang 02 dengan uraian barang: cat-cat emulsi
(emulsion paint) yang diperpanjang beberapa kali dengan nomor pendaftaran terakhir
bernomor IDM 000257349 pada tanggal 5 Januari 2011. Avitex menganggap merek Envitex
memiliki itikad tidak baik dalam memasarkan produk cat mereka. Yaitu dengan cara
memasarkan merek Envitex yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Avitex
tanpa mengeluarkan biaya, tenaga dan pikiran untuk membangun mereknya sendiri.

Di sisi lain, PT. Indaco selaku tergugat I mendaftarkan cat bermerek Envitex pada 4
Oktober 2007 dengan Sertifikat merek No. pendaftaran IDM 000120630 yang memiliki
persamaan merek dengan Avitex. Avitex selaku Penggugat meminta majelis hakim untuk
membatalkan merek Envitex yang terdaftar sejak tahun 1984 di Ditjen HKI. Selain Envitex,
Avitex juga menggugat Kementerian Hukum dan HAM cq Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual cq Direktorat Merek.

Menurut penggugat, dengan adanya itikad tidak baik, tergugat telah melanggar UU No
15 Tahun 2001 tentang Merek terutama pasal 4 jo Pasal 68 ayat (1). Itikad tidak baik ini
didukung dengan beredarnya brosur di masyarakat yang membandingkan merek Envitex
dengan Avitex serta memberikan data perhitungan penggunaan cat tembok yang menyesatkan
masyarakat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, penggugat juga menyebutkan
bahwa merek Envitex memiliki kesamaan suara dengan merek Avitex. Pengucapan kata
Envitex memiliki persamaan dengan pengucapan kata Avitex. Terutama tentang penyebutan
“vitex” sebagai unsur menonjol antara merek Avitex dan Envitex sehingga telah
mengaburkan, membingungkan, serta menyesatkan masyarakat pemakai.

Pihak tergugat I Envitex beranggapan tidak pernah mendompleng merek milik


penggugat yang diklaim sebagai merek terkenal. Envitex yakin inovasi teknologi cat ramah
lingkungan yang menggunakan teknologi pengelolaan air dan tidak ada unsur kandungan zat
besi di dalamnya serta kemasan plastik yang secara konsisten dari awal tidak pernah meniru
produk cat lainnya. Envitex tidak terinspirasi oleh produk cat milik penggugat baik dari segi
bentuk kemasan cat yang diproduksi maupun persamaan warna kemasan. Berikut data
perbandingan antara dua merek yang bersengketa tersebut:

Kemasan
saat ini

Keunggulan Daya tutup yang terbaik Daya sebar luas (lebih luas dibanding
Tidak mudah pudar dg Cat Tembok dg harga selevel)
Mudah diaplikasikan Dapat dicuci
Cepat kering Dilengkapi anti jamur
Tanpa merkuri dan timbal Dengan aroma segar (Tanpa bahan
Anti jamur dan lumut kimia yg berbahaya - tidak menganggu
Tahan lama janin)
ENVITEX Cat Tembok RAMAH
LINGKUNGAN, tanpa bahan kimia yg
berbahaya sama sekali, sehingga aman
bagi manusia dan lingkungan.
Kemasan 1 kg, 5 kg dan 25 kg 1 kg, 5 kg dan 25 kg
Pendaftaran Didaftarkan pertama kali apda tahun Setfikat Merek No. Pendaftaran IDM
Merek 1984 dan diperpanjang beberapa kali 000120630 tanggal 4 oktober 2007
untuk yang terakhir kali dengan untuk merek ENVITEX uraian warna:
nomor pendaftaran merek dengan hitam putih kelas barang 02 cat air
nomor IDM 000257349 tanggal 5 dan cat minyak, dempul, plamur,
Januari 2011 dengan uaraian warna thiner.
hijau, hijau muda, putih kelas barang
02 dengan uraian barang segala
macam jenis cat dan hasil-hasil cat.
Perbandinga
n Kemasan
dan Katalog
Bab II

PERMASALAHAN

A. PERATURAN DOMESTIK MENGENAI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI


INDONESIA

 Sejarah Peraturan HKI di Indonesia

Peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840
yang diperkenalkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Pada saat itu, Pemerintah Belanda
mengeluarkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912). Indonesia
juga telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak
tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and Aristic Works
sejak tahun 1914.1
Pasca kemerdekaan, peraturan di atas ikut dirombak berdasarkan ketentuan peralihan
UUD 1945. Perubahan yang terjadi antara lain UU Hak Cipta dan UU peningggalan Belanda
tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan
dengan pemerintah Indonesia. Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan
UU No. 19 tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April
1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961.
Setelah Indonesia bergabung ke dalam WTO, Indonesia memiliki kewajiban untuk
mematuhi segala bentuk perjanjian yang telah disepakati. Sebagai bentuk kepatuhan negara
anggota terhadap perjanjian TRIPS, Indonesia juga melakukan pembentukan regulasi dalam
Undang-Undangnya.Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act
Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang
mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan
TRIPS) melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.
Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of
Artisticand Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra)
melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property
OrganizationCopyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO), selanjutnya disebut WCT,
melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997. Saat ini, Indonesia telah memiliki
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 yang disebut Undang-undang Hak Cipta.

1
Sejarah Trips di Indonesia. Dalam <http://www.dgip.go.id/tentang-kami/sekilas-sejarah>. Diakses tanggal 28
April 2013.
Walaupun perubahan itu telah memuat beberapa penyesuaian pasal yang sesuai
dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan untuk memberi
perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk
memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan
budaya tersebut di atas. Dari beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang
disebut di atas, masih terdapat beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya dimanfaatkan.
Selain itu, pemerintah Indonesia perlu menegaskan dan memilah kedudukan Hak
Cipta di satu pihak dan Hak Terkait di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan
bagi karya intelektual yang bersangkutan secara lebih jelas. Hal ini penting karena kekayaan
seni dan budaya, serta pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia
memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang
sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional.

 Hak Cipta
Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights).
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk Hak
Terkait. Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang
tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak
Terkait telah dialihkan.
Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta
harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan
yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat
dilihat, dibaca, atau didengar. Undang-undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara
lain, mengenai:
1. Database merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi;
2. Penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media
internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media
audio, media audio visual dan/atau sarana telekomunikasi;
3. Penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian
sengketa;
4. Penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi
Pemegang hak;
5. Batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di
Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung;
6. Pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi;
7. Pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk
yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi;
8. Ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait;
9. Ancaman pidana dan denda minimal;
10. Ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk
kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.

 UU mengenai Merek
Undang-undang mengenai hak cipta diatur pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
Beberapa UU yang membahas tentang Hak Cipta :

Pasal 1 Ketentuan Umum

Pasal 6 ayat (1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut:

1. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik


pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
2. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang
sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
3. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-
geografis yang sudah dikenal.

Pasal 29

(1) Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan Permohonan yang berkaitan
dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6.

(2) Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh Pemohon atau Kuasanya kepada
Komisi Banding merek dengan tembusan yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal
dengan dikenai biaya.

(3) Permohonan banding diajukan dengan menguraikan secara lengkap keberatan serta
alasan terhadap penolakan Permohonan sebagai hasil pemeriksaan substantif.
(4) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus tidak merupakan perbaikan atau
penyempurnaan atas Permohonan yang ditolak.

Pasal 30

(1) Permohonan banding diajukan paling lama dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak
tanggal surat pemberitahuan penolakan Permohonan.

(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat tanpa adanya
permohonan banding, penolakan Permohonan dianggap diterima oleh Pemohon.

(3) Dalam hal penolakan Permohonan telah dianggap diterima sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkan penolakan itu.

Pasal 31

(1) Keputusan Komisi Banding merek diberikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan
terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan banding.

(2) Dalam hal Komisi Banding merek mengabulkan permohonan banding, Direktorat
Jenderal melaksanakan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, kecuali
terhadap Permohonan yang telah diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

(3) Dalam hal Komisi Banding merek menolak permohonan banding, Pemohon atau
Kuasanya dapat mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding
kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal
diterimanya keputusan penolakan tersebut.

(4) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hanya
dapat diajukan kasasi.

Pasal 64

(1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 hanya dapat
diajukan kasasi.
(2) Isi putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera disampaikan oleh
panitera pengadilan yang bersangkutan kepada Direktorat Jenderal setelah tanggal putusan
diucapkan.

(3) Direktorat Jenderal melaksanakan penghapusan merek yang bersangkutan dari Daftar
Umum merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi merek apabila putusan badan
peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah diterima dan mempunyai kekuatan
hukum tetap.

Pasal 68

(1) Gugatan pembatalan pendaftaran merek dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan
berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6.

(2) Pemilik merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) setelah mengajukan Permohonan kepada Direktorat Jenderal.

(3) Gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan
Niaga.

(4) Dalam hal penggugat atau tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik
Indonesia, gugatan diajukan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta.

Pasal 76

(1) Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa
hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:

1. gugatan ganti rugi, dan/atau


2. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.

(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.
Pasal 77

Gugatan atas pelanggaran merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dapat diajukan oleh
penerima Lisensi Merek terdaftar baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan pemilik
merek yang bersangkutan.

Pasal 78

(1) Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, atas
permohonan pemilik merek atau penerima Lisensi selaku penggugat, hakim dapat
memerintahkan tergugat untuk menghentikan produksi, peredaran dan/atau perdagangan
barang atau jasa yang menggunakan merek tersebut secara tanpa hak.

(2) Dalam hal tergugat dituntut juga menyerahkan barang yang menggunakan merek secara
tanpa hak, hakim dapat memerintahkan bahwa penyerahan barang atau nilai barang tersebut
dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Ketentuan mengenai Merek

 Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda
dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. (Pasal 1 ayat [1] UU
Merek)
 Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada
pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis
yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00. (Pasal
91 UU Merek )
Secara yuridis, kriteria merek terkenal diatur dalam pasal 6 ayat (1) huruf b, yaitu :

(1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut:

b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik

pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan jasa sejenis
 Pemakaian Merek berfungsi untuk :
1. Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang
lain atau badan hukum lainnya;
2. Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan
menyebut mereknya;
3. Sebagai jaminan atas mutu barangnya;
4. Menunjukan asal barang/jasa dihasilkan.

 Fungsi Pendaftaran Merek


1. Sebagai alat bukti sebagai pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan;
2. Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama pada
pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenisnya.
3. Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama
keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenisnya.
 Merek Yang Tidak Dapat Didaftar
Merek yang tidak dapat didaftarkan karena merek tersebut :
1. Didaftar oleh pemohon yang beritikad tidak baik;
2. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas
keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum;
3. Tidak memiliki daya pembeda
4. Telah menjadi milik umum; atau
5. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan
pendaftarannya.
 Hal yang menyebab suatu permohonan merek harus ditolak oleh Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik
pihak lain yang sudah terdaftar lebih dulu untuk barang dan/jasa yang sejenis;
b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya pada pokoknya atau
keseluruhan dengan merek yang sudah terkenal memiliki pihak lain untuk barang
dan/jasa sejenis;
c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang
sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/jasa yang tidak sejenis sepanjang
memenuhi persyaratan tertentu yang diterapkan dengan peraturan pemerintah;
d. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi
geografis yang sudah dikenal;
e. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto atau nama badan hukum
yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
f. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang,
atau symbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali
atas persetujuan tertulis pihak yang berwenang;
g. Merupakan tiruan atau mnyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang
digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis
pihak yang berwenang.
 Penghapusan Merek Terdaftar
Merek terdaftar dapat dihapuskan karena 4 (empat) kemungkinan yaitu :
1. Atas prakarsa Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual;
2. Atas permohonan dari pemilik merek yang bersangkutan;
3. Atas putusan pengadilan berdasarkan gugatan penghapusan;
4. Tidak diperpanjang jangka waktu pendaftaran mereknya.
 Legitimasi UU tentang Merek dalam kasus Avitex dan Envitex
Produsen cat Avitex melayangkan gugatan terhadap cat merek Envitex. Avitex
menilai Envitex mendompleng reputasi Avitex yang telah terdaftar di Direktorat
Hak dan Kekayaan Intelektual (HKI) sejak 23 Februari 1984.
Avitex menyebut Envitex memiliki itikad tidak baik dalam memasarkan
produk cat mereka, karena memasarkan cat mereka yang memiliki persamaan pada
pokoknya dengan Avitex tanpa mengeluarkan biaya, tenaga dan pikiran untuk
membangun mereknya sendiri.
Avitex meminta majelis hakim untuk membatalkan merek Envitex yang
terdaftar sejak tahun 2005 di Ditjen HKI. Selain itu, Avitex juga menggugat
Kementerian Hukum dan HAM cq Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual cq
Direktorat Merek.
Avitex menyebutkan bahwa merek Envitek telah melanggar UU No 15 Tahun
2001. Itikad tidak baik ini didukung dengan beredarnya brosur di masyarakat yang
membandingkan merek Envitex dengan Avitex serta memberikan data perhitungan
penggunaan cat tembok yang bisa menyesatkan masyarakat dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
Selain itu Avitex juga menyebutkan bahwa Envitex memiliki kesamaan suara
dengan Avitex. Pengucapan kata Envitex memiliki persamaan dengan pengucapan
kata Avitex. Terutama dengan penyebutan “vitex; sebagai unsur yang menonjol antara
merek Avitex dan Envitex sehingga mengaburkan, membingungkan serta
menyesatkan masyarakat pemakai.
Menanggapi gugatan dari pihak Avitex, dari pihak Envitex mengatakan bahwa
merek mereka bukanlah mendompleng merek Avitex. Envitex merupakan singkatan
dari ‘Enviromentaly Friendly Latex Paint’ yaitu pro pada kesehatan masyarakat
karena ramah lingkungan dan mempunyai segment harga yang lebih mahal. Merek
envi dari Envitex dan avi dari Avitex sangat jauh berbeda dan tex adalah domain
umum berasal dari ahkiran latex yang menjadi bahan dari cat.
Pihak Envitex pun menjelaskan bahwa tuduhan atas Avitex yang
mengatasnamakan itikad tidak baik sehingga melanggar Pasal 4 UU No 15 Tahun
2001 tentang merek tidak tepat. Pasalnya, Envitex sebagai tergugat I memiliki itikad
baik karena tidak meniru nama merek Avitex dan tidak mempunyai persamaan pada
pokoknya dengan merek Avitex serta lukisan atas nama penggugat. Bahkan, Envitex
menilai keberhasilan yang dicapai merek Envitex kini karena pihaknya gencar
melakukan promosi dengan mengeluarkan biaya besar sebagai produk cat dengan
kualitas dan ciri tersendiri.
Bab III

PEMBAHASAN

Dalam kasus gugatan merek cat AVITEX dan ENVITEX, dapat dilihat bahwa AVITEX
menklaim bahwa ENVITEX dengan dilandasi itikad tidak baik (bad faith) membonceng
reputasi merek AVITEX guna memperoleh keuntungan yang lebih besar secara pribadi
dengan cara memasarkan merek ENVITEX yang nota bene mempunyai persamaan pada
pokoknya dengan merek AVITEX seperti:

 Pengucapan kata Envitex memiliki persamaan dengan pengucapan kata Avitex.


Terutama tentang penyebutan ‘vitex; sebagai unsur menonjol antara merek Avitex dan
Envitex sehingga telah mengaburkan, membingungkan, serta menyesatkan
masyarakat pemakai.
 Persamaan lukisan kemasan merek ENVITEX dengan AVITEX
Namun hal ini, disanggah oleh pihak Envitex yang menilai bahwa :

 Pendaftaran pada 2005 merek Envitex tidak untuk meniru merek Avitex.
 Envitex merupakan singkatan dari ‘Enviromentaly Friendly Latex Paint’ yaitu pro
pada kesehatan masyarakat karena ramah lingkungan dan mempunyai segment harga
yang lebih mahal
 Akhiran “tex” merupakan hal yang sangat umum digunakan pada nama produk cat di
Indonesia. Sehingga, adalah hal yang tidak relevan jika alasan ini dijadikan poin
gugatan

Dasar Hukum

Gugatan yang diajukan oleh AVITEX (Penggugat) kepada ENVITEX (Tergugat I) dan
Direktorat Jenderal Merek (Tergugat II) merujuk pada UU No.15 Tahun 2001 tentang merek
yang berhubungan dengan pasal-pasal diantaranya:

1. Pasal 3
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek
yang lain untuk menggunakanya

Dalam hal ini pihak AVITEX merasa bahwa hak-hak eksklusif yang dimiliki telah
ditunggangi oleh pihak ENVITEX dengan membuat produk cat yang menyerupai.
2. Pasal 4
Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang
beritikad tidak baik.

AVITEX menganggap ENVITEX mempunyai iktikad tidak baik ketika mengajukan


permohonan pendaftaran mereknya dikarenakan adanya unsur ingin merebut pasar secara
tidak fair.

3. Pasal 5
Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah
ini:

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas,agama,


kesusilaan, atau ketertiban umum;
b. Tidak memiliki daya pembeda;
c. Telah menjadi milik umum; atau
d.Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan
pendaftarannya.
Keterkaitan pihak gugatan AVITEX pada pasal ini adalah bertentangan dengan peraturan
perundang-udangan yang berlaku seperti yang digugatkan pada pasal-pasal lain dan
minimnya unsur pembeda antara produk ENVITEX dan AVITEX

4. Pasal 6 ayat (1) Huruf a:


Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh
adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain yang
dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara
penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur atau pun persamaan bunyi ucapan yang
terdapat dalam merek-merek tersebut

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa produk cat ENVITEX dengan berbagai
kemiripanya dengan AVITEX akan menimbulkan kesan adanya persamaan baik bentuk
maupun persamaan bunyi.

5. Pasal 69 ayat (2)


Gugatan pembatalan dapat diajukantan batas waktu, apabila merek yang bersangkutan
bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum
Pihak AVITEX menuntut adanya pembatalan merek ENVITEX kepada Direktorat Merek
karena dianggap telah memberikan banyak kerugian secara materiil maupun immaterial bagi
AVITEX.

Sebagai perwujudanya, maka pihak AVITEX mengajukan gugatan-gugatan sesuai dengan


pasal-pasal diatas yaitu antara lain

1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya.


2. Menyatakan bahwa Penggugat adalah pemilik satu-satunya.
3. Pendaftar dan pemakai pertama di Indonesia dari merek AVITEX, karenanya
mempunyai hak eksklusif, hak tunggal dan khusus untuk memakai merek AVITEX
tersebut di Indonesia.
4. Menyatakan bahwa merek ENVITEX Tergugat I Sertifikat Merek No. Pendaftaran IDM
000120630 memiliki Persamaan Pada Pokoknya dengan merek Penggugat, AVITEX
Menyatakan Tergugat I adalah pihak yang beritikad tidak baik dalam pendaftaran merek
ENVITEX.
5. Menyatakan batal atau setidak-tidaknya membatalkan pendaftaran merek ENVITEX
Sertifikat Merek No. Pendaftaran IDM 000120630 dalam Daftar Umum Merek atas
nama Tergugat I dengan segala akibat hukumnya dan tidak mempunyai kekuatan
perlindungan hukum.
6. Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati keputusan ini dengan membatalkan Sertifikat
Merek No. Pendaftaran IDM 000120630 dari Daftar Umum Merek dan mencabut
sertifikat merek tersebut.
7. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu, meskipun terhadap putusan ini
dimohonkan atau diajukan suatu upaya hukum.
8. MenghukumTergugat I untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini.

Menaggapi gugatan yang diajukan oleh AVITEX maka, pihak ENVITEX pun mengajukan
eksepsi antara lain:

Gugatan Penggugat Kabur (obscuur libel)

1. Bahwa gugatan Penggugat yang mendalilkan tentang pendaftaran


hak cipta untuk seni lukis kemasan kaleng cat AVITEX Pendaftaran Ciptaan No. 015391
sebagaimana terdapat pada Petitum butir 7 gugatan adalah tidak relevan dalam perkara a
quo. Walaupun Penggugat memiliki pendaftaran hak cipta atas kemasan kaleng cat
AVITEX namun dalil hak cipta tersebut sangat mengada-ada dan jelas tidak dapat
digabungkan ataupun digunakan dalam perkara merek yang tunduk pada Undang-undang
yang berbeda

2. Bahwa dengan dimasukkannya Bukti P-27 pada gugatan, yaitu Pendaftaran Ciptaan No.
015391 untuk seni lukis kemasan kaleng cat AVITEX sebagai salah satu dasar dalam
suatu perkara merek bukan hanya tidak relevan, namun jelas menunjukkan bahwa
Penggugat kebingungan dan tidak jelas dalam mengajukan gugatannya

3. Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Tergugat I memohon kiranya Majelis


Hakim dalam perkara a quo berkenan untuk menolak seluruh dalil-dalil gugatan
Penggugat atau setidak- tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima
karena gugatan Penggugat yang kabur

Kemudian, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya telah
menjatuhkan putusan, yaitu putusan No. 103/Merek/2011/PN. Niaga. Jkt. Pst., tanggal 24
April 2012 yaitu menolak eksepsi pihak ENVITEX, dalam pokok perkara :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian


2. Menyatakan Penggugat adalah pemilik satu-satunya, pendaftar dan pemakai pertama di
Indonesia dari merek AVITEX, karenanya mempunyai hak eksklusif, hak tunggal dan
khusus untuk memakai merek AVITEX tersebut di Indonesia
3. Menyatakan Tergugat I adalah pihak yang beritikad tidak baik dalam pengajuan
pendaftaran merek ENVITEX
4. Membatalkan pendaftaran merek ENVITEX, Sertifikat Merek No. Pendaftaran IDM
000120630 dalam Daftar Umum Merek atas nama Tergugat I dengan segala akibat
hukumnya
5. Memerintahkan Tergugat II untuk menaati putusan ini dengan membatalkan pendaftaran
merek ENVITEX, Sertifikat Merek No. Pendaftaran IDM 000120630 dalam Daftar Umum
Merek dan melakukan pencoretan dari Daftar Umum Merek
6. Membebankan biaya perkara kepada Tergugat I yang hingga kini ditetapkan sebesar Rp
866.000,00 (delapanratusenampuluhenamribu Rupiah)
7. Menolak gugatan yang lain dan selebihnya
Kasus yang terjadi antara PT Avia Avian yang mempunyai merk Avitex dengan PT
Indaco Coating Industry yang mempunyai merk Envitex sebenarnya telah disidangkan di
Pengadilan Niaga dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hasil putusan yang akhirnya
memenangkan gugatan dari Avitex,. Kasus ini menganggap bahwa Envitex selaku pihak
tergugat melakukan pendomplengan nama, dan dianggap mempunyai itikad tidak baik, dan
telah melanggar Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001. Tuduhan
atas Envitex ini juga dituangkan dalam Vice Yurisprudensi Putusan Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat Nomer 45 /Merek/2003/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 25 Agustus 2003 dimana tedapat
persamaan ejaan dalam merk Envitex dan Avitex. Ejaan kata dalam Envitex dianggap
menonjolkan bunyi yang sama seperti Avitex sehingga terkesan akan mengaburkan dan
membingungkan masyarakat. Namun, masalah juga timbul karena sebenarnya Envitex
merknya juga sudah didaftarkan di Direktorat Merk, Departemen Kehakiman dan HAM,
dalam Sertifikat Merek No.Pendaftaran IDM 000120630, sehingga dengan sertifikat itu
sebanarnya Envitex juga merupakan produk yang resmi. Oleh karena itu, hasil yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu membuat Enviatex tidak menerima, dan
melakukan kasasi di Mahkamah Agung. Melalui Surat Nomer 815 K/ PDT.SUS/2012
Mahkamah Agung menyampaikan putusannya terhadap sengketa merek ini.
 Proses Pengadilan Tingkat Kasasi
Pada pengadilan tingkat kasasi, pihak penggugat yaitu Avitex tetap pada pendiriannya
bahwa Envitex memang telah melakukan pelanggaran hak cipta merek, sesuai yang diatur
dalam UU Merek Nomer 15 tahun 2001. Berbagai bukti yang ditunjukkan oleh Avitex antara
lain berupa :
1. Keterangan bahwa penggugat, memiliki merek tesebut dan memiliki kualitas
yang cukup baik dan nama Avitex diambil dari nama perusahaannya yaitu
PT.Avia Avian, ( Bukti P1)
2. Penggugat telah banyak menerima penghargaan atas merek tesebut
3. Penggugat telah membuat merek yang dimilikinya dipercaya dan dikenal luas
oleh masyarakat ( Bukti P2 )
dan atas dasar itulah Penggugat yakin bahwa Envitex telah melakukan pelanggaran tersebut
dan bertujuan untuk itikad tidak baik. Menurut Pasal 6 ayat 3 Konvensi Paris yang
menyatakan bahwa “No time limit shall be fixed for seeking the cancellation of the mark
registered in bad faith” bisa disimpulkan bahwa walaupun Envitex mereknya sudah
didaftarkan makan jika terindikasi untuk itikad tidak baik maka harus dibatalkan status merek
tersebut, dan inipun sesuai dengan keinginan Penggugat. Menurut UU Nomer 15 tahun 2001
yang menganut azas “pirate non mutat dominium” maka Mahkamah Agung mengabulkan
semua tuntutan yang dilakukan oleh Penggugat.
Masalah kembali timbul, ketika pihak tergugat melakukan eksepsi atas putusan
Mahkamah Agung tersebut. Eksepsi ini dibuktikan dengan beberapa keterangan bahwa
semua gugatan yang dibuat oleh penggugat mengandung unsur obscuur libel atau gugatan
kabur. Dalam hal ini tergugat menganggap sangkaan yang dituduhkan tidak ada dasar
hukumnya, terutama tentang Avitex yang menganggap mereknya telah terkenal. Dalam
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia. No 426.PK/Pdt/1994 yang tertanggal
3 November 1995 disebutkan ciri-ciri merek itu telah terkenal yaitu merek tersebut telah
menembus batas-batas regional dan nasional, sehingga merek tersebut telah berwawasan
globalisasi. Atas dasar ini menurut Envitex, pihak penggugat tidak masuk kriteria terkenal.
Hal ini juga diperkuat dalam Pertemuan The Comitte of Expert on Well-Known Mark pada
tahun 1997 bahwa salah satu syarat merek terkenal adalah pemasaran dan peredearan produk
telah menjangkau luas ke seluruh dunia. Hal ini yang menjadi salah satu bukti bahwa tuduhan
Avitex terhadap Envitex tidak berasalan.
Dalam akhir kasasi ini, akhirnya Mahkamah Agung memenangkan pihak Penggugat
(Avitex) dengan pertimbangan bahwa merek ini telah didaftarkan terlebih dahulu yaitu pada
tahun 1984, sedangkan Envitex baru didafarkan pada tahun 2005. Dengan ini berarti memang
terdapat unsur tidak baik, dengan melakukan passing off atau pemboncengan pada merek
terkenal sehingga mempunyai unsur persaingan yang tidak sehat. Putusan ini dikeluarkan
pada tanggal 21 Janari 2013 dalam rapat Mahkamah Agung dan pihak tergugat yaitu Envitex
harus membayar administrasi di tingkat kasasi sebanyak 5 juta.
 Positioning
Melihat permasalahan antara kedua belah pihak mengenai adanya sengketa
merek ini sebenarnya terdapat beberapa pernyataan yang diajukan pihak penggugat
terhadap pihak tergugat. Pihak penggugat menjelaskan bahwa pihak tergugat
terindikasi melakukan passing off dengan mendonpleng merek milik penggugat.
Namun jika dianalisis lebih lanjut sebenarnya terdapat beberapa hal yang sebenanrnya
bisa menguatkan bahwa pihak tergugat tidak melakukan indikasi itu. Pertama, pihak
Envitex dianggap mendompleng merek Avitex yang terindikasi pada penyebutan
nama merek yaitu “ENVI-TEX dan AVI-TEX sehingga terkesan sama. Dari sisi
penyebutan nama, menurut kami tidak bisa dijadikan bahan untuk mengindikasi
bahwa ENVITEX melakukan passing off, merek Envitex sebenarnya merupakan
singkatan dari “Eviromental Friendly Latex Paint ‘ dan dari sini bisa diambil
kesimpulan tidak ada maksud untuk menyamakan dengan Avitex, sedangkankata
“TEX” karena memang bahan pembuatan cat yaitu “Latex” .
Kedua tentang eksepsi yang dilayangkan oleh Envitex bahwa terjadi gugatan
kabur dari pihak penggugat, harus dipertimbangkan. Berikut ini pertimbangan kami :
Pihak Penggugat ( Avitex ) Pihak Tergugat ( Envitex )
Mereknya memang didaftarkan terlebih Merek didaftarkan pada tahun 2005, dan
dahulu yaitu tahun 1984, namun ENVITEX yang mendaftarkan desain
penciptaan warna keemasan baru warna keemasan terlebih dahulu yaitu
didaftarkan pada tahun 2009 tahun 2006
Tidak memenuhi kriteria sebagai produk Eksepsi didukung oleh testimoni yang
dengan merek terkenal, seperti yang dikeluarkan Sdr.Bambang Joko Purwanto
penggugat sampaikan, hal ini didukung sebagai pedagang besi dan Sdr Ahmad
dalam kriteria yang dikeluarkan oleh Nur Zaini sebagai pemborong, bahwa
WIPO, Yurisprudensi Mahkamah Agung tidak ada kebingungan dalam
RI No 426.PK/Pdt/1994, dan pertemuan membedakan kedua merek tersebut.
“Exepert of Well Known-Mark” tahun
1997
Kesalahan dalam Judex Facti yang
menyebutkan adanya itikad tidak baik,
dan melanggar Pasal 4, UU Nomer 15
Tahun 2001 ( didukung testimoni )
Berdasar atas berbagai pertimbangan dalam tabel diatas, memang sebenarnya Envitex
tidak mempunyai indikasi yang dituduhkan oleh pihak penggugat. Persamaan itu semata-
mata merupakan bentuk ketidaksengajaan. Selain itu indikasi passing off juga tidak bisa
dibuktikan dengan kuat, karena dari Judic Facti yang diajukan oleh pihak penggugat, ternyata
tidak melanggar UU Nomer 15 tahun 2001 tentang Merek, Jadi gugatan kabur yang
dikeluarkan oleh piha tergugat kepada pihak penggugat, bisa dipertimbangkan oleh pihak
Mahkamah agung.
Bab IV
PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran

1. Keputusan Mahkamah Agung seharusnya memihak kepada Envitex, dikarenakan


tuduhan yang disampaikan Avitex kepada Envitex kabur ( obscuur libel )
2. Seharusnya peraturan perundangan tentang Merek perlu direvisi, karena masih banyak
yang belum jelas ketentuannya.
3. Pelaku bisnis jika ingin mengajukan permohonan Merek sebaiknya menggunakan
nama yang unik dan tidak memiliki persamaan dengan Merek yang sudah ada baik
dan tulisan maupun pengucapan.
Referensi:

Company Profile di akses dari http://avianbrands.onigi.com/page/63984/company-profile


pada tanggal 4 Mei 2013

Inilah nama-nama enguasa bisnis cat di Indonesia di akses dari http://www.berita-


bisnis.com/data-bisnis/759--inilah-nama-nama-penguasa-bisnis-cat-di-indonesia.html
pada tanggal 4 Mei 2013

Envitex Nilai Avitex Bingung Menggugat diakses dari


http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f18de55d40d0/envitex-nilai-avitex-
bingung-menggugat pada tanggal 4 Mei 2013

You might also like