You are on page 1of 4

Nama : Richard Karly Sihombing

NIM : 77.3091

Prodi : Theologi

M. Kuliah : SGU

RIWAYAT HIDUP AMBROSIUS

Ambrosius adalah salah seorang Bapa Gereja Barat (Latin) yang terkenal. Ia
adalah seorang cendekiawan, diplomat, dan orator yang bersemangat, yang memiliki
kepribadian yang tenang.

Ambrosius dilahirkan di Treves, daerah Rhein, pada tahun 340. Ayahnya


bernama Aurelius Ambrosius, seorang prefek di Gaul, Perancis Selatan (red: prefek
adalah bentuk otoritas rendah untuk suatu kawasan dalam Gereja Katolik Roma yang
dibentuk dalam wilayah misi dan di negara yang belum memiliki keuskupan). Sesudah
ayahnya meninggal, ibunya kembali ke Roma bersama dua orang saudaranya, yaitu
Marselina dan Satyrus. Ambrosius belajar ilmu hukum di Roma dan kemudian
membuka praktik sebagai pengacara bersama-sama abangnya, Satyrus, di Sirmium. Ia
dibesarkan dalam keluarga Kristen, namun ia merasa cukup menjadi anggota
katekumen dahulu. Baptisannya ditunda sesuai dengan kebiasaan pada masa itu.

Pada tahun 370, dia diangkat menjadi Gubernur Provinsi Italia Utara yang
wilayahnya meliputi daerah-daerah Liguria, Emilia, dan ibu kotanya, Milano. Di sana
terdapat seorang uskup yang bernama Auxentius. Tahun 373, Uskup Auxentius
meninggal. Umat harus memilih seorang uskup baru. Di kalangan umat tidak tercapai
suatu kesepakatan tentang siapakah yang mereka pilih untuk menjadi uskup mereka.
Pada suatu hari, di gereja terjadi kegaduhan besar dalam hal pemilihan uskup. Untuk
meredakan kegaduhan tersebut, Ambrosius dengan tergopoh-gopoh memasuki gereja.
Tiba-tiba seorang anak kecil berteriak dengan suara yang keras sekali, "Ambrosius,
uskup, Ambrosius, uskup," sehingga semua umat terkejut. Umat percaya bahwa Roh
Kuduslah yang berbicara lewat anak kecil tersebut sehingga mereka memilih Ambrosius
sebagai Uskup Milano secara aklamasi. Namun, Ambrosius tidak dipersiapkan untuk
memangku jabatan gereja yang kudus dan mulia tersebut, terlebih lagi ia belum
dibaptis. Persetujuan kaisar diperlukan agar ia dapat menjadi uskup. Kaisar
Valentinianus tidak berkeberatan, sehingga Ambrosius dapat ditahbiskan menjadi
Uskup Milano pada 7 Desember 374. Beberapa hari sebelum penahbisannya,
Ambrosius dibaptiskan. Ia melepaskan kemuliaan duniawinya.

Pada abad ke-4, Milano menjadi tempat kediaman kaisar-kaisar Romawi Barat.
Oleh karena itu, Ambrosius bukan hanya menjabat sebagai Uskup metropolitan Milano,
tetapi juga sebagai penasihat keluarga kaisar. Pengaruhnya dalam masalah-masalah
kegerejaan dan kekaisaran melebihi pengaruh Uskup Roma. Karya keuskupannya
berhubungan erat dengan tiga orang Kaisar Romawi. Ia berjuang dengan gigih untuk
memertahankan hak-hak dan kewibawaan gereja di hadapan kaisar. Tuntutannya
adalah agar kaisar menjadi pembela kepentingan gereja. Kaisar disebutnya sebagai
prajurit Kristus. Tahun 375, Kaisar Valentinianus meninggal dan diganti oleh anaknya,
Gratianus. Ambrosius memersembahkan dua karya teologis, yaitu "De Fide" (Mengenai
Iman) dan "De Spiritu Sancto" (Mengenai Roh Kudus), kepada Kaisar Valentinianus.

Kaisar Gratianus menolak gelar Pontifex Maximus pada tahun 383 dan
memerintahkan agar Altar Victoria dikeluarkan dari gedung senat Roma karena
pengaruh Ambrosius. Pemimpin-pemimpin agama Roma Kuno tidak senang dengan
tindakan sang kaisar. Di bawah pimpinan Quintus Aurelius Symmachus, seorang
pejabat tinggi dalam istana kaisar menyampaikan sebuah petisi kepada kaisar agar
Altar Victoria dikembalikan ke dalam gedung senat. Kaisar ragu-ragu dan nampaknya
akan mengabulkan permohonan tersebut. Ambrosius segera menulis surat kepada
kaisar agar kaisar menolak permohonan tersebut. Suratnya antara lain berbunyi:
"Semua orang yang hidup di bawah pemerintahan Roma melayani engkau. Engkau
adalah kaisar dan raja di atas dunia. Namun dirimu sendiri harus melayani Allah yang
Mahatinggi dan Imam Yang Kudus .... Saya heran bagaimana beberapa orang bisa
berpikir bahwa engkau akan memerbolehkan membangun kembali altar ilah-ilah kafir."
Gratianus dibunuh di Lyons pada tahun 383 oleh Magnus Maximus, komandan
tentara Romawi di Inggris. Untuk beberapa tahun, Maximus berkuasa di Gaul,
sedangkan Milano diperintah oleh Valentinianus II, adik Gratianus. Valentianus baru
berumur 12 tahun, sehingga roda pemerintahan dikuasai oleh ibunya, Yustina. Yustina
adalah seorang yang bersimpatik kepada golongan Arianisme. Golongan Arianisme
meminta kepadanya agar diberikan sebuah gedung gereja di pinggir kota. Sekali lagi,
Ambrosius campur tangan. Ia menasihatkan kaisar agar permintaan golongan
Arianisme ditolak. Pada tahun-tahun ini, Ambrosius juga berhubungan dengan
Augustinus. Augustinus bertobat dan dibaptiskan oleh Ambrosius di Milano pada tahun
387.

Maximus kemudian mengadakan penyerangan ke Italia. Yustina dan


Valentinianus melarikan diri dari Milano. Namun, Maximus dikalahkan oleh Theodosius
dan dibunuh pada tahun 388.

Ambrosius memunyai hubungan yang erat dengan Kaisar Theodosius. Sekalipun


demikian, ia tetap mengecam kebijakan-kebijakan politis Theodosius yang berlawanan
dengan kehendak Allah. Pada tahun 390, terjadi huru-hara di kota Tesalonika. Rakyat
membunuh panglima kota itu. Theodosius mengirim tentara ke Tesalonika dan
mengumpulkan penduduk di gelanggang seolah-olah untuk menonton pertunjukkan.
Tiba-tiba tentara membunuh mereka dengan membabi buta. Tujuh ribu orang yang
tidak berdosa terbunuh. Peristiwa ini didengar oleh Ambrosius. Ia menulis surat yang
keras kepada Kaisar Theodosius. Kaisar dituntut mengakui dosanya di hadapan umum.
Jika tidak, maka kaisar tidak diperkenankan mengikuti perjamuan Ekaristi. Jika kaisar
ke gereja, maka Ambrosius akan meninggalkan gereja. Dalam suratnya itu, Ambrosius
menulis antara lain sebagai berikut: "Bagaimana mungkin engkau memasuki gereja?
bagaimana mungkin engkau berdoa sementara tanganmu berlumuran dengan darah
pembunuhan? Bagaimana mungkin tanganmu yang demikian dapat menerima tubuh
Tuhan yang Mahakudus itu? Bagaimana mungkin engkau dapat meminum darah-Nya
yang Mahakudus itu? Janganlah menambah kejahatan di atas kejahatan."
Kemudian Ambrosius meminta kepada Theodosius untuk mengikuti contoh Daud
mengakui dosa perzinahannya. Pada akhirnya, Kaisar Theodosius tunduk kepada
tuntutan Uskup Ambrosius. Kaisar mengakui dosanya di hadapan umum. Sejak saat itu,
hubungan Theodosius dengan Ambrosius menjadi baik sekali. Theodosius menyatakan
bahwa baru sekarang ia menemukan seorang manusia yang menyatakan kepadanya
kebenaran, dan hanya Ambrosius yang layak menjadi uskup. Kaisar Theodosius
meninggal pada tahun 395 dalam tangan uskupnya, Ambrosius.

Dua tahun setelah meninggalnya Kaisar Theodosius, Ambrosius jatuh sakit.


Setelah ia menerima sakramen yang terakhir, maka pada 4 April 397, Ambrosius
menghembuskan napasnya yang terakhir. Jenazahnya dikuburkan dalam gereja yang
sekarang dikenal dengan nama Gereja St. Ambrogio di Milano.

Dalam bidang liturgi, Ambrosius dikenal dengan liturgi ciptaannya untuk jemaat
Milano. Liturgi itu bernama "Liturgia Ambrosius". Ambrosius juga dikenal sebagai
pencipta lagu-lagu. Lagu-lagunya dikenal dengan sebutan "lagu Ambrosian".

You might also like