You are on page 1of 9

31

Efektifitas Penatalaksanaan Proses Asuhan Gizi Terstandar terhadap


Perbaikan Asupan Pasien Sindrom Metabolik di RSUD Sidoarjo
Dian Handayani1, Pudji Astutik2, Yuni Nurwati3, Marselina Azalia Mahar4
1,2,3,4
Jl. Veteran, Ketawanggede, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur (65145),
No. Telp. 0341-567192, 569117, Fax: 0341-564755, Email: gizi.fk@ub.ac.id
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang

ABSTRACT
Nutrition service in hospital is a service provided in accordance with the patients’ condition
based on clinical conditions, nutritional status and metabolic status of the body. These services can
be achieved by providing nutritional care using the Nutrition Care Process (NCP) method.
Nutrition interventions are important to help healing process, maintaining and improving health
status of the patients. This study aims to determine the difference intake of the patients in the Lotus
Terpene Room II and Tulip I RSUD Sidoarjo before and after nutrition interventions. The design
of this study using descriptive observational study with 31 respondents taken by Purposive
Sampling. Data collection was done by anthropometry measurement, data from medical record
and recall 3x 24 hours. The results showed that 48% of respondents with metabolic syndrome aged
50 – 59 years and mostly with diabetes mellitus (61%), 45% of them had a good initial intake and
increased after nutrition intervention. The most common nutritional diagnosis is abnormal
laboratory values in blood sugar and blood fat profiles. The result of paired difference test showed
significant difference of p value 0,000 (p <0,05). Conclusion : 55% respondents increased their
intake in the end of observation. Nutrition intervention can improve the patients’ intake.

Keywords : initial intake, final intake, standardized nutrition care, metabolic syndrome

PENDAHULUAN memberikan asupan makanan sesuai kondisi


Pelayanan gizi di rumah sakit kesehatan pasien sehingga dapat
merupakan sebuah pelayanan yang mempercepat proses penyembuhan,
memerlukan kesesuaian dengan kondisi mempertahankan dan meningkatkan status
klinis, status gizi dan status metabolisme kesehatan (Kemenkes 2013).
tubuh pasien (Yunancy 2011). Pemberian Berdasarkan data Riskesdas 2013, di
proses asuhan gizi terstandar dimulai dengan Jawa Timur prevalensi penduduk Indonesia
proses skrining gizi, assessment, diagnosa yang mengalami diabetes sebesar 5.6%,
gizi, intervensi gizi serta monitoring dan hipertensi sebesar 21.5%, penyakit jantung
evaluasi. Intervensi gizi berupa penyuluhan sebesar 1.8%, gagal jantung sebesar 0.49%
atau edukasi gizi dan konseling gizi serta dan penyakit stroke 25.1%. Sebagian besar
pemberian diet yang bertujuan untuk prevalensi sindroma metabolik di Jawa Timur
32

berada di atas prevalensi nasional sehingga (pasien ICU, pasien kanker, pasien hamil dan
sangat diperlukan penatalaksanaan proses pasien non komplikasi).
asuhan gizi terstandar pada pasien sindroma Analisa statistik yang digunakan
metabolik terutama di rumah sakit. Seringkali adalah uji beda berpasangan dan data
pasien tersebut memiliki status kesehatan terdistribusi normal sehingga menggunakan
yang tidak kunjung membaik dilihat dari uji Paired T-Test. Analisis menggunakan
tingkat asupan harian. komputer dengan software Microsoft Excel,
Bersamaan dengan kegiatan praktik NutriSurvey dan SPSS.
lapangan profesi Dietisien di RSUD HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Sidoarjo, peneliti merasa penting Gambaran Distribusi Karakteristik
untuk melihat sejauh mana efektifitas Pasien di Ruang Rawat Inap Teratai II
penatalaksanaan proses asuhan gizi terstandar dan Tulip I
terhadap perbaikan asupan pasien sindroma Berdasarkan hasil pengambilan data,
metabolik khususnya di ruang Tulip I dan didapatkan 30 orang pasien sesuai kriteria
Teratai II. inklusi.
METODOLOGI
Tabel 1 Distribusi Karakteristik Pasien di
Penelitian ini dilakukan terhadap 31
Ruang Rawat Inap Teratai II dan Tulip I
pasien yang diambil sesuai kriteria inklusi
Karakteristik Pasien Total
dari 115 pasien di ruang rawat inap Teratai II N = 31 (%)
dan Tulip RSUD Sidoarjo periode 11-16 Usia
40-49 tahun 8 26
Desember 2017 dan 3-6 Januari 2018. Pasien 50-59 tahun 15 48
terpilih yang berisiko malnutrisi diambil 60-69 tahun 5 16
>70 tahun 3 10
berdasarkan hasil skrining gizi. Kriteria Jenis Kelamin
inklusi adalah pasien dengan usia 35-75 tahun Laki-laki 13 42
Perempuan 18 58
dengan diagnosa medis sindrom metabolik Diagnosa Medis
seperti penyakit jantung, stroke, diabetes Utama
Penyakit jantung 4 13
mellitus dan hipertensi serta masa rawat inap Stroke 5 16
minimal 2 hari. Kriteria eksklusi adalah Diabetes Mellitus 19 61
Hipertensi 3 10
pasien dengan masa rawat inap melebihi 1 Berdasarkan data Riskesdas tahun
minggu, pasien yang non-sindrom metabolik 2013, prevalensi penduduk Indonesia yang
menderita diabetes mellitus berusia 55-64
33

tahun. Selain itu, perempuan memiliki tingkat Tabel 3 Distribusi Diagnosa Gizi Pasien di
prevalensi yang lebih besar (5%) Ruang Rawat Inap Teratai II dan Tulip I
dibandingkan laki-laki (3,4%). Penelitian lain Total
Diagnosa Gizi
N = 31 (%)
yang dilakukan oleh Bantas et al (2012)
NI 2.1 Asupan 19 61
menunjukkan bahwa prevalensi SM lebih oral tidak adekuat
tinggi pada wanita (21,3%) daripada laki-laki NC 2.2 31 100
Perubahan nilai
(12,9%). laboratorium
Kejadian DM tipe II pada wanita lebih terkait gizi
NB 1.1 Kurang 23 74
tinggi daripada laki-laki karena wanita pengetahuan
memiliki peluang yang lebih besar untuk terkait makanan
dan zat gizi
mengalami peningkatan indeks masa tubuh Diagnosa gizi terbanyak yang dimiliki
hingga obesitas. Pasien DM tipe II dengan pasien, yaitu perubahan nilai laboratorium
obesitas memiliki kemungkinan besar terkait gizi (NC 2.2), kurang pengetahuan
mengalami sindrom metabolik (SM). (Putri, terkait makanan dan zat gizi (NB 1.1) dan
2013). asupan oral tidak adekuat (NI 2.1). Perubahan
Gambaran Distribusi Status Gizi Pasien di nilai laboratorium dapat dilihat dari data
Ruang Rawat Inap Teratai II dan Tulip I rekam medis yang menunjukkan pasien
Berikut sebaran data status gizi pasien memiliki ketidaknormalan kadar gula darah
yang telah memenuhi kriteria inklusi. atau profiL lipid.
Tabel 2 Distribusi Status Gizi Pasien di Penyebab terjadinya ketidaknormalan
Ruang Rawat Inap Teratai II dan Tulip I tersebut dikarenakan pasien belum
Status Gizi Pasien Total mengetahui informasi terkait makanan dan
N = 31 (%)
zat gizi terkait penyakit yang dialami
Underweight 11 36
Normal 15 48 (dibuktikan dengan penegakan diagnosa NB
Overweight 1 3
1.1). Penegakan diagnosa gizi tersebut
Obesitas 4 13
Gambaran Diagnosa Gizi Pasien di Ruang sebagai langkah awal dalam memberikan
Rawat Inap Teratai II dan Tulip I intervensi gizi kepada pasien.
Berikut sebaran data diagnosa gizi Gambaran Jenis Diet Pasien di Ruang
pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Rawat Inap Teratai II dan Tulip I
34

Berikut sebaran data jenis diet yang tinggi, atau telah menderita DM lebih dari
diberikan kepada pasien yang memenuhi lima belas tahun.
kriteria inklusi. Sedangkan diet DM B2 diberikan
Tabel 4 Distribusi Diet RS Pasien di Ruang untuk diabetisi dengan komplikasi nefropati
Rawat Inap Teratai II dan Tulip I diabetik yang belum menjalani cuci darah dan
Total DM RG untuk diabetisi dengan hipertensi.
Diet RS
N = 31 (%) Selain diet DM, diet lain yang diberikan
DJ 6 20
RG 3 9 kepada pasien, yaitu diet jantung, diet rendah
RPRG 1 3 garam, dan diet rendah protein rendah garam.
DM RG 1 3
DM B 16 52 Gambaran Asupan Awal dan Akhir Pasien
DM B2 4 13 di Ruang Rawat Inap Teratai II dan Tulip
*Catatan:
RPRG (Rendah Protein Rendah Garam) I
DM RG (Diabetes Mellitus Rendah Garam)
DM B (Diabetes Mellitus B untuk pasien DM dengan
Berikut gambaran asupan pasien awal
kadar kolesterol tinggi atau menderita DM lebih dari dan akhir monitoring yang memiliki tingkat
15 tahun )
DM B2 (Diabetes Mellitus B2 untuk pasien DM asupan good diet (>80% dari kebutuhan
dengan nefropati)
Intervensi yang diberikan berupa diet pasien), need improvement (50-80% dari
yang disesuaikan dengan kondisi kebutuhan pasien), dan poor diet (<50% dari
penyakitnya. Selain itu, ahli gizi ruangan juga kebutuhan pasien).
memberikan edukasi gizi sesuai kondisi Tabel 5 Distribusi Tingkat Asupan Awal
pasien dan diet yang akan diberikan sehingga Pasien di Ruang Rawat Inap Teratai II dan
pasien termotivasi untuk mengonsumsi Tulip I
makanan dari rumah sakit dan lebih Total Total
asupan asupan
memperhatikan makanan dari luar rumah Tingkat
awal akhir
Asupan
sakit. N = (%) N = (%)
31 31
Proporsi diet terbesar yaitu DM B *Good Diet 14 45% 31 100
sebanyak 52%. Pasien DM tipe II dengan atau *Need 17 55% 0 0
Improvement 0 0% 0 0
tanpa komplikasi diberikan diet khusus sesuai *Poor Diet
konsensus Tjokroprawiro (2012), yaitu DM B *Sumber : (Gibson 2005)
untuk diabetisi dengan kondisi ekonomi Keberhasilan pemberian diet tersebut
rendah dan sedang, memiliki kadar kolesterol dimonitor dengan melihat perbandingan
asupan awal dengan asupan akhir pasien.
35

Pada awal pengambilan data, sebanyak 55% Setelah mendapatkan edukasi, pasien
asupan pasien tergolong need improvement. dalam kondisi good diet meningkat menjadi
Pasien dengan kondisi good diet hanya 100%. Selain itu, tidak terdapat pasien yang
sebesar 45%. Hal ini disebabkan beberapa asupannya dalam kondisi poor diet.
faktor antara lain kondisi fisik/klinis Pemberian intervensi berupa konseling gizi
(penurunan nafsu makan) atau kondisi kepada pasien dapat meningkatkan asupan
makanan pada saat disajikan (suhu makanan energi dan protein dari makanan rumah sakit
atau cita rasa makanan). (Manning et al 2012).
Menurut Kozier et al. (2009), penurunan Adanya perubahan tingkat kecukupan
nafsu makan disebabkan oleh penyajian energi (TKE) dan tingkat kecukupan protein
makanan dari luar rumah sakit dimana (TKP) menunjukkan bahwa pelaksanaan
keluarga atau kerabat sering membawakan konseling gizi dapat memengaruhi praktik
makanan kesukaan pasien dari rumah atau makan pasien (Simanjuntak 2016).
membeli makanan kesukaan pasien dari luar. Pemberian konseling gizi oleh ahli gizi
Hal tersebut membuat pasien merasa kepada pasien dapat meningkatkan
kenyang, sehingga makanan dari rumah sakit pengetahuan dan sikap pasien sehingga dapat
banyak tersisa untuk dibuang (Enawati, meningkatkan praktik asupan makanan
2008). rumah sakit dan akhirnya mengalami
Selain penurunan nafsu makan, peningkatan pada tingkat kecukupan
perbedaan suhu juga akan memengaruhi energinya. Dukungan dari kenselor (ahli gizi)
perbedaan rasa yang timbul. Makanan yang dan juga keluarga akan meningkatkan rasa
terlalu panas disajikan atau terlalu dingin percaya diri pasien sehingga membantu
akan mengurangi sensitivitas saraf pengecap pasien dalam melaksanakan diet (Cornelia,
terhadap rasa sehingga berpengaruh terhadap 2011).
penerimaan pasien terhadap makanan yang Analisis Perbedaan Tingkat Asupan Awal
disajikan. Tekstur makanan dan aroma dan Akhir Pasien di Ruang Rawat Inap
makanan memiliki daya tarik kuat yang Teratai II dan Tulip I
membuat pasien ingin mengonsumsi Analisis perbedaan tingkat asupan awal dan
makanan dari rumah sakit (Kumboyono and akhir pasien di Ruang Rawat Inap Teratai II
Vina, 2013). dan Tulip I ditunjukkan pada Tabel 6 di
bawah ini.
36

Tabel 6 Hasil Analisis Perbedaan Tingkat menganjurkan pola makan yang sesuai
Asupan Awal dan Akhir Pasien di Ruang dengan kondisi pasien melalui edukasi gizi.
Rawat Inap Teratai II dan Tulip I KESIMPULAN DAN SARAN
Tingkat Tingkat Kesimpulan
Asupan Asupan
1. Sebanyak 48% pasien yang
Awal Akhir p-
n = 31 n =31 value mengalami sindrom metabolik di
Mean ± SD Mean ± RSUD Sidoarjo berusia 50-59 tahun
SD
Tingkat 80,26 ± 94,84 ± 0,000 dan 58% didominasi oleh perempuan.
Asupan 5,45 3,57 Diagnosa medis utama yang paling
(%)
sering muncul adalah diabetes
Berdasarkan hasil uji normalitas, mellitus sebanyak 61%.
dapat diketahui bahwa data terdisribusi 2. Sebanyak 48% pasien dengan
normal sehingga menggunakan uji beda sindroma metabolik berada pada
paired t-test untuk mengetahui perbedaan kondisi status gizi normal. Diagnosa
tingkat asupan awal dan tingkat asupan akhir gizi yang paling sering muncul adalah
pasien. Tabel 6 menunjukkan bahwa mean NC 2.2 pada semua pasien karena
prosentase tingkat asupan awal sebesar nilai laboratorium yang tidak normal
80,26% sedangkan tingkat asupan akhir pada gula darah maupun profil lemak
94,84% menunjukkan kecenderungan tingkat darah.
asupan akhir lebih tinggi daripada tingkat 3. Sebanyak 52% diet RS yang paling
asupan awal. Hasil uji beda p=0,000 sering muncul adalah diet DM B yang
menunjukkan ada perbedaan tingkat asupan sesuai untuk pasien yang sudah lama
awal dan tingkat asupan akhir pada pasien di menderita diabetes (>15 tahun).
Ruang Rawat Inap Teratai II dan Tulip I 4. Sebanyak 55% tingkat asupan awal
(p<0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian pasien berada dalam kondisi need
Vynna tahun 2009 bahwa adanya perbedaan improvement dan meningkat di akhir
asupan makan pasien awal dan akhir pengamatan menjadi good diet yaitu
menunjukkan peningkatan yang signifikan sebanyak 100% dari kebutuhan
dan dipengaruhi oleh komunikasi tenaga gizi pasien.
dalam mengubah kebiasaan makan dan
37

Saran The Journal of Clinical Endocrinology


and Metabolism; 88 : 2404 – 11
Penelitian ini masih belum dapat
Cornelia et al. 2011. Penuntun Konseling
menampilkan semua hasil pengkajian gizi Gizi. Jakarta (ID) : PT Abadi
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik
karena keterbatasan data di lapangan
Indonesia. 2006. Buku Pedoman
sehingga diharapkan kepada mahasiswa Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Dirjen
Pelayanan Medik. Jakarta (ID) :
profesi selanjutnya agar dapat melanjutkan
Direktorat Rumah Sakit Khusus Swasta
penelitian deskriptif observasional dengan __________. 2007. Pedoman
Penyelenggaraan Makanan Rumah
data assessment yang lebih lengkap meliputi
Sakit. Jakarta (ID) : Direktorat Jenderal
antropometri (berat badan pada saat masuk Bina Pelayanan Medik, Departemen
Kesehatan
dan keluar rumah sakit), biokimia, fisik /
Dwipayana MP, Suastika K, Saraswati IMR,
klinis, riwayat asupan dan riwayat personal. Gotera W, Budhiarta AAG, Sutanegara
et al. 2011. Prevalensi sindroma
Daftar Pustaka
metabolik pada populasi penduduk
Almatsier S. 2010. Penuntun Diet. Jakarta Bali, Indonesia. J Peny Dalam; 12: 1 –
(ID) : PT Gramedia Pustaka Utama 5
[AsDI] Asosiasi Dietisien Indonesia. 2011. Ernawati D. 2008. Efektivitas penyuluhan
Pengembangan konsep nutrition care gizi terhadap tingkat pengetahuan
process (NCP), proses asuhan gizi pasien post operasi di ruang Flamboyan
terstandar (PAGT). Persagi dan AsDI RSU USD Gambiran Kediri. Wahana
AsDI & Persagi. 2011. Pengembangan ;51(2)
konsep nutrition care process (NCP) Furukawa S, Fujita T, Shimabukuro M. 2004.
Proses asuhan gizi terstandar (PAGT). Increased oxidative stress in obesity
Bantas K, Yosef HK, Moelyono B. 2012. and its impact on metabolic syndrome.
Perbedaan gender pada kejadian J Clin Invest; 114 : 1752 – 61
sindrom metabolik pada penduduk Handayani, V. B. 2009. Gambaran Asupan
perkotaan di Indonesia; Jurnal Zat Gizi Makro dan Status Gizi pada
Kesehatan Masyarakat Nasional; 7(5) : Penderita Tuberkulosis Paru Rawat
219 – 226 Inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Baty F, Putora PM, Isenring B, Blum T, Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Brutsche M. 2013. Comorbidities and Universitas Muhammadiyah Surakarta.
burden of COPD : a population based
case-control study. Plus One; 8(5) : 1 – Ida Bagus Wayan Kardika, Sianny Herawati,
9 I. W. P. S. Y. (2015). Preanalitik Dan
Budiman, Sihombing R, Pradina P. 2015. Interpretasi Glukosa Darah Untuk
Hubungan dislipidemia, hipertensi dan Diagnosis Diabetes Melitus. Bagian
diabetes melitus dengan kejadian infark Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
miokard akut. Jurnal Kesehatan Universitas Udayana Rumah Sakit
Masyarakat; 10(1) : 32 – 37 Umum Pusat Sanglah, 1, 1689–1699.
Carr MC. 2003. The emergence of the https://doi.org/10.1017/CBO978110741
metabolic syndrome with menopause. 5324.004
38

Indrarti M. 2005. Terapi gizi medis sebagai Magdalena, Mahpolah, Yusuf, A. (2014).
model dalam asuhan gizi. Naskah Faktor-faktor yang berhubungan
lengkap Short Course Asuhan Gizi dengan sindrom metabolik pada
Rumah Sakit Program Studi IKM FK- penderita rawat jalan di rsud ulin
UGM. Yogyakarta (ID) : Indonesia banjarmasin, 5(2), 1–6.
Kamso S. 2007. Metabolic syndrome in the Meerschaet CM. 2007. A good-bye SOAP,
Indonesian elderly among US adults: Hello PESS-Nutrition diagnosis and
findings from the third national health the new process for nutritional care.
and nutrition examinating survey. Today’s Dietitian; 9(1) : 46
JAMA; 287 (3) : 356 – 9 Morris SF, Wylie-Rosett J. 2010. Medical
[Kemenkes] Kementrian Kesehatan Republik nutrition therapy: A key to diabetes
Indonesia. 2013. Pedoman Pelayanan management and prevention. Clinical
Gizi Rumah Sakit. Jakarta (ID) : Diabetes; 28 : 1 – 18
Kementrian Kesehatan RI Mutmainah. 2008. Daya Terima Makanan
__________. 2013. Riset Kesehatan Dasar. dan Tingkat Konsumsi Energi-Protein
Jakarta (ID) : Badan Penelitian dan Pasien Rawat Inap Penderita Penyakit
Pengembangan Kesehatan Dalam di Rumah Sakit Dr. H Marzoeki
Kementerian Kesehatan Republik Mahdi. Jurnal Gizi dan Pangan. 3(1),
Indonesia 22-39.
__________. 2014. Pedoman Proses Asuhan Putri AES. 2013. Hubungan obesitas dengan
Gizi Terstandar (PAGT). Jakarta (ID) : kadar HbA1c pasien diabetes mellitus
Kemenkes RI 2014 tipe II di laboratorium patologi klinik
Kozier et al. 2009. Buku Ajar Praktik Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta Moeloek Provinsi Lampung. [skripsi].
(ID) : Penerbit EGC Bandar Lampung (ID) : Fakultas
Kumboyono and Vina. 2013. Indikator Kedokteran Unila
pemenugan kebutuhan nutrisi oleh Rennie KL. 2003. Association of the
pasien rawat inap rumah sakit tentara metabolic syndrome with both vigrous
dr. Soepraoen Malang. Jurnal Ners; and moderate physical activity.
8(2) : 183 – 189 International Journal of Epidemiology;
Lara-Castro C, Fu Y, Chung BH, Garvey 32 : 600 – 6
WT. 2007. Adiponectin and the Schueren MA, Roosemalen MM, Weijs PJ,
metabolic syndrome: mechanism Langius JA (2012). High Waste
mediating risk for metabolic and Contributes to Low Food Intake in
cardiovascular disease. Curr Opin Hospitalized Patients. Nutritional in
Lipidol; 18 (3) : 263 – 70 Clinical Practice, XX(X), 1-7
Ida Bagus Wayan Kardika, Sianny Herawati, Soewondo P and Saksono D. 2004. Sindrom
I. W. P. S. Y. (2015). Preanalitik Dan metabolik dalam endokrinologi Klinik
Interpretasi Glukosa Darah Untuk V. Editor : Sri Hartini KS Kariadi dan
Diagnosis Diabetes Melitus. Bagian Johan S Mansjhur. Bandung (ID):
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
Universitas Udayana Rumah Sakit Cabang Bandung
Umum Pusat Sanglah, 1, 1689–1699. Sumapradja, Gutawa M, Fayakun YL,
https://doi.org/10.1017/CBO97811074 Widyastuti D. 2009. Proses asuhan gizi
15324.004 terstandar. Bandung (ID) : Persatuan
39

Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) dan diet nasi yang disajikan berpengaruh
Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI) terhadap tingkat kepuasan pasien VIP
Tjokroprawiro A. 2012. Garis besar pola di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara.
makan dan pola hidup sebagai Jurnal Gizi Klinik Indonesia; 7 (3)
pendukung terapi diabetes mellitus. Yunita, Asdie AH, Susetyowati. 2013.
Surabaya (ID) : Fakultas Kedokteran Pelaksanaan proses asuhan gizi
Universitas Airlangga terstandar (PAGT) terhadap asupan gizi
Yasein N, Ahmad M, Matrook F, Natsir L, dan kadar glukosa darah pasien diabetes
and Froelicher ES. 2010. Metabolic melitus tipe 2. Jurnal Gizi Klinik
syndrome in patients with hypertension Indonesia; 10 (2) : 82 – 91
attending a family practice clinic in Zhu S et al. 2004. Lifestyle behaviors
Jordan. Eastern Mediterranean Health associated with lower risk of having the
Journal; 16 : 375 – 380 metabolic syndrom. Metabolism;
Yunancy SYF, Prawiningdyah Y, dan 53(11) : 1503 – 11.
Budiningsari RD. 2011. Menu pilihan

You might also like