Professional Documents
Culture Documents
menyebabkan ketidakakuratan data. Untuk lebih jelasnya dapat ditulis reaksi kimia sebagai
berikut:
CaCO3+2HCl→CaCl2+H2O+CO2
Pada proses reaksi CaCO3 dengan HCl dibantu dengan proses pemanasan, namun proses
pemanasan hanya dilakukan sebentar karena apabila terlalu lama nantinya H2O juga akan ikut
menguap.
Metode kolorimetri-titrasi menggunakan dua khemikalia yaitu H SO dan Indikator
2 4
phenolptalein. H SO yang ditambahkan pada sampel yang dititrasi akan mengubah CaCO
2 4 3
menjadi CaSO dengan mengikat kandungan Ca dalam sampel. Kolorimetri dilakukan dengan
4
mentitrasi H2SO4 0,5 N dengan NaOH 0,5 N, proses pentitrasian ini dilakukan dengan
menyamakan warna hasil titrasi tanah yang telah tercampur H2SO4 0,5 N dengan hasil
pentritasian H2SO4 0,5 N tanpa tanah (blangko). Pada titrasi ini pengukurannya berdasarkan
sisa H2SO4 0,5 N yang dihasilkan yang dititrasi dengan basa NaOH, caranya dengan
menselisihkan volume NaOH 0,5 N yang digunakan untuk mentitrasi blangko dengan volume
NaOH yang digunakan untuk mentitrasi tanah. Dari hasil tersebut akan diperoleh gram
ekivalennya yang merupakan gram ekivalen CaCO3 tanah. Adapun secara kimia dapat ditulis
sebagai berikut:
CaCO + H SO → CaSO + H O + CO
3 2 4 4 2 2
Dalam proses ini yang paling menetukan adalah prosen pengambilan sampel air sisa
endapan dan proses pergantian warna hasil titrasi yang disamakan dengan blangko. Setelah
terikat menjadi CaSO kemudian ditambahkan indikator pp yang akan mengubah warna larutan
4
menjadi ungu kemerahan jika pH sudah melewati 10. Lalu dititrasi dengan NaOH 0.5N agar
terjadi reaksi yang setara. Reaksi setara terlihat jika warna larutan menjadi warna ungu
kemerahan secara sempurna. Jika warna sudah berubah, dapat diketahui kadar kapurnya
dengan perhitungan NaOH yang terpakai. Reaksi yang terjadi saat titrasi:
CaSO + 2H O + 2NaOH → Na SO + Ca(OH) + 2H O
4 2 2 4 2 2
Fungsi khemikalia pada penambahan HCl pada metode calsimetri yaitu untuk
menjenuhkan larutan. Selain itu, HCl 2N juga berfungsi sebagai reaktan kapur tanah agar
menghasilkan CO yang berupa uap dan kemudian dihitung banyaknya uap CO dan dihitung
2 2
banyaknya uap tersebut dalam persen (%). Sedangkan pada metode titrasi, khemikalia yang
digunakan yaitu H SO 0,5N, NaOH 0,5N, dan indikator phenolptalin (pp). Untuk H SO 0,5N
2 4 2 4
berfungsi sebagai reaktan tanah sehingga menghasilkan CO , sedangkan dari reaksi tersebut
2
akan menyisakan H SO karena jumlah CO yang dihasilkan tidak sama dengan H SO . Sisa
2 4
2
2 4
H SO itulah yang akan dititrasi oleh NaOH 0,5N. Maka fungsi NaOH 0,5N adalah sebagai
2 4
titran untuk reaksi asam-basa sehingga digunakan indikator pp untuk menentukan titik
ekuivalennya yang berupa perubahan warna dari bening menjadi kemerahan.
Dampak toksisitas kapur yaitu dapat berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan,
perkembangan, dan produksi tanaman. Tanah yang kaya akan kapur akan menambah jumlah
Ca dan Mg sebagai hara tanaman. Tetapi, jika kandungan Ca2+ dalam tanah terlalu tinggi, maka
akan mempengaruhi ketersediaan unsur hara dalam tanah terutama P karena Ca akan mengikat
P menjadi Ca-P. Dampak tingginya kandungan kapur juga mengakibatkan tanah bersifat racun.
Kapur dalam tanah mengandung basa yang tinggi sehingga tidak baik pada kandungan bahan
organik tanah yang mengandung asam yang tinggi. Selain itu, tanaman yang hidup di tanah
yang memiliki kadar kapur yang tinggi akan mengalami kekurangan kadar Fe, Mn, Zn, Cu
sampai Boron.
DAPUS
Arini, E., 2011. PEMBERIAN KAPUR (CACO3) UNTUK PERBAIKAN KUALITAS TANAH TAMBAK DAN
PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Gracillaria SP. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 6 (2): 23 – 30
Prasetyo, Y.E., Y. Zaika, dan A. Rachmansyah. 2018. PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN
KAPUR TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF (STUDI KASUS : TANAH DI
BOJONEGORO). REKAYASA SIPIL.VOL 12 (2): 1978 – 5658
Choirina, Y., Sudadi, dan H. Widijanto. 2013. PENGARUH PUPUK ALAMI BERMIKROBA (BIO-NATURAL
FERTILIZER) TERHADAP SERAPAN FOSFOR DAN PERTUMBUHAN KACANG TANAH PADA
TANAH ALFISOL, ENTISOL, DAN VERTISOL. Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. Vol 10 (2)
Amelia, D., M. Khalil, dan Muyassir. 2018. Analisis Metode Kebutuhan Kapur pada Ultisol dan
Hubungannya dengan Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Jagung (Zea mays L.). Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pertanian. Vol 3 (1)
Ozsoy, G., dan E. Aksoy. 2012. Genesis and Classification of some Mollisols Developed under forest
vegetation in Bursa, Turkey. INTERNATIONAL JOURNAL OF AGRICULTURE & BIOLOGY. Vol 14
: 75-80
Prasetyo, B.H. 2007. PERBEDAAN SIFAT-SIFAT TANAH VERTISOL DARI BERBAGAI BAHAN INDUK. Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 9 (1): 20 - 31