You are on page 1of 21

ACARA II

SANITASI UDARA DAN RUANG

A. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum sanitasi acara II “Sanitasi Udara dan Ruang” adalah :


1. Mengetahui jumlah koloni dan densitas mikroorganisme yang terdapat
pada udara.
2. Mengetahui jumlah koloni dan densitas mikroorganisme yang terdapat
pada ruangan.

B. Tinjauan Pustaka
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Sedangkan sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang
diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat
kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai
factor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia
(Yulianto dan Nurcholis, 2015). Menurut Azwar (1990) apabila ditinjau dari
ilmu kesehatan lingkungan, istilah hygiene dan sanitasi mempunyai tujuan
yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu melindungi,
memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu maupun
masyarakat). Menurut Azwar (1990), istilah higiene dan sanitasi memiliki
perbedaan yaitu hygiene lebih mengarahkan aktivitasnya kepada manusia
(individu maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih menitikberatkan pada
faktor-faktor lingkungan hidup manusia. Sanitasi memiliki hubungan yang erat
dengan Sanitasi Standar Operasional Prosedur (SSOP). Terdapat delapan aspek
SSOP, yaitu :
1. Keamanan air
2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
3. Pencegahan kontaminasi silang
4. Penjagaan fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet

36
5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan
6. Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang benar
7. Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan
kontaminasi
8. Pengilangan hama pengganggu dari unit pengolahan
Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri,
adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap air kering
ataupun terhembus oleh tiupan angin. Bakteri yang berasal dari udara biasanya
akan menempel pada permukaan tanah, lantai, maupun ruangan. Bakteri yang
berasal dari udara terutama yang mengakibatkan infeksi misalnya Bacillus sp.,
Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Pneumococcus sp., Coliform, dan
Clostridium sp. (Lay, 1994). Keberadaan mikroorganisme di udara dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu kelembaban udara, ukuran dan konsentrasi partikel
debu, temperatur, aliran udara, serta jenis mikroorganisme. Semakin lembab
maka kemungkinan semakin banyak kandungan mikroba di udara karena
partikel air dapat memindahkan sel-sel yang berada di permukaan. Oleh karena
itu dapat dilakukan upaya sanitasi dengan cara filtrasi (Kowalski et al., 1987).
Pada ruangan, hal yang penting untuk diperhatikan adalah lantai,
dinding, dan langit-langit. Lantai yang licin dan dikonstruksi dengan tepat,
mudah dibersihkan. Sedangkan lantai yang kasar dan dapat menyerap, sulit
untuk dibersihkan. Lantai yang terkena limbah cairan misalnya dari alat
pemasakan dan tidak ditiriskan dengan baik dapat menjadi tempat penyediaan
makanan bagi bakteri dan serangga. Dinding dan langit-lngit yang kasar dapat
membawa bakteri seperti Staphylococcus aureus. Lantai, dinding, dan langit-
langit yang konsturksinya buruk, jauh lebih sulit untik dijaga sanitasinya. Akan
tetapi, struktur yang licin pun dapat menjadi sumber kontaminan yang tidak
diinginkan bila tidak dibersihkan dan dipelihara secara teratur dan efektif
(Suzuki et al., 1984).
Jumlah mikroba yang terdapat pada udara maupun ruang dapat dihitung
dengan metode ALT. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah
mikroba yang ada pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka

37
Lempeng Total (ALT). Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya
ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan
hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam
koloni (cfu) per ml/gram atau koloni/100 ml. Prinsip pengujian Angka
Lempeng Total menurut Metode Analisis Mikrobiologi (MA PPOM
61/MIK/06) yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan
diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada
suhu yang sesuai. Pada pengujan Angka Lempeng Total digunakan PDF
(Pepton Dilution Fluid) sebagai pengencer sampel dan menggunakan PCA
(Plate Count Agar) sebagai media padatnya (BPOM, 2008).

C. Metodologi

1. Alat
a. Alumunium foil
b. Bunsen
c. Cawan petri
d. Cotton bud
e. Hotplate
f. Inkubator
g. Kain lap
h. Karet
i. Kertas payung
j. Korek api
k. Labu Erlenmayer
l. Penggaris
m. Pipet volume
n. Propipet
o. Rak tabung reaksi
p. Stopwatch
q. Tabung reaksi
r. Tissue

38
s. Vortex
2. Bahan
a. Air
b. Alkohol 70%
c. Larutan Garam Fisiologis
d. Media PCA
3. Cara kerja
a. Pengujian Sanitasi Udara

15 ml media PCA

Penuangan ke dalam cawan petri

Pembiaran terbuka pada masing-masing ruang 30 menit

Penutupan cawan petri

Penginkubasian 48 jam pada suhu 30oC

Perhitungan densitas mikroba

Gambar 2.1 Diagram Alir Pengujian Sanitasi Udara

39
b. Pengujian Sanitasi Ruang

4 x 4 cm sampel meja/lantai

Cotton Swab Pengambilan sampel dengan metode swab

Pengenceran 3x

1 ml sampel Pengambilan

Penuangan pada cawan petri

15 ml media Penuangan pada cawan petri


PCA

Pembiaran media hingga padat

Penutupan

Inkubasi selama 48 jam selama 30 C

Perhitungan densitas

Gambar 2.2 Diagram Alir Pengujian Sanitasi Ruang

40
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Sanitasi Udara
Kelompok Perlakuan Densitas Mikroba
(densitas mikroba/m2/jam)
5 Laboratorium Mikrobiologi 54.301,38
6 Kantin 51.840,96
7 Masjid 49.717,91
8 Kamar mandi 33.497,88
9 Laboratorium Rekayasa Pangan Spreader
Sumber : Laporan Sementara
Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah menularnya suatu dengan
jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan usaha
kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada penguasaan terhadap
berbagai factor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan
(Yulianto dan Nurcholis, 2015). Sedangkan menurut World Health
Organization (WHO) sanitasi adalah suatu usaha yang mengawasi beberapa
faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama terhadap
hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan
kelangsungan hidup. Sumber kontaminan adalah bahan atau senyawa yang
secara tidak sengaja ditambahkan, tetapi terdapat pada suatu produk. Sumber
kontaminan ini bisa masuk dan terdapat dalam suatu produk sebagai akibat dari
penanganan dan/atau proses mulai dari tahap produksi (di tingkat kultivasi
maupun di pabrik), pengemasan, transportasi, penyimpanan atau pun
penyiapannya, dan pencemaran dari lingkungan (environmental
contamination) (Mara et al., 2010).
Kontaminasi makanan merupakan terdapatnya bahan atau organisme
berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja. Jenis kontaminan yang sering
terdapat pada makanan dapat dibagi menjadi tiga, seperti :
1. Kontaminan biologis
Kontaminan biologis merupakan mikroorganisme yang hidup yang
menimbulkan kontaminasi dalam makanan. Jenis mikroorganisme yang
sering menjadi pencemar bagi makanan adalah bakteri, fungi, parasit dan
virus. Faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam
pangan dapat bersifat fisik, kimia atau biologis yang meliputi faktor

41
intrinsik yaitu sifat fisik, kimia dan struktur yang dimiliki oleh bahan
pangan tersebut seperti kandungan nutrisi, pH, dan senyawa mikroba;
faktor ekstrinsik yaitu kondisi lingkungan pada penanganan dan
penyimpanan bahan pangan seperti suhu, kelembaban, susunan gas di
atmosfer; faktor implisit yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroba itu
sendiri; dan faktor pengolahan yaitu terjadi karena perubahan mikroba
awal akibat pengolahan bahan pangan misalnya pemanasan, pendinginan,
radiasi dan penambahan bahan pengawet (Islamy dkk., 2018).
2. Kontaminan kimiawi
Kontaminan kimiawi merupakan pencemaran atau kontaminasi pada bahan
makanan yang berasal dari berbagai macam bahan atau unsur kimia.
Berbagai jenis bahan dan unsur kimia berbahaya tersebut dapat berada
dalam makanan melalui beberapa cara, antara lain terlarutnya lapisan alat
pengolah karena digunakan untuk mengolah makanan sehingga zat kimia
dalam pelapis dapat terlarut; logam yang terakumulasi pada produk
perairan; sisa antibiotik, pupuk, insektisida, pestisida atau herbisida pada
tanaman atau hewan; dan bahan pembersih kimia pada peralatan pengolah
makanan yang tidak bersih (Islamy dkk., 2018).
3. Kontaminan fisik
Kontaminasi fisik merupakan terdapatnya benda-benda asing di dalam
makanan, padahal benda asing tersebut bukan menjadi bagian dari bahan
makanan. Contoh benda-benda asing tersebut seperti pestisida, mercury,
cadmium, dan arsen. Benda benda ini merupakan kontaminan fisik yang
selainmenurunkan nilai estetis makanan juga dapat menimbulkan
luka serius bila tertelan (Supraptini, 2002).
Menurut Hussain (2016), terjadinya pencemaran/ kontaminasi juga
dapat dibagi dalam dua cara, yaitu:
1. Kontaminasi langsung
Kontaminasi langsung yaitu adanya pencemaran yang masuk kedalam
pangan secara langsung, baik disengaja maupun tidak disengaja. Contoh:

42
masuknya rambut dalam produk pangan saat produksi, penggunaan zat
pewarna makanan dan sebagainya.
2. Kontaminasi silang (cross contamination)
Kontaminasi silang yaitu pencemaran yang terjadi secara tidak langsung
sebagai ketidaktahuan dalam pengolahan makanan. Contoh makanan
bercampur dengan pakaian atau peralatan kotor, menggunakan pisau pada
pengolahan bahan mentah untuk bahan makanan jadi (makanan yang sudah
terolah).
Industri merupakan salah satu lokasi, tempat orang banyak melakukan
aktivitas bekerja untuk menghasilkan berbagai jenis produk dan jasa. Namun
perlu diketahui untuk menunjang aktivitas manusia di lokasi tersebut,
ketersediaan sarana sanitasi menjadi hal yang penting, untuk mewujudkan
lingkungan kerja menjadi bersih dan sehat yang dapat mendukung aktivitas
bekerja. Pencegahan kontaminasi pada industri pangan dapat dilakukan salah
satunya dengan menjaga kebersihan peralatan sehingga mengurangi risiko
tumbuhnya mikroba berbahaya karena tidak tersedia makanan untuk
bertumbuh. Selain itu dapat dilakukan dengan sanitasi higiene pegawai karena
mikroba patogen setelah proses pengolahan dapat ditularkan ke makanan
melalui pekerja. Pencegahan kontaminasi pada industri pangan juga dilakukan
dengan pengawasan pada bahan baku yang harus sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan industri pangan, pengawasan terhadap air buangan, air proses,
udara dan tanah, serta pengawasan terhadap serangga dan cemaran biologi.
Semua proses pengawasan harus dilakukan dengan detail dan rutin sehingga
mampu menghindarkan resiko tercemarnya bahan pangan oleh kontaminasi
(Hariyadi, 2010).
Sanitasi merupakan usaha yang dilakukan untuk pencegahan penyakit
dengan memperhatikan kebersihan. Sanitasi wajib diterapkan suatu industri
pangan karena sanitasi akan berpengaruh langsung maupun tidak langsung
terhadap mutu dan kualitas produk. Dalam industri pangan, sanitasi meliputi
kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan
produk makanan; pembersihan dan sanitasi pabrik serta ingkungan pabrik dan

43
kesehatan pekerja. Kegiatan yang berhubungan dengan produk makanan
meliputi pengawasan mutu bahan mentah, penyimpanan bahan mentah,
perlengkapan suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan pada
semua tahap-tahap selama pengolahan dari peralatan personalia, dan terhadap
hama, serta pengemasan dan penggudangan produk akhir. Penerapan sanitasi
dapat dilakukan dengan menggunakan suatu sistem standar sanitasi industri
pangan yang berprinsip pada bersih secara fisik, kimia dan mikrobiologis.
Manfaat yang diperoleh dengan adanya penerapan sanitasi yaitu menjamin
tempat kerja yang bersih, memperbaiki kesehatan pada manusia serta yang
terpenting adalah menghasilkan produk yang sehat dan aman dari pengaruh
penyebab penyakit pada manusia (Nurmaini, 2001).
Menurut Yulianto dan Nurcholis (2015), jenis - jenis saitasi yang dapat
dilakukan pada industri pangan meliputi :
1. Sanitasi penyimpanan bahan baku dan produk pangan
Untuk mengurangi cemaran mikrobiologis saat penanganan dan
penyimpanan bahan baku maupun produk dapat dilakukan dengan
penyimpanan pada suhu rendah terutama untuk bahan baku yang mudah
rusak dan harus dipisahkan dari produk; Ruang penyimpanan harus selalu
dibersihkan, bebas dari binatang; dan Bahan baku disusun dengan baik dan
teratur, misalnya menggunakan rak-rak atau pun palet-palet. Pengaturan ini
bertujuan untuk memudahkan dilakukan pemeriksaan, rotasi bahan baku
yang baik (first in first out) dan pemeliharaan kebersihan;
2. Santasi air
Sanitasi air dapat dilakukan agar terbebeas dari cemaran logam maupun
mikrobiologis. Cara yang dilakukan adalah dengan pemisahan tangki air dan
tangki limbah yang diletakkan berjauhan; filtrasi; pembedaan saluran air
bersih dan air kotor (tidak berdekatan).
3. Sanitasi peralatan
Pemilihan peralatan yang digunakan dalam pengolahan pangan dengan
mempertimbangkan bahan yang digunakan dan kemudahan pembersihan.
Bahan yang digunakan untuk peralatan pengolahan pangan merupakan

44
bahan yang tidak bereaksi dengan bahan pangan. Pertimbangan kemudahan
pembersihan peralatan tergantung pada konstribusi alat tersebut. Misalnya
logam seperti besi dan tembaga cukup baik digunakan sebagai kerangka
peralatan pengolahan pangan, namun tidak dapat digunakan sebagai
peralatan yang bersentuhan langsung dengan bahan pangan.
4. Penerapan personal hygiene pekerja
Untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik tanpa harus khawatir
mencemari produk pangan yang ditanganinya, maka pekerja perlu
memperhatikan beberapa hal mengenai perlengkapan seperti mengenakan
pakaian yang bersih; tidak mengenakan aksesoris yang mudah putus atau
hilang; dan baju seragam hanya dipakai pada saat bekerja; selalu
menggunakan penutup rambut.
Berdasarkan Tabel 2.1, didapatkan data perhitungan densitas mikroba
di udara laboratorium mikrobiologi sebesar 54.301,38 densitas
mikroba/m2/jam. Pada kantin densitas mikroba di udara sebesar 51.840,96
densitas mikroba/m2/jam. Densitas mikroba di udara masjid sebesar 49.717,91
densitas mikroba/m2/jam. Densitas mikroba di udara kamar mandi sebesar
33.497,88 densitas mikroba/m2/jam. Urutan tempat berdasarkan densitas
mikroba di udara yang terendah sampai tertinggi yaitu udara kamar mandi,
masjid, kantin, laboratorium mikrobiologi, dan laboratotium rekayasa pangan.
Sedangkan pada laboratorium rekayasa pangan dapat dihitung densitas
mikroba di udaranya sebesar spreader. Hasil ini tidak sesuai pernyataan
Amaliyah dan Aryanto (2016) dimana udara merupakan sumber kontaminan
apalagi di daerah yang lembab dan kotor seperti kamar mandi. Pada praktikum
diketahui bahwa udara laboratorium rekayasa pangan memiliki mikroba yang
sangat banyak karena memang lingkungannya yang kotor padahal seharusnya
laboratorium udaranya cenderung lebih bersih dari tempat-tempat lainnya.
Penyimpangan pada laboratorium dapat terjadi karena pintu laboratorium yang
tidak tertutup rapat sehingga memungkinkan kontaminan udara dari luar masuk
ke dalam dan kurangnya penerapan teknik aseptis pada setiap aktivitas yang
terjadi di dalam laboratorium.

45
Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Sanitasi Ruang
Kelompok Perlakuan Jumlah ALT
(koloni/cm2)
5 Lantai -
6 Lantai + alkohol 11.875.000
7 Lantai + air 6.875.000
8 Meja 26.796.875
9 Meja + alkohol 3.671.875
Sumber : Laporan Sementara
Angka lempeng total (ALT) yaitu perhitungan jumlah tidak
berdasarkan kepada jenis, tetapi terhadap golongan atau kelompok besar
mikroorganisme umum seperti bakteri, mikroalgae, ataupun kelompk bakteri
tertentu. ALT bakteri ditentukan berdasarkan penanaman bahan dalam jumlah
dan pengenceran tertentu ke dalam media yang umum untuk bakteri
(Suriawiria, 2003). Prinsip uji angka lempeng total jika sel jasad renik yang
masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad renik tersebut
akan berkembang biak membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan
dapat dihitung dengan menggunakan mata tanpa mikroskop. Selanjutnya
dilakukan perhitungan dengan mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan
petri dengan faktor pengenceran yang digunakan dengan intepretasi hasil
berupa angka dalam koloni (cfu) per ml/g (Mailoa et al., 2014). Angka lempeng
total (ALT) merupakan salah satu uji yang harus dilakukan oleh industri
pangan karena angka lempeng total adalah salah satu parameter uji cemaran
mikroba dalam pangan yang ditetapkan SNI. Dari hasil uji angka lempeng total,
dapat diketahui cemaran mikroba yang terdapat dalam produk industri tersebut.
Sehingga dapat ditentukan apakah produk tersebut sudah sesuai dengan SNI
atau belum dan dapat dijadikan evaluasi dalam seluruh proses produksi
dan sanitasi yang dilakukan industri tersebut (Fauzi dkk., 2017).
Uji angka lempeng total dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu
teknik cawan tuang (pour plate) dan teknik sebaran (spread plate). Pada
prinsipnya dilakukan pengenceran terhadap sediaan yang diperiksa kemudian
dilakukan penanaman pada media lempeng agar. Jumlah koloni bakteri yang
tumbuh pada lempeng agar selanjutnya dihitung setelah diinkubasi pada suhu

46
dan waktu yang sesuai. Cara untuk menghitung jumlah koloni pada angka
lempeng total menggunakan standar yang disebut dengan standar plate
count (Fardiaz, 1992) yaitu sebagai berikut:
1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni
antara 30 dan 300.
2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan
koloni besar di mana jumlah koloninya diragukan, dapat dihitung sebagai
satu koloni.
3. Satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung
sebagai satu koloni.
Untuk melaporkan suatu hasil analisa mikrobiologi yang digunakan suatu
standar yang disebut standar plate count yang menjelaskan mengenai cara
menghitung jumlah koloni suatu contoh.
Selain itu, menurut Dwijoseputro (2005) terdapat macam - macam
metode perhitungan koloni adalah sebagai berikut :
1. Metode langsung, yaitu metode dimana massa agar ditentukan setelah
sel-selnya diendapkan dengan sentrifuge. Metode ini dipakai untuk
menentukan jumlah mikroba keseluruhan baik yang mati maupun yang
hidup. Berbagai cara perhitungan mikroba secara langsung, yaitu :
a. Menggunakan cara pengecatan dan pengamatan mikrospis
Pada cara ini mula-mula dibuat preparat mikroskopik pada gelas
benda, suspensi bahan atau biakan mikroba yang telah diketahui
volumenya diratakan diatas gelas benda pada suatu luas tertentu.
Setelah itu preparat dicat dan dihitung jumlah rata-rata sel mikroba
tiap bidang pemandangan mikroskopik. Luas bidang pemandangan
mikroskopik dihitung dengan mengukur garis tengahnya.
b. Menggunakan filter membrane (miliphore filter)
Suspensi bahan mula-mula disaring sejumlah volume tertentu
kemudian disaring dengan filter membrane yang telah disterilkan
terlebih dahulu. Dengan menghitung jumlah sel rata-rata tiap

47
kesatuan luas pada filter membran dapat dihitung jumlah sel dari
volume suspensi yang disaring.
c. Menggunakan counting chamber
Dasar perhitungannya ialah dengan menempatkan satu tetes
suspensi bahan atau biakan mikroba pada alat tersebut ditutup
dengan gelas penutup kemudian diamati dengan mikroskop yang
perbesarannya tergantung pada besar kecilnya mikroba.
Perhitungan ini dapat menggunakan Haemocytometer, Peteroff
Hauser Bacteria Counter, atau alat-alat lain yang sejenis.
2. Metode tidak langsung, yaitu metode yang didasari kerentanan intensif
kekeruhan suspensi sel dan dapat dipergunakan untuk menetapkan
massa. Perhitungan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain :
a. Penentuan volume total
Cara ini adalah semacam modifikasi penentuan hematokrit pada
pengukuran volume total butir-butir darah, misalnya 10 ml biakan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi khusus (tabung hopkins) yang
bagian bawahnya berupa silinder dan bergaris ukuran.
b. Metode turbidimetri
Teknik ini sudah dipakai sebagai cara mengukur kekeruhan
suspensi atas dasar penyerapan dan pemencaran cahaya yang
dilintaskan, sehingga yang mengandung lebih dari 107-108 sel/ml,
tampak lebih keruh oleh mata telanjang. Suatu volume biakan yang
telah ditakar ditempatkan dalam tabung khusus yang jernih dengan
diameter tertentu.
Menurut Aminudin dan Inayati (2009) faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroba dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor
intrinsik yang meliputi nutrisi, faktor penunjang dan penghambat pertumbuhan
seperti senyawa antimikroba, pH, aktivitas air dan potensi oksidasi-reduksi.
Sedangkan yang termasuk faktor ekstrinsik adalah suhu penyimpanan,

48
kelembaban relatif, aktivitas mikroorganisme, dan kandungan atmosfir yang
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Nutrisi
Kebutuhan nutrisi untuk proses ini diperoleh dari lingkungan mikroba itu
sendiri, makanan akan memberikan nutrisi pada mikroba. Mikroorganisme
mampu menggunakan molekul-molekul yang besar seperti pada
karbohidrat (pati atau selulosa), protein (kasein susu), dan lemak.
Mikrooorganisme akan menghasilkan enzim ekstraselular atau
menghidrolisis molekul komplek ini menjadi bentuk yang lebih sederhana
sebelum ditransportasikan ke dalam sel.
2. Senyawa antimikroba
Antimikroba merupakan suatu zat-zat kimia yang diperoleh/dibentuk dan
dihasilkan oleh mikroorganisme, zat tersebut mempunyai daya
penghambat aktifitas mikororganisme lain meskipun dalam jumlah sedikit.
Senyawa antimikroba mampu merusak dan mencegah proses sintesis
dinding sel, sehingga akan menyebabkan terbentuknya sel yang peka
terhadap tekanan osmotik (Waluyo, 2004).
3. pH
Nilai pH dari lingkungan juga sangat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme. Pada mikroorganisme tertentu yang hidup pada pH yang
tinggi maka mikroorganisme ini tidak akan hidup pada pH yang rendah.
Hal ini disebabkan adanya nilai pH yang tinggi maka mikroorganisme ini
tidak akan dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Sebagian
besar bakteri tumbuh optimal pada pH kira-kira 7,0 dan pertumbuhan
mikroba akan berkurang pada pH 5,2.
4. Aktivitas air
Aktivitas air (aw) adalah suatu pengukuran ketersediaan air untuk fungsi
biologis dan berhubungan dengan ketersediaan air pada suatu makanan.
Air dalam makanan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba, yaitu
untuk mentransportasikan nutrisi dan juga berperan dalam proses
enzimatik seperti hidrolisis polimer menjadi monomer.

49
5. Potensi oksidasi-reduksi
Pengaruh potensial oksidasi reduksi terhadap pertumbuhan mikroba
adalah memperpanjang fase log awal selanjutnya pertumbuhan tidak lagi
dipengaruhi karena sekali mikroorganisme tersebut teradaptasi terhadap
potensial oksidasi-reduksi yang tinggi maka tingkat pertumbuhannya akan
sama dengan potensial oksidasi reduksi yang rendah. Mikroorganisme
aerobik adalah mikroorganisme yang dapat tumbuh pada potensi oksidasi-
reduksi yang tinggi sedangkan mikroorganisme anaerobik tumbuh pada
potensi oksidasi yang rendah.
6. Suhu
Di dalam proses metabolisme mikrobia terjadi suatu rangkaian reaksi
kimia, dimana kenaikan suhu sampai pada nilai batas tertentu, dapat
mempercepat proses metabolisme. Tetapi jika suhu tinggi melebihi suhu
maksimum akan menyebabkan denaturasi protein dan enzim. Hal ini akan
mengakibatkan terhentinya metabolisme mikroba. Terhentinya proses
metabolime mikroba akan menyebabkan kematian mikroba.
7. Kelembapan relatif
Kelembaban udara relatif berhubungan dengan aktivitas air (aw), pangan
yang memiliki nilai aw rendah apabila ditempatkan pada lingkungan yang
mempunyai kelembaban udara relatif tinggi akan mudah menyerap air.
Semakin banyak air yang terserap akan meningkatkan nilai a w sehingga
pangan tersebut mudah dirusak oleh bakteri. Sebaliknya, pangan yang
mempunyai nilai aw tinggi apabila ditempatkan pada lingkungan yang
mempunyai kelembaban udara relatif rendah akan mengalami kehilangan
air sehingga nilai aw-nya akan menurun.
8. Kandungan oksigen
Keberadaan oksigen pada atmosfer akan berguna bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Berdasarkan kebutuhan akan udara, mikroba terbagi
menjadi dua, yaitu mikroorganisme aerobik dan anaerobik fakultatif.
Pengepakan vakum atau pengalengan dapat mereduksi atau mencegah
aktivitas mikroorganisme aerobik. Atmosfer yang terdiri atas 100%

50
karbondioksida dapat digunakan untuk menghambat laktobasili dan
enterobakteria.
Plate Count Agar (PCA) atau yang juga sering disebut dengan Standard
Methods Agar (SMA) merupakan sebuah media pertumbuhan mikroorganisme
yang umum digunakan untuk menghitung jumlah bakteri total (semua jenis
bakteri) yang terdapat pada setiap sampel untuk diketahui angka lempeng
totalnya. Komposisi Plate Count Agar (PCA) dapat bervariasi, tetapi biasanya
mengandung : 0,5% trypton, 0,25% ekstrak ragi, 0,1% glukosa, 1,5% agar-
agar. Plate Count Agar (PCA) mengandung glukosa dan ekstrak ragi yang
digunakan untuk menumbuhkan semua jenis bakteri. Plate Count Agar (PCA)
bukan merupakan media selektif karena media ini tidak hanya ditumbuhi oleh
satu jenis mikroorganisme tertentu (Mailoa et al., 2014).
Larutan fisiologis merupakan larutan pengencer berfungsi untuk
menggiatkan kembali sel-sel bakteri yang mungkin kehilangan vitalitas karena
kondisi sampel kurang menguntungkan. Larutan fisiologis terdiri atas ramuan
beberapa senyawa garam dan pengencer larutan fisiologis 0,85% (NaCl), oleh
karena itu sering disebut Artifical Sea Water (ASW). Prinsipnya adalah dengan
penentuan besar atau banyaknya tingkat pengenceran yang tergantung pada
perkiraan jumlah mikroba dalam sampel. Pengenceran suspensi sampel
dilakukan untuk mendapatkan koloni yang tumbuh secara terpisah dan dapat
dihitung dengan mudah. Hal ini akan sangat membantu untuk sampel dengan
cemaran yang sangat tinggi (BPOM, 2008).
Berdasarkan Tabel 2.2, didapatkan data jumlah ALT Sanitasi Ruang
pada beberapa perlakuan seperti lantai dengan jumlah ALT dibawah 25
koloni/cm2; lantai yang telah disemprot alkohol dengan jumlah ALT
11.875.000 koloni/cm2; lantai yang telah disemprot air dengan jumlah ALT
6.875.000 koloni/ cm2; meja dengan jumlah ALT 26.796.875 koloni/ cm2; dan
meja yang telah disemprot alkohol dengan jumlah ALT 3.671.875 koloni/ cm2.
Susatyo (2016) menyebutkan bahwa alkohol merupakan desinfektan yang
cukup efektif dalam membunuh mikroba. Alkohol bereaksi dengan cara
mendenaturasi protein dengan cara dehidrasi dan melarutkan lemak sehingga

51
membran sel mikroba rusak dan enzim-enzim pun akan diinaktifkan. Maka,
terjadi penyimpangan hasil jumlah ALT pada lantai karena jumlah ALT di
lantai yang telah disemprot alkohol jauh lebih banyak dibandingkan disemprot
air dan tidak disemprot dengan cairan apapun. Ketidaksesuaian ini dapat
disebabkan mikroba telah mengalami fase penurunan jumlah bakteri/fase
kematian saat diinkubasi yang diakibatkan pengaturan suhu yang tidak benar
dan tidak mendapatkan suplai nutrisi atau udara yang baik.

E. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Sanitasi Acara II “Sanitasi Udara dan
Ruang” adalah :
1. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data perhitungan
densitas mikroba di udara laboratorium mikrobiologi, kantin, masjid,
kamar mandi, dan laboratorium rekayasa pangan masing-masing sebesar
54.301,38 densitas mikroba/m2/jam; 51.840,96 densitas mikroba/m2/jam;
49.717,91 densitas mikroba/m2/jam; 33.497,88 densitas mikroba/m2/jam;
dan spreader (teralu banyak untuk dihitung). Urutan tempat berdasarkan
densitas mikroba di udara yang terendah sampai tertinggi yaitu udara
kamar mandi, masjid, kantin, laboratorium, dan laboratotium rekayasa
pangan.
2. Jumlah ALT pada beberapa perlakuan seperti lantai, lantai yang disemprot
alkohol, lantai yang disemprot air, meja, dan meja yang disemprot alkohol
masing-masing sebesar dibawah 25 koloni/cm2; 11.875.000 koloni/cm2;
6.875.000 koloni/cm2; 26.796.875 koloni/cm2; dan 3.671.875 koloni/cm2.

52
DAFTAR PUSTAKA

Amaliyah, Nurul. dan Aryanto Purnomo. 2016. Efektifitas Konsentrasi Kulit Jeruk
Sambal dalam Menurunkan Densitas Bakteri pada Ruang Penyajian
Makanan. Jurnal Vokasi Kesehatan 2(2): 1-10.
Aminudin, M. dan Inayati H. 2009. Pengaruh Lamanya Penyimpanan terhadap
Pertumbuhan Bakteri pada Nasi yang dimasak di Rice Cooker dengan Nasi
yang Dikukus. Mutiara Medika 9(2): 18-22.
Azwar, A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Yayasan Mutiara. Jakarta.
BPOM. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.
Fauzi, Muhammad Miki, Rahmawati, dan Riza Linda. 2017. Cemaran Mikroba
Berdasarkan Angka Lempeng Total dan Angka Paling Mungkin Koliform
pada Minuman Air Tebu (Saccharum officinarum) di Kota Pontianak.
Jurnal Protobiont 6(2): 8-15.
Hariyadi, W. 2010. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
Hussain, M. A. 2016. Food Contamination: Major Challenges of the Future. Foods
5(21): 1-2.
Islamy, G. P., Sri S., dan Farapti. 2018. Analisis Higiene Sanitasi dan Keamanan
Makanan Jajanan di Pasar Besar Kota Malang. DOI :
10.2473/amnt.v2i1.2018.29-36 : 29-36.
Kowalski, W. J., William P. B., dan Whittam T. S. 1987. Filtration of Airborne
Microorganisms: Modeling and Prediction. ASHRAE Transactions:
Research : 4-18.
Lay, Bibiana W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Mailoa, M. N., Alfonsia M. T., Theodora E. A. A., dan Matrutty. 2014. Analysis
Total Plate Counte (TPC) On Fresh Steak Tuna Applications Edible Coating
Caulerpa sp During Stored at Chilling Temperature. IOP Conf. Series: Earth
and Environmental Science 89: 1-6.
Mara, D., Jon L., Beth S., dan David T. 2010. Sanitation and Health. PLaS Medicine
7(11): 1-7.
Nurmaini. 2001. Pencemaran Makanan Secara Kimia dan Biologis. Sumatera
Utara : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Purnawijayanti, Hiasinta A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Kanisius, Yogyakarta.

53
Supraptini. 2002. Kejadian Keracunan Makanan dan Penyebabnya di Indonesia
1995- 2000. Jurnal Ekologi Kesehatan 1: 127– 135.
Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan
Secara Biologis. PT Alumni. Bandung.
Susatyo, J. H. 2016. Perbedaan Pengaruh Pengolesan Dan Perendaman Alkohol
70% Terhadap Penurunan Angka Hitung Kuman Pada Alat Kedokteran
Gigi. Jurnal Vokasi Kesehatan 2(2): 160-164.
Suzuki, A., Yoshimichi N., Masaji M., dan Akiko H. 1984. Bacterial Contamination
Of Floors And Other Surfaces In Operating Rooms: A Five-Year Survey. J.
Hyg. Camb. 93: 559-566.
Yulianto, A. dan Nurcholis. 2015. Penerapan Standard Hygienes Dan Sanitasi
Dalam Meningkatkan Kualitas Makanan Di Food & Beverage Departement
@Hom Platinum Hotel Yogyakarta. Jurnal Khasanah Ilmu 6(2): 31-40.

54
LAMPIRAN
I. Dokumentasi

Gambar 2.3 Peralatan Praktikum Acara II Sanitasi

Gambar 2.4 Pembungkusan Cawan Petri dengan Kertas Payung

55
II. Perhitungan
1. Perhitungan Sanitasi Udara Kelompok 5 (Laboratorium Mikrobiologi)
𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑥 10.000𝑐𝑚2 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Densitas Mikroba =
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 (𝑐𝑚2 ) 𝑥 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛

154 𝑥 10.000𝑐𝑚2 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡


=
56,72 (𝑐𝑚2 ) 𝑥 30 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
92.400.000
= 1.701,6

= 54.301,38 mikroba/m2/jam
2. Perhitungan Sanitasi Ruang Kelompok 5 (Lantai)
Σ𝐶 1
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝐿𝑒𝑚𝑝𝑒𝑛𝑔 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑥 𝑣𝑜𝑙. 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑥
[((1 𝑥 𝑛1 ) + (0,1 𝑥 𝑛2 ))𝑥 𝑑] 𝐿. 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑤𝑒𝑝

Angka lempeng total sampel lantai kelompok 5 kurang dari 25 koloni (-)

56

You might also like