Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas
dari suatu tempat ketempat yang lain. Arti lintasan disini adalah sebagai tana yang
diperkeras atau jalan tanpa perkerasan, sedangkan lalu lintas adalah semua benda
dan mahkluk hidup yang melewati jalan tersebut baik kendaraan, manusia ataupun
hewan.
1.2 Tujuan
Tujuan Dari TugasBesar Perencanaan Geometrik Jalan Raya adalah:
Dapat mendesign geometrik jalan raya dengan aturan standart yang
berlaku di Indonesia
Dimana:
L1 = jarak antara titik A dn B (m)
X1, Y1 = koordinat titik A
X2, Y2 = koordinat titik B
Garis lurus yang berpotongan dibuat garis lengkung yang disebut dengan
tikungan. Bentuk tikungan pada suatu jalan raya ditentukan oleh tiga (3) faktor:
1. Sudut tangen yang besarnya dapat diukur langsung pada peta/gambar
situasi.
2. Kecepatan rencana tergantung dari kelas jalan yang akan
direncanakan.
3. Jari – jari kelengkungan.
Keterangan:
𝐿𝑠2
Xs = 𝐿𝑠 (1 − 40 𝑅𝑐²) ........................................................................... (2.1)
𝐿𝑠2
Ys = (6 𝑥 𝑅𝑐) .........................................................................................(2.2)
90 x Ls
θs = ...........................................................................................(2.3)
𝜋 𝑥 𝑅𝑐
Ls3
K = 𝐿𝑠 − − 𝑅𝑐(𝑆𝑖𝑛 𝜃𝑠) ......................................................(2.5)
40 𝑥 𝑅𝑐 2
Ts = (Rc + p) . Tg ½ Δ + k .........................................................(2.6)
Ltotal = 2 Ls ...............................................................................(2.8)
𝐿𝑠2
Xs = 𝐿𝑠 (1 − 40 𝑅𝑐²) .......................................................................... (2.9)
𝐿𝑠2
Ys = (6 𝑥 𝑅𝑐) .......................................................................................(2.10)
90 x Ls
θs = .........................................................................................(2.11)
𝜋 𝑥 𝑅𝑐
Ls²
p = 6 𝑥 𝑅𝑐 − 𝑅𝑐(1 − 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑠) ...........................................................(2.12)
Ls3
K = 𝐿𝑠 − − 𝑅𝑐(𝑆𝑖𝑛 𝜃𝑠) ....................................................(2.13)
40 𝑥 𝑅𝑐 2
Ts = (Rc + p) . Tg ½ Δ + k .......................................................(2.14)
Ltotal = 2 Ls .............................................................................(2.16)
Keterengan:
Δ = Sudut tangent (dalam derajat)
T = Jarak antara TC dan PI (m)
R = Jari-jari (m)
L = Panjang Tikungan (m)
E = Jarak PI ke lengkung peralihan
PI = Point of Intersection
TC = Tangen Circle
CT = Circle Tangen
Tc = Rc . Tg ½ Δ ......................................................................(2.17)
𝑊
Ls = 2 × m× (en + ed)
Dimana :
Ls = Lengkung peralihan
W = Lebar perkerasan
m = Jarak pandang
en = Kemiringan normal
ed = Kemiringan maksimum
Dimana :
VR = Kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
Fp = koefisien gesekan memanjang antara ban kendaraan dengan
perkerasan jalan aspal, fp akan semakin kecil jika keceptan (VR)
semakin tinggi dan sebaliknya, ditetapkan fp = 0,35 – 0,55
(menurut Bina Marga)
Tabel 2. Menampilkan panjang Jh minimum yang dihitung berdasrakan
persamaan (2.) dengan pembulatan- pembulatan untuk berbagai VR.
2) Asumsi tinggi
Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105
cmdan tinggi halangan 105 cm.
3) Rumus yang digunakan.
Jd, dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut :
Jd = d1 + d2 + d3 + d4
Dimana :
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
d2 =Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan
kembalikelajursemula (m)
d3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang
dating dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai(m)
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari
arahberlawanan.
d4 = ⅔ d2
Dimana : T1 = waktu dalam (detik) 2,12 + 0,026 VR
T2 = waktu kendaran berada di jalur lawan (detik), 6,56 + 0,048VR
a = percepatan rata-rata km/jam/detik, (km/jam/detik), 2,052 +0,0036
VR
m = perbedaan kecepatan dari kendaraan yang menyiap dan
kendaraan yang disiap, (biasanya diambil 10 – 15 km/jam)
A = g2 – g1
𝐴 ×𝐿𝑣
Ev = 800
𝐴 ×𝑋²
y = 200 ×𝐿𝑣
PVI 1
Keterangan :
PLV = titik awal lengkung parabola
PV1 = titik perpotongan kelandaian g1 dan g2
g = kemiringan tangent : (+) naik, (-) turun
A = Perbedaan aljabar landai (g2 – g1)%
EV = pergeseran vertikal titik tengah besar lingkaran (PV1 – m) (m)
Jh = Jarak pandang
Keterangan :
PLV = titik awal lengkung parabola
PV1 = titik perpotongan kelandaian g1 dan g2
g = kemiringan tangent : (+) naik, (-) turun
A = Perbedaan aljabar landai (g2 – g1)%
EV = pergeseran vertikal titik tengah besar lingkaran (PV1 – m) (m)
Lv = panjang lengkung vertikal
V = kecepatan rencana (km/jam)
2. Kelandaian Minimum
Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu
dibuatkelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran
samping,karena kemiringan jalan dengan kerb hanya cukup untuk mengalirkan
airkesamping.
3. Panjang kritis suatu kelandaian
Panjang kritis ini diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian
maksimum agarpengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh Vr.
Tabel 2.5 Panjang Kritis (m)
S2 A
L=
100 x ( 2 h1 2h 2 ) 2
200 ( 2 h1 2h 2 )2
L=2S-
A
Gambar potongan melintang dengan skala horizontal 1 : 100 dan skala vertikal 1 :
10. Gambar potongan melintang dibuat untuk setiap titik STA. Potongan
melintang, alinemen horizontal, dan alineman vertikal digunakan untuk
menghitung volume galian, timbunan, dan pemindahan meterial galian dan
timbunan.
A1+A2
Volume = x jarak A1-A2
2
𝒚
3.1.2 Perhitungan Sudut Putar Lengkung (Δ) Sudut Azimuth 𝒂𝒓𝒄 𝒕𝒈 = 𝒙
1. tikungan PI.1
𝑦𝑝𝑖.2−𝑦𝑝𝑖.1 𝑦𝑝𝑖.1−𝑦𝑠
Δ1 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.2−𝑥𝑝𝑖.1 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.1−𝑥𝑠
Δ1 = 40.50°
2. tikungan PI.2
𝑦𝑝𝑖.3−𝑦𝑝𝑖.2 𝑦𝑝𝑖.2−𝑦𝑝𝑖.1
Δ2 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔
𝑥𝑝𝑖.3−𝑥𝑝𝑖.2 𝑥𝑝𝑖.2−𝑥𝑝𝑖.1
𝑦𝑝𝑖.𝑓−𝑦𝑝𝑖.3 𝑦𝑝𝑖.3−𝑦𝑝𝑖.2
Δ3 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.𝑓−𝑥𝑝𝑖.3 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.3−𝑥𝑝𝑖.2
𝐡
3.1.3 Menetukan Kemiringan Jalan, 𝐢 = 𝒍 𝒙 𝟏𝟎𝟎% X
Dimana :
H = beda tinggi
L = jarak antara 2 (dua) titik
Titik S elevasi muka tanah
Interpolasi
L1 = 2.1
L2 = 0.9
Elevasi 1 = 1991
Elevasi = 1994
ℎ(𝑝𝑖. 1) + (ℎ(𝑠)
i= 𝑋 100%
𝑙
1988 − 1993.10
i= 𝑋 100%
284.05
i = -1.80 % = 0.018
ℎ(𝑝𝑖. 2) − (ℎ(𝑝𝑖. 1)
i= 𝑋 100%
𝑙
1991 − 1988
i= 𝑋 100%
293.59
i = 1.02 % = 0.01022
ℎ(𝑝𝑖. 3) − (ℎ(𝑝𝑖. 2 )
i= 𝑋 100%
𝑙
1997 − 1991
i= 𝑋 100%
259.25
i = 2.31 % = 0.02314
ℎ(𝑝𝑖. 𝑓 ) − (ℎ(𝑝𝑖. 3)
i= 𝑋 100%
𝑙
2003 − 1991
i= 𝑋 100%
250.13
i = 2.40 % = 0.02399
TITIK K2
Elevasi muka tanah = 1991
Elevasi muka jalan = 1988 - 0.01022 x 44.00
K2 = 1991
= 1988 - 0.45
= 1987.55
Berarti pada k2 terdapat galian sebesar
= 1987.55 – 1991.00
= 3.45 M (<10 M)
TITIK K4
Elevasi muka tanah = 1994.00
K4 = 1994
TITIK K5
Elevasi muka tanah = 1994 K5 = 1994
1985
44,00000
79,59000
62,00000
61,25000
120,00000
136,00000
128,00000
122,13000
240,97000
168,00000
259,25000
360,97000
293,59000
250,13000
28
Dari sketsa jalan lintasan jalan tersebut, dapat dilihat bahwa S – PI.1
timbunan, dari PI.2 hingga titik S terletak pada bagian galian. Mencermati luas
bagian timbunan dan galian sepanjang lintasan, dapat dilihat bahwa luas bagian
galian lebih besar dari luas bagian timbunan. Karena itu perlu mengusahakan
pengurangan bagian galian. Kebijaksanaan tersebut dilakukan dengan menaikkan
muka jalan PI.1 dan PI.2 serta menurunkan PI.3 dan P.F. dengan demikian pula
permukaan jalan PI.1 dari 1988 menjadi 1990, pada PI.2 dari 1991 menjadi
1991.50, sedangkan pada PI.3 diturunkan dari 1997 menjadi 1996 dan P.F
diturunkan dari 2003 menjadi 2001. Berdasarkan elevasi permukaan jalan tersebut
dapat dicari kemiringan masing – masing penggal jalan sebagai berikut:
ℎ(𝑝𝑖. 1) + (ℎ(𝑠)
i= 𝑋 100%
𝑙
1990.00 − 1993.10
i= 𝑋 100%
284.06
i = 1.090 % = 0.0109
ℎ(𝑝𝑖. 2) + (ℎ(𝑃𝐼. 1)
i= 𝑋 100%
𝑙
1991.50 − 1990
i= 𝑋 100%
293.59
ℎ(𝑝𝑖. 2) + (ℎ(𝑃𝐼. 1)
i= 𝑋 100%
𝑙
1996.00 − 1991.50
i= 𝑋 100%
259.25
i = 1.74 % = 0.01736
ℎ(𝑝𝑖. 2) + (ℎ(𝑃𝐼. 1)
i= 𝑋 100%
𝑙
2001 − 1996.
i= 𝑋 100%
250.13
i = 2.00 % = 0.0199
dari lintasan baru dapat dicari ketinggian (elevasi) muka jalan pada masing -
masing titik kritis.
Dari tabel tersebut kelihatan bahwa besarnya kemiringan jalan, galian dan
timbunan tidak melebihi ketentuan. Dengan besaran itu pula keseimbagan antara
luas bidang galian dan timbunan telah diusahakan sama. Dapat disimpulakan
bahwa trase jalan telah memnuhi syarat. Selanjutnya dapat dilanjutkan
perhitungan galian dan timbunan tanah.
𝒚
3.2.2 Perhitungan Sudut Putar Lengkung (Δ) Sudut Azimuth 𝒂𝒓𝒄 𝒕𝒈 = 𝒙
1. tikungan PI.1
𝑦𝑝𝑖.2−𝑦𝑝𝑖.1 𝑦𝑝𝑖.1−𝑦𝑠
Δ1 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.2−𝑥𝑝𝑖.1 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.1−𝑥𝑠
50800−48200 48200−26500
Δ1 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 48500−23400 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 23400−2600
Δ1 = 40.30°
2. tikungan PI.2
𝑦𝑝𝑖.3−𝑦𝑝𝑖.2 𝑦𝑝𝑖.2−𝑦𝑝𝑖.1
Δ2 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.3−𝑥𝑝𝑖.2 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.2−𝑥𝑝𝑖.1
24800−50800 50800−48200
Δ2 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 55100−48500 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 23400−2600
Δ2 = 81.67°
𝑦𝑝𝑖.𝑓−𝑦𝑝𝑖.3 𝑦𝑝𝑖.3−𝑦𝑝𝑖.2
Δ3 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.𝑓−𝑥𝑝𝑖.3 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.3−𝑥𝑝𝑖.2
600−24800 24800−50800
Δ3 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 49800−55100 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 55100−48500
h
3.2.3 MENETUKAN KEMIRINGAN JALAN, i = 𝑙 𝑥 100%x
Dimana :
H = beda tinggi
L = jarak antara 2 (dua) titik
ℎ(𝑝𝑖. 1) + (ℎ(𝑠)
i= 𝑋 100%
𝑙
1988 − 1985
i= 𝑋 100%
300.59
i = 1.00 % = 0.01
1991 − 1988
i= 𝑋 100%
252.34
i = 1.19 % = 0.01189
ℎ(𝑝𝑖. 3) − (ℎ(𝑝𝑖. 2 )
i= 𝑋 100%
𝑙
2000 − 1991
i= 𝑋 100%
268.25
i = 3.36 % = 0.03355
ℎ(𝑝𝑖. 𝑓 ) − (ℎ(𝑝𝑖. 3)
i= 𝑋 100%
𝑙
2010.40 − 2000
i= 𝑋 100%
247.74
i = 4.20 % = 0.04198
= 1.82 M (<4 M)
TITIK K2
Elevasi muka tanah = 1991 K2 = 1991
= 1986.95 – 1.17
= 1985.79
Berarti pada k3 terdapat galian sebesar
= 1985.79 – 1994.00
= 8.21 M (<10 M)
TITIK K4
Elevasi muka tanah = 1997.00
Elevasi muka jalan = 1991 + 0.0336 x 204.00
= 1991 + 6.84
= 1997.84
Berarti pada k4 terdapat galian sebesar
= 1997.84 – 1997.00 K4 = 1997
= 0.84 M (<4 M)
TITIK K5
Elevasi muka tanah = 2006
Elevasi muka jalan = 2000 + 0..0336 x 160.00
= 2000 + 5.37
= 2005.37
Berarti pada k5 terdapat timbunan sebesar
= 2005.37 - 2006
= 0.63 M (<4 M) K5 = 2006
2012
F
2010.40
2009 4.20%
2008.40
K5=2006
2006 2005.96
2005.47
2.79%
2003
2001.5
P I.3
2.80%
K3=1997 1997.84
1997 K4=1997
3.36%
1994 1992.95
1.59%
1991.39 P I.2
1991 K2=1991
1990 1.19%
1.66%
1988.03 P I.1
1988 1.00%
1986.82 1986.96
1985 S K1=1985 1985.79
88,00000
98,00000
66,34000
64,25000
87,74000
118,59000
160,15000
182,00000
204,00000
300,59000
252,34000
268,25000
247,74000
1068,92000
39
Dari sketsa jalan lintasan jalan tersebut, dapat dilihat bahwa S – PI.1
timbunan, PI.1 – PI.2 galian dan PI.2 – P.F terletak pada bagian timbunan.
Mencermati luas bagian timbunan dan galian sepanjang lintasan, dapat dilihat
bahwa luas bagian timbunan lebih besar dari luas bagian galian. Karena itu perlu
mengusahakan pengurangan bagian timbunan. Kebijaksanaan tersebut dilakukan
dengan menaikkan muka jalan PI.1 dan PI.2 serta PI.3 dan P.F diturunkan. dengan
demikian pula permukaan jalan PI.1 dari 1988 menjadi 1990, pada PI.2 dari 1991
menjadi 1994 ,PI.3 dinaikan dari 2000 menjadi 2001.50 sedangkan P.F diturunkan
dari 2010.40 menjadi 2008.40. Berdasarkan elevasi permukaan jalan tersebut
dapat dicari kemiringan masing – masing penggal jalan sebagai berikut:
ℎ(𝑝𝑖. 1) + (ℎ(𝑠)
i= 𝑋 100%
𝑙
1990.00 − 1993.10
i= 𝑋 100%
284.06
i = 1.090 % = 0.0109
ℎ(𝑝𝑖. 2) + (ℎ(𝑃𝐼. 1)
i= 𝑋 100%
𝑙
1991.50 − 1990
i= 𝑋 100%
293.59
ℎ(𝑝𝑖.2)+(ℎ(𝑃𝐼.1)
i= 𝑋 100%
𝑙
1996.00−1991.50
i= 𝑋 100%
259.25
i = 1.74 % = 0.01736
ℎ(𝑝𝑖.2)+(ℎ(𝑃𝐼.1)
i= 𝑋 100%
𝑙
2001−1996.
i= 𝑋 100%
250.13
i = 2.00 % = 0.0199
𝒚
3.3.2 Perhitungan Sudut Putar Lengkung (Δ) Sudut Azimuth 𝒂𝒓𝒄 𝒕𝒈 = 𝒙
𝑦𝑝𝑖.2−𝑦𝑝𝑖.1 𝑦𝑝𝑖.1−𝑦𝑠
Δ1 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.2−𝑥𝑝𝑖.1 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.1−𝑥𝑠
48400−26600 26600−3000
Δ1 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 23500−3200
5800−23500
Δ1 = 100.22°
𝑦𝑝𝑖.3−𝑦𝑝𝑖.2 𝑦𝑝𝑖.2−𝑦𝑝𝑖.1
Δ2 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.3−𝑥𝑝𝑖.2 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 𝑥𝑝𝑖.2−𝑥𝑝𝑖.1
49100−48400 48400−26600
Δ2 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 ± 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔
32000−5800 5800−23500
Δ3 = 46°
h
3.3.3 MENETUKAN KEMIRINGAN JALAN, i = 𝑙 𝑥 100%x
Dimana :
H = beda tinggi
L = jarak antara 2 (dua) titik
ℎ(𝑝𝑖. 1) + (ℎ(𝑠)
i= 𝑋 100%
𝑙
2000 − 1994
i= 𝑋 100%
311.30
i = 1.93 % = 0.0193
1973 − 2000
i= 𝑋 100%
280.81
i = 9.62 % = 0.0962
ℎ(𝑝𝑖. 3) − (ℎ(𝑝𝑖. 2 )
i= 𝑋 100%
𝑙
1991 − 1973
i= 𝑋 100%
262,09
i = 6.87 % = 0.06868
ℎ(𝑝𝑖. 𝑓 ) − (ℎ(𝑝𝑖. 3)
i= 𝑋 100%
𝑙
2000 − 1991
i= 𝑋 100%
298.41
i = 3.02 % = 0.0302
TITIK K2
K2 = 1997
Elevasi muka tanah = 1997
Elevasi muka jalan = 2000 - 0.09615 x 32.70
= 2000 – 3.14
= 1996.86
Berarti pada k2 terdapat galian sebesar
= 1996.86 - 1997
= 0.14 M (<10 M aman)
TITIK K3
Elevasi muka tanah = 1976
Elevasi muka jalan = 1996.86 - 0.0962 x 231.30 K3 = 1976
= 1996.86 – 22.24
= 1974.62
Berarti pada k3 terdapat galian sebesar
= 1974.62 - 1976
= 1.38 M (<10 M aman)
= 1973 + 3.30
= 1976.30
Berarti pada k4 terdapat timbunan sebesar
= 1976.30 - 1976
= 0.30 M (<4 M aman)
TITIK K5
Elevasi muka tanah = 1988
Elevasi muka jalan = 1976.30 – 0.0687 x 107
K5 = 1988
= 1976.30 – 7.35
= 1968.95
Berarti pada k5 terdapat timbunan sebesar
= 1968.95 - 1988
= 19.05 M (<10 M tdk aman)
TITIK K6
Elevasi muka tanah = 1994
K6 = 1994
Elevasi muka jalan = 1991 – 0.0687 x 24
= 1991 – 0.72
= 1990.28
Berarti pada k6 terdapat galian sebesar
= 1990.28 - 1994
= 3.72 M (<10 M aman)
TITIK K7
Elevasi muka tanah = 2003
Elevasi muka jalan = 1990.28 – 0.03 x 166
= 1990.28 – 5.01
298,41000
3.02%
166,00000
K6=1994
23,99972
pi.3
107,09000
K5=1988
6.87%
262,09000
107,00000
K4=1976
TR AS E 3
48,00000
pi.2
16,81000
K3=1976
1152,61000
9.62%
231,30000
280,81000
K2=1997
32,70000
pi.1
168,00000
1.93%
311,30000
K1=2000
144,00000
S
2000
1997
1994
1991
1988
1985
1982
1973
1976
1979
2003
Dikarenakan hasil perhitungan titik kritis yang tidak memenuhi syarat, maka tidak
dilakukan perencanaan trase bar
Panjang Lintasan
(M)
S – PI.1 284.05 300.59 311.20
PI.1 – PI.2 293.58 252.34 280.81
PI.2 – PI.3 259.25 268.25 262.09
PI.3 – F 250.12 247.74 298.41
Total 1163.94 1068.91 1152.61
Galian 4M 3M
Timbunan 2.50 M 6.50 M
Terlihat pada tabel bahwa lintasan atau trase yang paling memenuhi syarat adalah
trase 1, maka untuk perhitungan selanjutnya digunakan trase 1.
Vr = 60 km/jam
Rc = 119 m
Ls = 60 (berdasar tabel 4.7 Bina Marga)
𝐿𝑠2
Xs = 𝐿𝑠 (1 − 40 𝑅𝑐²)
602
Xs = 𝐿𝑠 (1 − 40 𝑥 119²)
= 59.61 m.
𝐿𝑠2
Ys = ( )
6 𝑥 𝑅𝑐
602
Ys = (6 𝑥 119)
= 5.04 m.
90 x Ls
θs = 𝜋 𝑥 𝑅𝑐
90 x 60
= 3.14 𝑥 119
= 14.45°
Ls²
p = 6 𝑥 𝑅𝑐 − 𝑅𝑐(1 − 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑠)
60²
= 6 𝑥 119 − 119(1 − cos 14.45)
= 1.3 m
603
= 60 − − (119. Sin 14.45°)
40 𝑥 1192
= 29.9 m
Ts = (Rc + p) . Tg ½ Δ + k
= 74.29 m.
Es = (Rc + p) . Sec½ Δ – Rc
= 9.21 m.
Lc = 0
Ltotal = 2 Ls = 2 x 60 = 120 m.
= 0.0075 = 0.008
𝐿𝑠2
Xs = 𝐿𝑠 (1 − 40 𝑅𝑐²)
602
Xs = 𝐿𝑠 (1 − 40 𝑥 119²)
= 59.61 m.
602
Ys = (6 𝑥 119)
= 5.04 m.
90 x Ls
θs = 𝜋 𝑥 𝑅𝑐
90 x 60
= 3.14 𝑥 119
= 14.45°
Ls²
p = 6 𝑥 𝑅𝑐 − 𝑅𝑐(1 − 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑠)
60²
= 6 𝑥 119 − 119(1 − cos 14.45)
= 1.3 m
Ls3
K = 𝐿𝑠 − − 𝑅𝑐(𝑆𝑖𝑛 𝜃𝑠)
40 𝑥 𝑅𝑐 2
603
= 60 − − (119. Sin 14.45°)
40 𝑥 1192
= 29.9 m
Ts = (Rc + p) . Tg ½ Δ + k
Es = (Rc + p) . Sec½ Δ – Rc
= 51.93 m.
(Δ−2 θs)
Lc = 𝑥 𝜋 𝑥 𝑅𝑐
180°
(91−2 (14.45))
= 𝑥 3.14 𝑥 119
180°
Landai relatif
1 (e+en)B
Landai relatif = 𝑚 = 𝐿𝑠
(0.1+0.02)75
= 60
Tc = Rc . Tg ½ Δ
= 573 . Tg ½ 23
= 115.8206 m.
Es = Tc . Tg½ Δ
= 115.8206 . Tg ½ 23
= 11.588 m.
= 228.445 m.
Landai relatif
1 (e+en)B
Landai relatif = 𝑚 = 𝐿𝑠
(0.036+0.02)75
= 50
= 0.0075 = 0.008
(tabel 5.4 Shirley, L. Hendarsin, Perancangan Teknik Jalan Raya. Vr 60 km/jam =
0.008)
Vr = 60 e = 10 % = 0.1
Δ = 40.55° Ls = 60 m.
θs = 14.45° Lc =0
Rc = 119 m p = 1.3 m. P’ = 0.021549
Es = 9.21 m k = 29.9 m. K’=0.4989155
2) Tikungan PI.2 (S – C – S)
Vr = 60 km/jam e = 10 % = 0.1
Δ = 91° Ls = 60 m.
θs = 14.45° Lc = 65.490 m
Rc = 119 m p = 1.3 m. P’ = 0.021549
Es = 51.93 m k = 29.9 m. K’ = 0.4989155
Ts = 151.38 m.
3) Tikungan PI.3 (F – C)
Vr = 60 km/jam Δ = 23°
Ls = 50 m. Lc = 228,445 m
θs = 14.45° Rc = 573 m
Tc = 115.82 m. Es = 11.588 m.
1 1
Rc = 𝑅 + 2 𝑏 − 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛
2
1 1
= 119 + 2 2.6 − 3.75
2
= 118.43 m.
= 2.768 m.
0.105 . V
z =
√𝑅
0.105 . 60 6.3
= =
√119 10.9087
= 0.577 m.
U =B–b
= 2.768 – 2.6
C = 1 m.
Bt = n (B + C) + z
= 2 (2.678 + 1) + 0.577
= 8.112 m.
ΔB = Bt – Bn
1 1
Rc = 𝑅 + 2 𝑏 − 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛
2
1 1
= 119 + 2 2.6 − 3.75
2
= 118.43 m.
= 2.768 m.
0.105 . V
z =
√𝑅
0.105 . 60 6.3
= =
√119 10.9087
= 0.577 m.
U =B–b
= 2.768 – 2.6
= 0.168 m.
C = 1 m.
Bt = n (B + C) + z
= 2 (2.678 + 1) + 0.577
= 8.112 m.
1 1
Rc = 𝑅 + 2 𝑏 − 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛
2
1 1
= 573 + 2 2.6 − 3.75
2
= 572.43 m.
= 2.556 m.
0.105 . V
z =
√𝑅
= 0.263 m.
U =B–b
= 2.556 – 2.6
= 0.044 m.
C = 1 m.
Bt = n (B + C) + z
= 2 (2.678 + 1) + 0.2631
= 7.374m.
ΔB = Bt – Bn
Dimana:
T = waktu tanggap ditetapkan 2.5 detik
Vr = 60 km/jam
T = 2.5 detik
fp = 0.153
L = -1.801%
𝑉𝑟 2
Jh = 0.278 . 𝑉𝑟 . 𝑇 254 (𝑓𝑝 ±𝐿)
602
Jh = 0.278 .60 .2,5 254 (0.153−0.01801)
Vr = 60 km/jam
T = 2.5 detik
fp = 0.153
L = 1.034%
𝑉𝑟 2
Jh = 0.278 . 𝑉𝑟 . 𝑇 254 (𝑓𝑝 ±𝐿)
Vr = 60 km/jam
T = 2.5 detik
fp = 0.153
L = 2.29%%
𝑉𝑟 2
Jh = 0.278 . 𝑉𝑟 . 𝑇 254 (𝑓𝑝 ±𝐿)
602
Jh = 0.278 .60 .2,5 254 (0.153−0.0229)
d2 = 0.278 x Vr x T2
d3 = antara 30 – 100m
Vr km/jam 50 - 65 65 - 80 80 - 95 95 - 110
d3 (m) 30 55 75 90
(Shirley, L. Hendarsin, penuntun praktis Perancangan Teknik Jalan Raya hal.92)
d4 = 2/3 d2.
𝑎 𝑥 𝑇1
d1 = 0.278 x T1 (Vr - m )
2
2.268 𝑥 3.68
= 0.278 x 3.68 (60 - 15 2
= 50.30 m
d2 = 0.278 x Vr x T2
= 0.278 x 60 x 9.44
𝑎 𝑥 𝑇1
d1 = 0.278 x T1 (Vr - m 2
2.268 𝑥 3.68
= 0.278 x 3.68 (60 - 15
2
= 50.30 m
d2 = 0.278 x Vr x T2
= 0.278 x 60 x 9.44
= 157.459 m
d3 = 55 m
d4 = 2/3 x 157.459
= 104.973 m
Jd = d1 + d2 + d3 + d4 > L2
= 50.30 + 157.459 + 55 + 104.973 = 367.738 > 290.06 .. ok
𝑎 𝑥 𝑇1
d1 = 0.278 x T1 (Vr - m 2
2.268 𝑥 3.68
= 0.278 x 3.68 (60 - 15 2
= 50.30 m
d2 = 0.278 x Vr x T2
= 0.278 x 60 x 9.44
= 157.459 m
d3 = 55 m
d4 = 2/3 x 157.459
= 104.973 m
Jd = d1 + d2 + d3 + d4 > L3
= 50.30 + 157.459 + 55 + 104.973 = 367.738 > 261.28 .. ok
1
𝑅 ′ = 𝑅𝑐 − 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛
4
1
𝑅 ′ = 119 − 4 3.75
= 118.06 m
= 29.14 m.
28.25 𝐽ℎ
E = 𝑅 ′ (1 − cos )
𝑅′
1
𝑅 ′ = 𝑅𝑐 − 4 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛
= 118.06 m
28.25 (128.287)
E = 118,06 (1 − cos )
118,06
= 16.588 m.
28.25 𝐽ℎ
E = 𝑅 ′ (1 − cos )
𝑅′
1
𝑅 ′ = 𝑅𝑐 − 4 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛
1
𝑅 ′ = 573 − 4 3.75
= 572.06 m
28.25 (122.246)
E = 572,06 (1 − cos )
572,06
= 3,172387 m.
1993.10−1989
g1 = = 0.01367
300
= 1.3667%
1994−1989
g1 = = 0.020
250
= 2%
+1994
+1993.10
g1 = 1.33%
PPV1 g1 = 1.33%
EV1
PPV1 PPV1
x = 20 m x = 20 m
Lv
= 80.3894 𝑚
Dicoba Jh > Lv
399
Lv = 2. 𝐽ℎ − 𝐴
399
= 2 (80.3894 ) − 3.367
Jd = 367.738 m
𝐴.𝐽𝑑² 3.67. 367.738 ²
Lv = = = 541.998 𝑚
840 840
Dicoba Jd > Lv
840
Lv = 2. 𝐽𝑑 − 𝐴
840
= 2. 367.738 − 3.367
= 485,971 m.
Jd > Lv : 367.738 < 485,971 ................................. (tidak memenuhi)
𝐴.𝑥 𝐿𝑣 3.367.𝑥 80
Ev = = = 0.33667 𝑚
800 800
1 1
X = 4 𝑥 𝐿𝑣 = 4 𝑥 80 = 20 𝑚
𝐴.𝑥 𝑋² 3.367.𝑥 20²
Y = 200 𝑥 𝐿𝑣 = = 0.08417 𝑚
200 𝑥 80
= 2%
1994−194
g1 = =0
250
= 0%
PPV 2
+1994
EV2
g2 = 0%
g1 = 2%
PPV1
PVI 2
+1989
x = 20 m
PPV1
x = 20 m
𝑉𝑟 2
Jh = 0.278 𝑥 𝑉𝑟 . 𝑇
254 (𝑓𝑝 + 𝛥𝐴)
602
= 0.278 𝑥 60 .2,5𝑇 254 (0.4+0.02)
= 78.99 𝑚
𝐴 . 𝐽ℎ2 2 𝑥 78.992
Lv = = = 31.28 𝑚
399 399
Dicoba Jh > Lv
399
Lv = 2. 𝐽ℎ − 𝐴
399
= 2 (78.99 ) − 2
= −41.504 𝑚
Jd = 367.738 m
𝐴.𝐽𝑑² 2 𝑥 367.738 ²
Lv = = = 321.979 𝑚
840 840
Dicoba Jd > Lv
840
Lv = 2. 𝐽𝑑 − 𝐴
840
= 2. 367.738 − 2
= 315.476 m.
Jd > Lv : 367.738 >315.476 ......................................... (memenuhi)
𝐴.𝑥 𝐿𝑣 2.𝑥 80
Ev = = = 0.2 𝑚
800 800
1 1
X = 4 𝑥 𝐿𝑣 = 4 𝑥 80 = 20 𝑚
𝐴.𝑥 𝑋² 3.367.𝑥 20²
Y = 200 𝑥 𝐿𝑣 = = 0.05 𝑚
200 𝑥 80
= 0%
2003−1994
g1 = = 0.02736
329
= 2.736%
+2003
PPV 3 g1 = 1.36%
g1 = 0%
+1994
EV3
PPV 3 PPV 3
x = 20 m x = 20 m
Lv
𝑉𝑟 2
Jh = 0.278 𝑥 𝑉𝑟 . 𝑇
254 (𝑓𝑝 + 𝛥𝐴)
602
= 0.278 𝑥 60 .2,5𝑇 254 (0.4+0.02736)
= 79.73 𝑚
Dicoba Jh > Lv
399
Lv = 2. 𝐽ℎ − 𝐴
399
= 2 (79.73) − 2.736
= 13.61 𝑚
Jd = 367.738 m
𝐴.𝐽𝑑² 2.736. 367.738 ²
Lv = = = 440.397 𝑚
840 840
Dicoba Jd > Lv
840
Lv = 2. 𝐽𝑑 − 𝐴
840
= 2. 367.738 − 2.736
= 428.409 m.
Jd > Lv : 367.738 <428.409 ................................. (tidak memenuhi)
𝐴.𝑥 𝐿𝑣 2.736.𝑥 80
Ev = = = 0.2735 𝑚
800 800
1 1
X = 4 𝑥 𝐿𝑣 = 4 𝑥 80 = 20 𝑚
𝐴.𝑥 𝑋² 2.736.𝑥 20²
Y = 200 𝑥 𝐿𝑣 = = 0.06839 𝑚
200 𝑥 80
STA 0+000
Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0.16+0.11)/2 x 1
= 0.135 m2
Luas II (a) = (h1+h2)/2 x t
= (0.11+0.04)/2 x 1.5
= 0.104m2
Luas II (b) = (a+b)/2 x t
= (0.69+0.5)/2 x 1.5
= 0.885 m2
Luas III =0
Luas IV =0
Luas V =½axt
= ½ 0.355 x 3.75
= 0.66 m2
Luas VI = (h1+h2)/2 x t
= (0.355+0.592)/2 x 2.5
= 1.185 m2
Luas VII (a) = (h1+h2)/2 x t
STA 0+050
Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0.88+0.79)/2 x 1
= 0.835 m2
Luas II (a) = (h1+h2)/2 x t
= (0.79+0.75)/2 x 1.5
= 1.155 m2
Luas II (b) = (a+b)/2 x t
= (0.8+0.5)/2 x 1.5
= 0.975 m2
Luas III = (h1+h2)/2 x t
= (0.79+0.75)/2 x 2.5
= 1.92 m2
Luas IV = (h1+h2)/2 x t
= (0.589 + 0.34)/2 x 3.75
= 1.73 m2
Luas V = (h1+h2)/2 x t
= (0.34 + 0.65 )/2 x 3.75
= 1.86 m2
STA 0+100
Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0.5+ 0.54)/2 x 1
= 0.52m2
Luas II (a) = (h1+h2)/2 x t
= (0.54+0.62)/2 x 1.5
= 0.87 m2
Luas II (b) = (a+b)/2 x t
= (0.8+0.5)/2 x 1.5
= 0.97 m2
Luas III = (h1+h2)/2 x t
= (0.62+0.63)/2 x 2.5
STA 0+150
Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0.53+0.58)/2 x 1
= 0.56 m2
Luas II (a) = (h1+h2)/2 x t
STA 0+200
Luas I =½axt
= ½ 0.98 x 1.13
= 0.55
Luas II = (h1+h2)/2 x t
= (1.13+1.02)/2 x 1.5
= 1.61 m2
Luas III (a) = 2( ½ a x t)
= 2( ½ 0.5 x 0.8)
= 0.4 m2
Luas III (b) = (a+b)/2 x t + (h1+h2)/2 x t
= (0.23+0.15)/2 x 0.5 + (0.15+0.092)/2 x 0.5
= 0.55 m2
Luas IV = (h1+h2)/2 x t
= (0.82+0.62)/2 x 2.5
= 1.81m2
Luas V = (h1+h2)/2 x t
= (0.62+0.32)/2 x 3.75
= 1.77 m2
Luas VI = ( ½ a x t) + (½ a x t)
= ( ½ 0.32 x 2.21) + (½ 0.22 x 1.55)
= 0.52 m2
Luas VII = (h1+h2)/2 x t
= (0.22+0.59)/2 x 2.5
= 1.02 m2
Luas VIII (a) = (h1+h2)/2 x t
= (0.59+0.75)/2 x 1.5
= 1.01 m2
STA 0+250
Luas I =½axt
= ½ 1 x 2.15
= 1.07 m2
Luas II = (h1+h2)/2 x t
= (2.15+2.01)/2 x 1
= 2.08 m2
Luas III (a) = 2( ½ a x t)
= 2( ½ 0.5 x 0.8)
= 0.4 m2
Luas III (b) = (h1+h2)/2 x t
= (1.19+0.97)/2 x 1.5
= 1.62 m2
Luas IV = (h1+h2)/2 x t
= (1.77+1.49)/2 x 2.5
= 4.07 m2
Luas V = (h1+h2)/2 x t
= (1.49+1.07)/2 x 3.75
= 4.8 m2
Luas VI = (h1+h2)/2 x t
= (1.07+0.76)/2 x 3.75
STA 0+300
Luas I = ( ½ a x t)
= ( ½ 0.17 x 1)
= 0.085 m2
Luas II (a) = (h1+h2)/2 x t
= (0.17+0.39)/2 x 1.5
= 0.42 m2
Luas II (b) = (a+b)/2 x t
= (0.8+0.5)/2 x 1.5
= 0.97 m2
Luas III = (h1+h2)/2 x t
= (0.39+0.67)/2 x 2.5
= 1.33 m2
Luas IV = (h1+h2)/2 x t
STA 0+350
Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0.89+1.01)/2 x 1
= 0.95 m2
Luas II (a) = (h1+h2)/2 x t
= (1.01+1.18)/2 x 1.5
= 1.64 m2
STA 0+450
Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0.313+0.418)/2 x 1
= 0.36 m2
Luas II (a) = (h1+h2)/2 x t
= (0.41+0.57)/2 x 1.5
= 0.74m2
Luas II (b) = (a+b)/2 x t
= (0.8+0.5)/2 x 1.5
= 0.97 m2
Luas III = (h1+h2)/2 x t
= (0.57+0.73)/2 x 2.5
= 1.6 m2
Luas IV = (h1+h2)/2 x t
= (0.73+0.99)/2 x 3.75
=3.24 m2
Luas V = (h1+h2)/2 x t
= (0.99+1.328)/2 x 3.75
= 4.35 m2
Luas VI = (h1+h2)/2 x t
= (1.32+1.55)/2 x 2.5
= 3.59 m2
Luas VII (a) = (h1+h2)/2 x t
= (1.55+1.62)/2 x 1.5
STA 0+500
Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0.36+0.51)/2 x 1
=0.44
Luas II (a) = (h1+h2)/2 x t
= (0.51+0.75)/2 x 1.5
= 0.95 m2
Luas II (b) = (a+b)/2 x t
= (0.8+0.5)/2 x 1.5
= 0.97 m2
Luas III = (h1+h2)/2 x t
= (0.75+1.04)/2 x 2.5
= 2.24
Luas IV = (h1+h2)/2 x t
= (1.04+1.5)/2 x 3.75
= 4.77 m2
Luas V = (h1+h2)/2 x t
STA 0+550
Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0.42+0.38)/2 x 1
= 0.40 m2
Luas II = (a+b)/2 x t
= (0.41+0.48)/2 x 1.06
= 0.47 m2
Luas III = (h1+h2)/2 x t
= (0.31+0.80)/2 x 2.5
=0.78 m2
STA 0+650
Luas I =½axt
= ½ 1 x 1.31
= 0.65 m2
Luas II = (h1+h2)/2 x t
= (1.31+1.18)/2 x 1
=1.25 m2
Luas III (a) = (h1+h2)/2 x t
= (0.38+0.18)/2 x 1.5
= 0.42 m2
Luas III (b) = (h1+h2)/2 x t
= (0.8+0.5)/2 x 1.5
=0.97 m2
Luas IV = (h1+h2)/2 x t
= (0.98+0.75)/2 x 2.5
= 2.16 m2
Luas V = (h1+h2)/2 x t
STA 0+700
Luas I =½axt
= ½ 1 x 1.23
= 1.17 m2
STA 0+800
Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0.83+0.68)/2 x 1
= 0.75 m2
Luas II (a) =½axt+½axt
= ½ 0.37x0.6 + ½ 0.31 x 0.49
= 0.186 m2
Luas II (b) = (H1 + H2)/2 x t
= (0.18+0.31)/2 x 1.5
= 0.367 m2
Luas III = (h1+h2)/2 x t
= (10.19+0.29)/2 x 2.5
= 0.6 m2
Luas IV =½axt+½axt
= ½ 0.16 x 1.4 + ½ 0.26 x 2.3
= 0.299 m2
Luas V = (h1+h2)/2 x t
= (0.26+0.94)/2 x 2.5
STA 0+850
Luas I =½axt
= ½ 1 x 1.55
= 0.77 m2
Luas II = (h1+h2)/2 x t
= (1.57+1.55)/2 x 1
= 1.56 m2
STA 0+950
Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0.14+0.19)/2 x 1
= 0.16 m2
Luas II (a) = (h1+h2)/2 x t
= (0.19+0.28)/2 x 1.5
= 0.35 m2
Luas II (b) = (a+b)/2 x t
= (0.8+0.5)/2 x 1.5
= 0.97 m2
Luas III = (h1+h2)/2 x t
= (0.28+0.33)/2 x 2.5
= 0.76 m2
Luas IV = (h1+h2)/2 x t
= (0.33+0.40)/2 x 3.75
= 1.37 m2
Luas V = (h1+h2)/2 x t
= (0.40+0.88)/2 x 3.75
= 2.40 m2
Luas VI = (h1+h2)/2 x t
= (0.88+1.2)/2 x 2.5
STA 1+000
Luas I =½axt
= ½ 1 x 1.46
= 0.731 m2
Luas II = (h1+h2)/2 x t
= (1.46+1.36)/2 x 1
= 1.41 m2
Luas III = 2(½ a x t)
= 2(½ 0.5 x 0.8)
= 0.4
Luas IV = (h1+h2)/2 x t
= (1.20+1.04)/2 x 2.5
= 2.81 m2
Luas V = (h1+h2)/2 x t
STA 1+050
Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0.55+0.40)/2 x 1
= 0.47 m2
Luas II = (h1+h2)/2 x t
= (0.427 + 0.59)/2 x 1.15
= 0.58 m2
Luas III = (½ a x t) + (½ a x t)
= (½ 0.18x1.64)+ (½ 0.08+0.95)
= 0.19 m2
Luas IV = (h1+h2)/2 x t
= (0.089+0.5)/2 x 3.75
= 1.10 m2
STA 1+079
Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0.38+0.31)/2 x 1
= 0.35 m2
Luas II = (h1+h2)/2 x t
= (10.48+0.58)/2 x 1.17
= 0.624 m2
Luas III = (h1+h2)/2 x t
= (0.20+0.12)/2 x 2.5
= 0.4 m2
Luas IV = (½ a x t)
= (½ 0.12 x 3.75)
(0.135)+(0)
= x 50
2
= 3.375 m3
7.1 Kesimpulan
adapaun kesimpulan yang dapat penulis simpulkan dari hasil
Perencanaan Geometrik Jalan Raya ini adalah sebagai berikut:
1. jumlah trase yang direncanakan adalah tiga (3) dan ditentukan trase yang
terbaik untuk dilanjutkan perhitungan, maka trase terbaik yang dipilih
ialah trase satu (1).
2. panjang jalan yang direncanakan ialah 1079 meter yang dimulai dari Sta
0+000 sampai dengan Sta 1+079.
3. tikungan yang direncanakan sebanyak tiga (3)buah yaitu:
Tikungan Spiral-Spiral dengan sudut Δ 40.55º.
Tikungan Spiral-Circle-Spiral dengan sudut Δ 90º
Tikungan Full Circle dengan sudut Δ 23º
7.2 Saran
Perencanaan Geometrik Jalan Raya sebaiknya berdasarkan data
hasil survey lansung dan akurat dari lapangan agar diperoleh hasil
perenacanaa yang lebih optimal.