You are on page 1of 18

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LEMAK DAN MINYAK


ACARA II
PENENTUAN SIFAT FISIK, SIFAT KIMIA LEMAK DAN MINYAK

DISUSUN OLEH:
DEWI PUSPITASARI
H3117023
KELOMPOK 4

D3 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
ACARA II
PENENTUAN SIFAT FISIK, SIFAT KIMIA LEMAK DAN MINYAK

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Acara II “Penentuan Sifat Fisik, Sifat Kimia
Lemak Dan Minyak” adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa memahami dan mampu menentukan berat jenis dari berbagai
macam minyak dan lemak
2. Mahasiswa memahami dan mampu menentukan bilangan penyabunan dari
berbagai macam minyak dan lemak.
B. Tinjauan Pustaka
Minyak merupakan campuran ester dari gliserol dan asam lemak
rantai panjang yang sering disebut trigliserida. Trigliserida terbentuk dari asam
lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Minyak kasar hasil ekstraksi selalu
mengandung asam lemak bebas sebagai hasil aktifitas enzim lipase terhadap
gliserida selama minyak tersebut disimpan. Besarnya asam lemak tersebut
digunakan sebagai ukuran kualitas minyak. Makin besar asam lemak bebas
yang terkandung dalam minyak tersebut maka kualitasnya makin rendah.
Minyak atau lemak yang disimpan pada kondisi penyimpanan yang tidak baik
apabila diolah atau dimanfaatkan akan dihasilkan minyak atau lemak dengan
kandungan asam lemak bebas tinggi. Minyak mempunyai arti yang sangat luas,
yaitu senyawa yang berbentuk cairan pekat pada suhu ruangan dan tidak larut
dalam air. Berdasarkan sumbernya, minyak dibagi menjadi 2 macam, yaitu
minyak bumi (mineral oils atau petroleum) dan minyak dari mahluk hidup
(lipida atau lipids). Adapun minyak dari mahluk hidup terbagi lagi menjadi
minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (animal oils). Minyak
hewani lebih popular disebut dengan istilah lemak (fats) karena pada umumnya
berbentuk padat pada suhu ruangan (Andaka, 2009).
Minyak goreng adalah minyak yang dipakai untuk menggoreng,
seperti minyak kelapa, minyak jagung, dan minyak kacang. Minyak goreng
tersusun atas asam lemak berbeda yaitu seitar dua puluh jenis asam lemak.
Setiap minyak atau lemak tidak ada yang hanya tersusun atas satu jenis asam
lemak, karena minyak atau lemak selalu ada dalam bentuk campuran dari
beberapa asam lemak. Asam lemak yang dikandung oleh minyak sangat
menentukan mutu dari minyak, karena asam lemak tersebut menentukan sifat
kimia dan stabilitas minyak (Noriko dkk., 2012).
Kandungan minyak dalam biji kemiri tergolong tinggi, yaitu 55 – 66%
dari berat bijinya. Komponen utama penyusun minyak kemiri adalah asam
lemak tak jenuh, namun mengandung juga asam lemak jenuh dengan
persentase yang relatif kecil. Pada umumnya, biji yang mengandung lebih dari
30% minyak memerlukan penekanan untuk pengambilan minyaknya, baik
penekanan saja maupun penekanan sebelum dilakukan proses ekstraksiNamun
penekanan yang dilakukan sebelum proses ekstraksi bertujuan untuk
mengambil sebagian saja minyak yang mudah terambil pada proses penekanan,
baru kemudian sisa minyaknya diambil dengan cara ekstraksi menggunakan
pelarut (Arlene dkk., 2010).
Biji kemiri mengandung lemak sangat tinggi, berkisar 45-69%. Maka
dari itu, biji kemiri saat diperas akan keluar minyak. Namun, minyak kemiri
jarang digunakan untuk menggoreng dikarenakan adanya asam hidrosianik.
Minyak kemiri lebih cocok sebagai bahan baku sabun atau bahan bakar setara
solar. Khasiat yang cukup popular minyak kemiri yaitu khasiat menyehatkan
rambut, menyuburkan, menguatkan, dan menghitamkan rambut secara alami
(Prihandana dan Roy, 2008).
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang telah dikonsumsi di
daerah negara tropis selama ribuan tahun. Minyak kelapa dapat diperoleh dari
daging buah kelapa segar atau dari kopra. Proses untuk membuat minyak
kelapa dari daging buah kelapa segar dikenal dengan proses basah (wet
process), karena pada proses ini ditambahkan air untuk mengekstraksi minyak.
Sedangkan pembuatan minyak kelapa dengan bahan baku kopra dikenal
dengan proses kering (dry process). Pada waktu daging buah kelapa diparut,
sel- selnya akan rusak dan isi sel dengan mudah dikeluarkan dalam wujud
emulsi berwarna putih yang dikenal dengan santan. Santan demikian
mengandung minyak sebanyak 50%. Santan merupakan emulsi minyak di
dalam air yang agak stabil. Emulsifikasinya kadang-kadang bersama-sama
protein dan karbohidrat. Sisa minyak yang lain dapat diperoleh dengan
penambahan air dan pemerasan kedua dan ketiga. Komposisi kimia daging
buah kelapa adalah sebagai berikut: air (50%), minyak (34%), Abu (2,2%),
serat (3%), protein (3,5%), karbohidrat (7,3%) (Krishna dkk., 2010).
Bobot jenis adalah perbandingan antara berat dari suatu sampel
minyak dengan volume minyak pada suhu yang sama. Bobot jenis
minyak dipengaruhi oleh berat molekul dan komponen-komponen dalam
minyak serta ketidakjenuhan komponen asam lemak minyak. Semakin
banyak komponen dalam minyak, maka bobot jenisnya akan semakin
tinggi. Bobot minyak adalah selisih berat piknometer beserta isinya
dikurangi berat piknometer kosong (Maradesa dkk., 2014). Berat jenis adalah
sifat fisik minyak yang biasanya digunakan untuk menyatakan tingkat
kemurnian minyak. Banyaknya akumulasi bahan-bahan pengotor yang tidak
diinginkan dikarenakan tingginya frekuensi pemakaian minyak, dengan
demikian akan terjadi peningkatan nilai berat jenis minyak, ditandai dengan
warna minyak yang semakin tidak jernih yang menandakan adanya partikel
yang tersuspensi dalam minyak (Ayu dan Hamzah, 2010).
Pada suhu 18 – 24oC lemak berbentuk padat. Minyak pada suhu itu
ada dalam bentuk yang cair. Keduanya tidak larut dalam air, baik lemak
maupun minyak secara kimia terbentuk dari persenyawaan dua macam
molekul. Molekul intinya adalah gliserol seperti alkohol. Lemak biasanya
mengandung asam lemak jenuh lebih banyak. Minyak lebih banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh (Nasoetion dan Amini, 1995).
Lemak dan minyak bersumber dari hewan, tumbuhan atau hasil laut
yang merupakan sumber energi tertinggi per unit berat yang dikonsumsi
manusia. Minyak memiliki sifat kimia di antaranya reaksi hidrolisis mengubah
minyak menjadi asam–asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat
mengakibatkan kerusakan minyak terjadi karena terdapatnya sejumlah air
dalam minyak tersebut. Kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak maka
akan terjadi reaksi oksidasi secara langsung. Terjadinya reaksi oksidasi ini
akan mengakibatkan bau tengik pada minyak. Reaksi hidrogenasi sebagai
suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai
karbon asam lemak pada minyak (Barku dkk., 2012).
Lemak dan minyak termasuk dalam kelompok senyawa lipida, pada
umumnya mempunyai sifat yang sama yaitu tidak larut dalam air. Penanganan
dan pengolahan bahan pangan, perhatian lebih banyak ditujukan pada suatu
bagian lipida, yaitu trigliserida. Lemak banyak digunakan dalam pembuatan
roti atau kue dengan tujuan mengempukkan produk akhir. Minyak merupakan
bahan cair diantaranya disebabkan rendahnya kandungan asam lemak jenuh
dan tingginya angka asam lemak jenuh secara kimia tidak memiliki ikatan
rangkap (Winarno, 2004).
Minyak dan lemak memiliki sifat fisik yang berbeda. Lemak berupa
padatan, umumnya berasal dari hewan, kecuali lemak cokelat. Adapun minyak
berupa cairan pada suhu ruangan dan umumnya berasal dari tumbuhan, seperti
minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak jagung. Perbedaan wujud lemak
ini bergantung pada asam lemak penyusunnya. Lemak yang berwujud padat
banyak mengandung asam lemak jenuh, sedangkan minyak yang berwujud
cair banyak mengandung asam lemak tak jenuh (Sutresna, 2007).
Lemak dan minyak adalah zat non -volatile tidak larut dalam air tetapi
larut dalam pelarut organik. Mereka bersama dengan protein dan karbohidrat,
bahan makanan utama dan didistribusikan secara luas di alam. Minyak
berfungsi sebagai sumber protein yang baik, lipid dan asam lemak untuk
nutrisi manusia termasuk perbaikan jaringan, pembentukan sel-sel baru serta
sumber yang berguna untuk energi. Minyak sayur adalah benih yang
mengandung jumlahminyak cukup besar. Minyak dapat diekstraksi dari biji
minyak dengan menggunakan metode tradisional ekstraksi (pada skala yang
sangat kecil), ekspresi mekanik (hidrolik dan menekan sekrup) yang dapat
dilakukan secara manual, semi-otomatis atau otomatis, dan ekstraksi pelarut.
Parameter fisika dari minyak yang diekstraksi dari beberapa makanan nabati
Nigeria menggunakan teknik analisis standar (Aremu dkk., 2015).
Minyak memiliki sifat fisika diantaranya zat warna dalam minyak
terdiri dari 2 golongan yaitu zat warna alamiah dan warna hasil degradasi zat
warna alamiah. Bau amis yang disebabkan oleh interaksi trimetil amin oksida
dengan ikatan rangkap dari lemak tidak jenuh. Minyak tidak dapat larut dalam
air, kecuali minyak jarak (castor oil). Minyak hanya sedikit larut dalam
alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon disulfida dan
pelarut-pelarut halogen. Berat jenis dari minyak biasanya ditentukan pada
temperatur 25oC, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur
pada temperatur 40oC atau 60oC untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Titik
kekeruhan (turbidity point) ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran
minyak atau lemak dengan pelarut lemak (Andaka, 2009). Semakin besar
angka berat jenis, maka semakin banyak ikatan rangkap yang ada dalam asam
lemak suatu minyak. Sedangkan semakin banyak ikatan rangkap dalam suatu
minyak, maka minyak tersebut akan semakin mudah rusak, karena memiliki
sifat yang mudah teroksidasi oleh oksigen dari udara, senyawa kimia, atau
proses pemanasan (Bello dkk., 2011).
Sifat-sifat fisik pada lemak dan minyak menurut Buckle dkk, (2013)
yaitu:
1. Sifat fisik yang paling jelas adalah tidak larut dalam air
2. Viskositas minyak dan lemak cair biasanya bertambah dengan
pertambahan panjang rantai karbon, berkurang dengan naiknya suhu dan
berkurang dengan tidak jenuhnya rangkaian karbon
3. Minyak dan lemak lebih padat dalam keadaan padat daripada dalam
keadaan cair
4. Lemak campuran trigliserida dalam bentuk padat dan terdiri dari suatu fase
padat dan fase cair.
Berat jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat dibanding
dengan volume zat pada suhu tertentu (biasanya pada suhu 25ºC). Berat jenis
didefenisikan sebagai perbandingan kerapatan suatu zat terhadap kerapatan
air. Harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang sama, jika dengan
tidak cara lain yang khusus. Oleh karena itu, dilihat dari defenisinya, istilah
berat jenis sangat lemah. Akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai
kerapatan relatif. Berat jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis
sebuah zat dengan massa jenis air murni. Air murni bermassa jenis 1 g/cm³
atau 1000 kg/m³. Berat jenis merupakan bilangan murni tanpa dimensi (Berat
jenis tidak memiliki satuan), dapat diubah menjadi kerapatan dengan
menggunakan rumus yang cocok (Ahmad, 2014).
Bilangan penyabunan untuk minyak lemak adalah jumlah mg KOH yang
setara dengan 1 g minyak. Nilai yang tinggi bmemiliki arti terjadinya
ketengikan, nilai yang rendah ada kemungkinan tercampur dengan minyak
mineral. Hampir semua minyak yang dapat dimakan memiliki bilangan
penyabunan antara 188 dan 196. Hidrolisis minyak lemak dilakukan
menggunakan larutan KOH etanolat (Watson, 2010).
Sebagian besar minyak dan lemak memiliki aplikasi terbatas dalam
bentuk yang tidak dimodifikasi, yang terdiri dari komposisi triasilgliserol dan
asam lemak. Sifat kimia lemak dan minyak dapat diketahui salah satunya
dengan cara uji penyabunan. Angka penyabunan dapat menunjukkan berat
molekul asam lemak. Angka penyabunan lebih tinggi dari pada asam lemak
dengan rantai karbon panjang. Berat molekul dari trigliserida dalam minyak
sama dengan tiga kali angka penyabunan (Abdulkarim dkk., 2010).
Penentuan angka penyabunan dapat dilakukan dengan cara sebanyak
1,5 – 5gr minyak ditimbang dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 50 ml
larutan KOH yang dibuat dari 40 gr KOH dalam 1 liter alkohol. Setelah itu
ditutup dengan pendingin balik dan didihkan selama 10menit kemudian
dinginkan dan tambahkan beberapa tetes indikator phenolphthalein dan titrasi
kelebihan larutan KOH dengan larutan standar 0,5 N HCl. Selanjutnya dibuat
titrasi blanko dengan prosedur yang sama kecuali tanpa minyak
(Fachry dkk, 2007).
Bilangan penyabunan dapat dinyatakan dalam jumlah miligram
kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau
lemak. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai
bilangan penyabunan yang lebih tinggi daripada minyak yang mempunyai
berat molekul tinggi. Angka penyabunan dalam minyak dipengaruhi oleh
adanya senyawa-senyawa yang tak tersabunkan dalam minyak seperti sterol,
pigmen, hidrokarbon, dan tokoferol yangdapat mengurangi kekuatan oksidasi
terhadap ikatan tidak jenuh asam lemak (Effendi dkk, 2012).
C. Metodologi
1. Alat
a. Baskom
b. Buret
c. Corong
d. Desikator
e. Erlenmeyer
f. Gelas kimia
g. Gelas ukur
h. Hot plate
i. Loyang
j. Oven
k. Piknometer
l. Pipet tetes
m. Statif dan klem
n. Termometer
o. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Aquades
b. Indikator pp
c. Larutan HCl 0,5 N
d. Larutan KOH
e. Lemak ayam
f. Lemak sapi
g. Minyak goreng
h. Minyak kelapa
i. Minyak kemiri pemanasan
j. Minyak kemiri tanpa pemanasan
3. Cara kerja
a. Penentuan Berat Jenis

Pengovenan piknometer kosong selama 15 menit

Pemasukan piknometer dalam desikator selama 10


menit

Penimbangan piknometer kosong

Penambahan pada piknometer hingga meluap dan tidak


Aquadest
terdapat gelembung

Penimbangan piknometer beserta isinya kemudian


dibuang

Penimbangan minyak yang dihasilkan dan perhitungan


rendemennya

Minyak kemiri Pengulangan pekerjaan tersebut menggunakan sampel


tanpa pemanasan besuhu 25oC

Penentuan berat jenis

Gambar 2.1 Diagram Alir Penentuan Berat Jenis


b. Penentuan Angka Penyabunan

Sampel minyak hasil ekstraksi (Lemak ayam, Lemak


sapi, Minyak kelapa,Minyak goreng, Minyak kemiri
(pemanasan),Minyak kemiri (tanpa pemanasan))

Penimbangan 5 gr sampel ke dalam erlenmeyer

50 ml Penambahan
larutan KOH

Pendinginan

Indikator PP Penambahan

HCl 0,5 N Pentitrasian hingga terjadi perubahan warna

Penentuan angka penyabunan

Gambar 2.2 Diagram Penentuan Angka Penyabunan

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 2.1 Hasil Penentuan Berat Jenis

Berat Berat Berat Berat


Kel. Sampel piknometer piknometer + air jenis
kosong minyak (gr/ml)
1 Minyak kelapa 17,109 40,241 25,163 0,919
2 Minyak goreng 17,093 39,958 25,156 0,909
3 Minyak kemiri
17,258 40,466 25,227 0,920
pemanasan
4 Minyak kemiri tanpa
17,258 40,151 25,227 0,907
pemanasan
5 Lemak ayam 17,109 40,075 25,163 0,913
6 Lemak ayam 17,109 40,075 25,163 0,913
Sumber : Laporan sementara.
Berat jenis merupakan perbandingan berat minyak dan berat air
dengan volume yang sama pada suhu tertentu (biasanya ditentukan pada suhu
25oC). Kegunaan berat jenis suatu minyak yaitu untuk menentukan mutu dan
kemurnian kandungan minyak (Ahmad, 2014). Sedangkan menurut
Ketaren (1986), pengujian berat jenis penting untuk dilakukan karena dapat
menentukan apakah suatu zat padat dapat bercampur atau tidak dengan zat
lainnya, seperti menentukkan kualitas dari minyak goreng apakah bercampur
dengan zat lain atau tidak.
Prinsip kerja dari pengukuran berat jenis suatu zat dengan
menggunakan alat piknometer adalah perbandingan bobot zat terhadap air
suling dengan volume yang sama dan ditimbang di udara pada suhu yang sama
(pada suhu 250 C) (Rizki dan Panjaitan, 2018). Sedangkan metode pengukuran
berat jenis minyak dengan piknometer yaitu piknometer dibersihkan terlebih
dahulu dengan menggunakan aquadest, kemudian dibilas dengan alkohol untuk
mempercepat pengeringan piknometer kosong tadi. Pembilasan dilakukan
untuk menghilangkan sisa dari permbersihan, karena biasanya pencucian
meninggalkan tetesan pada dinding alat yang dibersihkan, sehinggga dapat
mempengaruhi hasil penimbangan piknometer kosong, yang akhirnya juga
mempengaruhi nilai berat jenis sampel. Pemakaian alkohol sebagai pembilas
memiliki sifat-sifat yang baik seperti mudah mengalir, mudah menguap dan
bersifat antiseptikum. Jadi sisa-sisa yang tidak diinginkan dapat hilang dengan
baik, baik yang ada di luar, maupun yang ada di dalam piknometer itu sendiri.
Piknometer kemudiannya dikeringkan di dalam oven dengan suhu 1000C
selama 1 jam. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan
piknometer pada berat sesungguhnya. Setelah itu didiamkan sampai dingin
dalam baskom berisi air es. Akhirnya piknometer ditimbang pada timbangan
analitik dalam keadaan kosong. Setelah ditimbang kosong, piknometer lalu
diisikan dengan sampel mulai dengan aquadest, sebagai pembanding nantinya
dengan sampel yang lain (minyak dan lemak). Pengisiannya harus melalui
bagian dinding dalam dari piknometer untuk mengelakkan terjadinya
gelembung udara. Proses pemindahan piknometer harus dengan menggunakan
tissue. Akhirnya piknometer yang berisi sampel ditimbang
(Ahmad dkk., 2014).
Viskositas suatu zat akan berpengaruh terhadap berat jenisnya.
Viskositas akan naik dengan naiknya berat molekul atau berat jenis suatu zat.
Misalnya laju aliran alkohol cepat, larutan minyak laju alirannya lambat dan
kekentalannya tinggi sehingga viskositas juga tinggi. Hal ini berarti semakin
besar viskositas suatu zat maka semakin besar pula berat jenisnya
(Rana, 2015).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis suatu zat menurut
Ahmad dkk (2014) yaitu :
1. Temperatur, dimana pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat jenisnya
dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi berat jenisnya, demikian pula
halnya pada suhu yang sangat rendah dapat menyebabkan senyawa membeku
sehingga sulit untuk menghitung berat jenisnya. Oleh karena itu, digunakan
suhu dimana biasanya senyawa stabil, yaitu pada suhu 25oC (suhu kamar).
2. Massa zat, jika zat mempunyai massa yang besar maka kemungkinan berat
jenisnya juga menjadi lebih besar.
3. Volume zat, jika volume zat besar maka berat jenisnya akan berpengaruh
tergantung pula dari massa zat itu sendiri, dimana ukuran partikel dari zat,
bobot molekulnya serta kekentalan dari suatu zat dapat mempengaruhi berat
jenisnya.
4. Kekentalan/viskositas sutau zat dapat juga mempengaruhi berat jenisnya. Hal
ini dapat dilihat dari rumus :
V=kxdxt
Dari rumus tersebut, viskositas berbanding lurus dengan berat jenis (d). Jadi
semakin besar viksositas suatu zat maka semakin besar pula berat jenisnya.
Tabel 2.1 menunjukan hasil berat jenis yang diukur dari setiap sampel
yang digunakan. Pada sampel minyak kelapa didapatkan berat piknomter
kosong; berat piknometer + minyak dan berat air secara berturut-turut yaitu
17,109 gram; 40, 241 gram dan 25, 163 gram. Sampel minyak goreng
didapatkan berat piknometer kosong; berat piknometer + minyak dan berat air
secara berturut-turut yaitu 17,093 gram; 39, 958 gram dan 25, 156 gram.
Sampel minyak kemiri dengan pemanasan didapatkan berat piknometer
kosong; berat piknometer + minyak dan berat air secara berturut-turut yaitu
17,258 gram; 40, 466 gram dan 25, 227 gram. Selanjtnya pada sampel minyak
kemiri tanpa pemanasan didapatkan berat piknometer kosong; berat piknometer
+ minyak dan berat air secara berturut-turut yaitu 17,258 gram; 40, 151 gram
dan 25, 277 gram. Sampel lemak ayam didapatkan berat piknometer kosong;
berat piknometer + minyak dan berat air secara berturut-turut yaitu 17,109
gram; 40, 075 gram dan 25, 163 gram.
Dari kelima sampel minyak yang digunakan, menghasilkan nilai berat
jenis yang tidak berbeda jauh. Pada minyak kelapa dihasilkan berat jenis
sebesar 0,9189 gram/ml . Sedangkan standar APCC minyak kelapa yaitu 0,915-
0,920 gram/ml (Nodjeng dkk, 2013). Pada sampel minyak goreng didapatkan
berat jenis minyak sebesar 0,909 gram/ml. Menurut SNI 3741-1995 dalam
Paramitha (2012), berat jenis pada minyak goreng yaitu 0,921 gram/ml.
Minyak kemiri dengan pemanasan menghasilkan berat jenis sebesar 0,920
gram/ml dan minyak kemiri tanpa pemanasan menghasilkan berat jenis sebesar
0,907 gram/ml. Hasil pengukuran berat jenis minyak kemiri yang dilakukan
berbeda dengan hasil pengukuran berat jenis yang dilakukan
Ginting dkk. (2008) sebesar 0,924-0,931 gram/ml. Minyak dari lemak ayam
menghasilkan berat jenis sebesar 0,913 gram/ml. Hasil pengamatan berat jenis
lemak ayam yang dilakukan berbeda terpaut jauh dengan hasil percobaan yang
telah dilakukan Hermanto dkk. (2008), berat jenis lemak ayam sebesar 0,8769
gram/ml.
Terdapat perbedaan berat jenis dari literatur dengan berat jenis yang
didapatkan pada praktikum. Hal ini mungkin dikarenakan kurang teliti dalam
menimbang piknometer beserta sampelnya. Kebersihan dari piknometer pun
harus dilihat. Piknometer harus dibersihkan terlebih dahulu dengan aquadest,
kemudian dibilas dengan alkohol untuk mempercepat pengeringan piknometer
tadi. Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan tetesan pada dinding alat
yang dibersihkan pada sampel minyak (karena sifat minyak yang sukar di
bersihkan dengan air), sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi hasil
penimbangan piknometer kosong yang akhirnya juga mempengaruhi nilai berat
jenis sampel. Pada pengisiannya harus melalui bagian dinding dalam dari
piknometer untuk mengelakkan terjadinya gelembung udara
(Ahmad dkk., 2014).
Tabel 2.2 Hasil Penentuan Angka Penyabunan

Kel. Sampel ml HCl Angka penyabunan


1 Minyak kelapa 51,2 61,611
2 Minyak goreng 52,2 56,010
3 Minyak kemiri pemanasan 50 68,332
4 Minyak kemiri tanpa pemanasan 50 68,332
5 Lemak ayam 57,8 24,644
6 Lemak ayam 52,8 52,649
Sumber: Laporan Sementara
Angka penyabunan adalah suatu bilangan yang menunjukkan jumlah
milligram alkali yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram dari berat
minyak. Besar angka penyabunan tergantung pada berat molekul minyak. Dari
angka penyabunan menunjukkan bahwa sabun yang terbentuk pada proses
saponifikasi mengandung asam-asam lemak rantai panjang dengan berat
molekul yang besar (Fachry dkk., 2007). Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi angka penyabunan. Menurut Asif (2011), faktor yang
mempengaruhi angka penyabunan diantaranya yaitu dipengaruhi adanya
senyawa-senyawa yang tak tersabunkan dalam minyak. Hal serupa juga
dipaparkan oleh Effendi dkk. (2012), angka penyabunan dalam minyak
dipengaruhi oleh adanya senyawa-senyawa yang tak tersabunkan dalam
minyak seperti sterol, pigmen, hidrokarbon, dan tokoferol yang dapat
mengurangi kekuatan oksidasi terhadap ikatan tidak jenuh asam lemak. Karena
bilangan penyabunan sedikit mengalami peningkatan, berarti minyak hasil
fermentasi tersusun dari trigliserida dengan berat molekul yang relatif sama.
Dengan demikian minyak yang dihasilkan mempunyai berat molekul rendah.
Angka penyabunan dapat digunakan untuk menentukan molekul minyak dan
minyak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek
berarti mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak
dengan berat molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil
(Sudarmadji, 2010).
Dalam menentukan angka penyabunan dapat dilakukan dengan cara
sebanyak 1,5–5 gr minyak ditimbang dalam erlenmeyer kemudian
ditambahkan 50 ml larutan KOH yang dibuat dari 40 gr KOH dalam 1 liter
alkohol. Setelah itu ditutup dengan pendingin balik dan didihkan selama 30
menit kemudian didinginkan dan tambahkan beberapa tetes indikator
phenolphthalein dan titrasi kelebihan larutan KOH dengan larutan standar 0,5
N HCl. Selanjutnya, dibuat titrasi blanko dengan prosedur yang sama kecuali
tanpa minyak (Fachry dkk., 2007).
Fungsi pendingin balik adalah untuk mengembunkan kembali pelarut
yang menguap, sehingga resiko pelarut hilang ke lingkungan semakin kecil dan
dapat kembali melarutkan bahan yang akan diekstrak serta untuk
menyempurnakan pendinginan (Kawiji, 2015). Pemanasan berfungsi untuk
memutuskan ikatan-ikatan antara asam lemak dengan gliserolnya
(Rahmani, 2008). Campuran minyak atau lemak dengan larutan KOH didihkan
pada pendingin alir balik bertujuan agar terjadi penyabunan yang lengkap.
Larutan KOH yang tersisa ditetapkan dengan jalan titrasi dengan larutan HCl
0,5 N agar bilangan penyabunan dapat ditetapkan dengan jalan mengurangkan
jumlah mili equivalen larutan alkali beralkohol yang digunakan (Ketaren,
1986). Pada saat percobaan bilangan penyabunan juga digunakan titrasi blanko
yang berfungsi untuk mengetahui jumlah titer yang bereaksi dengan pereaksi.
Sehingga dalam perhitungan tidak terjadi kesalahan yang disebabkan oleh
pereaksi (Asif, 2011).
Indikator PP (Phenolphtealin) digunakan karena memiliki rentan pH
yang cenderung bersifat basa dan tidak berwarna. Perubahan warna mudah
diamati jika bereaksi dengan asam atau basa dan sebagai indikator bahwa
proses titrasi telah berhenti/ titik akhir titrasi dengan menunjukkan perubahan
warna menjadi merah/merah jambu. Sementara menggunakan KOH/NaOH
untuk titrasi dikarena sifat dari KOH/NaOH yaitu basa kuat
(Silalahi dkk., 2017). Pemilihan katalis basa dibandingkan dengan katalis asam
dikarenakan waktu reaksi yang lebih cepat. Sementara senyawa KOH dipilih
karena dianggap lebih reaktif daripada NaOH walaupun bila dilihat harganya
NaOH lebih murah. Telah diketahui bahwa katalis basa memerlukan waktu
yang lebih singkat untuk menyelesaikan reaksi pada suhu ruang dari pada
katalis asam yang membutuhkan waktu yang lama. KOH di reaksi penyabunan
digunakan untuk menentukan kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam
minyak atau lemak dan untuk menyabunkan 1 gr lemak dengan sempurna serta
untuk menetralkan asam-asam lemak (Rahmani, 2008). Dengan adanya
penambahan HCl pada penyabunan ini karboksilat diubah menjadi asam
karboksilat. Banyaknya HCl yang masih tersisa sehingga diketahui banyaknya
NaOH/KOH yang tersisa dalam reaksi saponifikasi tersebut. HCl berfungsi
untuk mengetahui banyaknya NaOH/KOH yang tersisa dan juga untuk
memberikan suasana asam, karena hasil mula-mula dari reaksi penyabunan
adalah berupa karboksilat. Semakin banyak larutan KOH yang digunakan
artinya semakin banyak KOH yang bereaksi dengan etil aseta
(Agustina dkk., 2010).
Tabel 2.2 berisi tentang hasil angka penyabunan minyak dan lemak
yang telah dipraktikkan. Sampel yang digunakan antara lain adalah minyak
kelapa, minyak goreng, minyak kemiri pemanasan, minyak kemiri tanpa
pemanasan, lemak ayam dan lemak sapi. Pada sampel minyak kelapa
memerlukan HCl sebanyak 51,2 ml didapatkan hasil angka penyabunan
minyak kelapa sebesar 61,611. Angka penyabunan minyak kelapa menurut
Effendi (2012), yaitu berkisar antara 248-265. Sampel minyak goreng
memerlukan HCL sebanyak 52,2 ml. Didapatkan hasil angka penyabunan
minyak goreng sebesar 56,010. Menurut SNI 3741-1995 dalam Paramitha
(2012), angka penyabunan pada minyak goreng yaitu 196-206. Sampel minyak
biji kemiri dengan pemanasan memerlukan HCl sebanyak 50 ml didapatkan
hasil angka penyabunan minyak kemiri sebesar 68,332. Sedangkan sampel
minyak biji kemiri tanpa pemanasan memerlukan HCl sebanyak 50 ml
didapatkan hasil angka penyabunan minyak kemiri sebesar 68,332. Menurut
Arlene dkk. (2010) bahwa angka penyabunan minyak kemiri sebesar 188-202.
Sampel lemak ayam memerlukan HCl sebanyak 57,8 ml sedangkan pada lemak
sapi sebanyak 52,8 ml. Didapatkan hasil angka penyabunan minyak lemak
ayam dan lemak sapi sebesar 24,644 dan 52,649. Teori yang dikemukakan oleh
Hermanto (2008), bahwa angka penyabunan lemak ayam sebesar 259,77
sedangkan angka penyabunan lemak sapi 237,57.
Terdapat perbedaan angka penyabunan dari literatur dengan angka
penyabunan yang didapatkan pada praktikum. Hal tersebut dapat terjadi karena
beberapa faktor yaitu salah memasukkan jumlah pereaksi, pemanasan yang
kurang lama sehingga sampel belum terhidrolisis secara sempurna dan
kesalahan saat melakukan titrasi. Faktor kesalahan yang terjadi ketika titrasi
yaitu volume titran yang diteteskan melebihi dari volume yang diharuskan,
karena kurang memperhatikan perubahan warna larutan, sehingga didapat hasil
yang kurang akurat. Alat yang digunakan tidak benar-bersih, sehingga zat pada
larutan tercampur zat lain. Kesalahan praktikan dalam membaca meniskus
bawah buret (Yurida dkk, 2013).
Hubungan antara angka penyabunan dengan sifat kimia minyak atau
lemak adalah dimana angka penyabunan digunakan untuk uji mengetahui sifat
kimia dari suatu minyak atau lemak. Bilangan/angka penyabunan mempunyai
hubungan yang erat dengan bobot molekul minyak. Minyak yang mempunyai
bobot molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang tinggi dari
pada minyak yang mempunyai bobot molekul tinggi. Bilangan penyabunan
yang tinggi dapat digunakan sebagai indikator kerusakan pada minyak dan
untuk menentukan standar mutu minyak yang baik digunakan untuk
menggoreng makanan. Peningkatan bilangan penyabunan disebabkan oleh
adanya pemanasan. Kerusakan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan
perlakuan yang diberikan yang akan mengakibatkan timbulnya perubahan-
perubahan kimia, contohnya adalah perlakuan panas (Ketaren, 1986).
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Acara II “Penentuan Sifat Fisik, Sifat Kimia
Lemak Dan Minyak” dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai berat jenis dari minyak kelapa, minyak goreng, minyak kemiri dengan
pemanasan, minyak kemiri tanpa pemanasan, dan lemak ayam pada
praktikum secara berturut-turut yaitu 0,919 gr/ml; 0,909 gr/ml; 0,920 gr/ml;
0,907 gr/ml dan 0,913 gr/ml. Sedangkan menurut teori nilai berat jenis dari
minyak kelapa 0,915-0,920 gram/ml; minyak goreng 0,921 gram/ml;
minyak kemiri 0,924-0,931 gram/ml dan lemak ayam 0,8769 gram/ml.
2. Nilai angka penyabunan dari minyak kelapa, minyak goreng, minyak kemiri
dengan pemanasan, minyak kemiri tanpa pemanasan, lemak ayam, dan
lemak sapi pada praktikum secara berturut-turut yaitu 61,611; 56,010;
68,332; 68,332; 24,644 dan 52,649. Sedangkan menurut teori nilai angka
penyabunan dari minyak kelapa 248-265; minyak goreng 196-206; minyak
kemiri 0188-202; lemak ayam 259,77 dan lemak sapi 237,57.

You might also like