You are on page 1of 4

Alergi dan Pseudoalergi

Nama : Amar Maruf


NPM : 11161003
Kelas : 3Fa1
Seorang perempuan 30 tahun dibawa ke klinik dengan keluhan luka infeksi dan nyeri pada
bagian pahanya. Riwayat penyakit pasien : hipertensi terkontrol dengan lisinopril, insomnia
diterapi dengan OTC. Sebelum mendapat antibiotik, pasien menyampaikan riwayat alerginya.
Pasien alergi dengan penisilin, vankomisin, clindamisin dan kodein. Pasien menyampaikan
riwayat reaksi alerginya (terlampir di bawah)
Tugas anda adalah: tuliskan 3 point analisis kasus alergi pasien:
a.Apakah reaksi yang dialami pasien termasuk jenis alergi atau efek samping obat?
b.Apakah obat tersebut masih dapat diberikan atau tidak?
c.Jelaskan jawaban anda jika obat tersebut masih bisa diberikan dan bagaimana usulan cara
pemberiannya. Jika tidak bisa diberikan jelaskan alasannya dan apa usulan terapi
penggantinya?
jawab :

a. Bukan termasuk reaksi alergi , karena vankomisin merupakan antibiotic golongan


glikopeptida yang memiliki efeksamping berupa syndrome DRESS (drug hypersensitivity
syndrome) yang merupakan kumpulan gejala dan merupakan reaksi ideosinkratik.
Vankomisin : saat menerima obat untuk infeksi luka beberapa tahun lalu, pasien mengalami
pemerahan dan bintik merah di bagian atas tubuhnya (sekitar leher dan bahu) yang
menghilang beberapa jam kemudian namun muncul kembali ketika obat diberikan dalam
infus. Namun dengan kecepatan infus obat lebih lambat pada dosis berikutnya, bintik
merah tidak muncul.
b. Ya masih bisa digunakan karena vankomisin tidak menimbulkan alergi seperti pada
penisilin yaitu anafilaksis, tetapi vankomisin dapat menimbulkan reaksi seperti
pseudoalergi.
c. Tetapi cara pemberiannya dengan kecepatan infus yang lambat utuk menghindari
kemerahan kulit yang membuat pasien tidak nyaman

Penisilin : saat remaja menerima penisilin untuk radang tenggorokan, mengalami kesulitan
bernafas dan mendapat injeksi epinefrin dari dokternya.
Jawab : pasien memang mengalami reaksi alergi akibat penggunaan penisilin karena dokter
memberikan epinefrin kepada pasien. Obat penisilin pada kondisi pasien tersebut sudah
benar2 tidak boleh digunakan karena mengalami gelaja reaksi alergi seperti anafilaksis
yaitu pasien mengalami kesulitan bernafas yang dapat menyebabkan kematian, maka dari
itu rekomendasi pemilihan obat golongan beta lactam lain yaitu sefalosporin (generasi
keempat) karena sudah terbukti dalam literature bahwa efek analfilaksis redah dibaningkan
dengan golongan pertamanya

Klindamisin : beberapa tahun lalu pasien mendapat resep sirup klindamisin. Pasien
melaporkan rasa obat yang tidak enak menyebabkan pasien muntah. Pasien menyimpulkan
dia alergi terhadap klindamisin.
Jawab : hal tersebut bukan merupakan ciri dari reaksi alergi karena muntah akibat rasa
antibiotic klindamisin yang kurang dapat diterima oleh pasien dengan sediaan sirup.
Jika dilihat dari strukturnya klindamisin, bukan termasuk struktur kimia yang memiliki
gugus beta lactam maka pasien dapat menggunakan obat ini. Sehingga bisa
direkomendasikan klindamisin dalam bentuk sediaan kapsul agar menghindari rasa tidak
nyaman (pahit) sehingga menyebabkan muntah.

Kodein : pasien menerima resep asetaminofen/kodein tahun lalu. Nyerinya berkurang.


Namun, pasien mengalami konstipasi dan harus minum laksatif seminggu.
Jawab : Konstipasi bukan merupakan ciri reaksi alergi dari penggunaan
asetaminofen/kodein tetapi merupakan efek samping dari penggunaan obat kodein.
Obat yang lebih direkomendasikan untuk kondisi pasien adalah kodein karena
asetaminofen tidak aman pada pasien dengan kondisi hipertensi (dpt mningkatkan resiko)
Jika kodein digunakan untuk penahan rasa nyerinya maka perlu penambahan obat
laksatifnya agar konstipasi akibat efek samping kodein dapat teratasi.

Bagaimana kesimpulan kasus pasien, buatlah resume pengobatannya: a. berdasarkan


riwayat alergi pasien, apakah ada antiobiotik dalam kasus tersebut, masih dapat diberikan
kepada pasien dengan aman? b. apakah pasien dapat diberikan analgesik opiat untuk
mengatasi nyeri pada lukanya?
Jawab :
a. Ada yaitu antibiotic clindamisin
b. Ya, bisa
Jelaskan singkat mekanisme reaksi alergi/psuedoalergi obat golongan Insulin
Jawab : Insulin akan menyebabkan reaksi alergi type1 yaitu reaksi yang akan muncul
dengan segera. Pertama insulin merupakan protein dengan bobot yang besar di makan oleh
APC lalu dipresentasikan kepada sel T2 untuk menginduksi Ig E.

Jelaskan singkat mekanisme reaksi alergi/psuedoalergi obat golongan antibiotik β-Lactam


Jawab : Reaksi hipersensitivitas dengan antibiotik β-laktam, terutama penisilin, dapat
mencakup salah satu dari Tipe I GellCoombs IV. Reaksi yang paling umum adalah erupsi
makulopapular dan urtikaria. reaksi anafilaksis terhadap penisilin menyebabkan
kekhawatiran terbesar karena dapat menyebabkan kematian.

Jelaskan singkat mekanisme reaksi alergi/psuedoalergi obat golongan antikonvulsan


Jawab : Antikonvulsan aromatik, terutama fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, dan
primidon serta beberapa agen yang lebih baru (lamotrigin, oxcarbazepine, felbamate, dan
zonisamide) dapat menyebabkan sindrom yang mengancam jiwa dengan gejala termasuk
demam, ruam makulopapular, dan bukti sistemik. keterlibatan organ. Ruam mungkin
ringan pada awalnya tetapi dapat berkembang menjadi dermatitis eksfoliatif, eritema
multiforme, sindrom Stevens-Johnson, atau nekrolisis epidermal toksik. Sindrom ini
dikenal sebagai sindrom antikonvulsan hipersensitivitas (AHS) atau ruam obat dengan
eosinofilia dan gejala sistemik (DRESS).

Jelaskan singkat mekanisme reaksi alergi/psuedoalergi obat golongan Radiocontrast


media.
jawab :radiocontrast dapat menyebabkan reaksi pseudoalergik yang serius dan segera,
seperti urtikaria / angioedema, bronkospasme, syok, dan kematian. Reaksi-reaksi ini telah
berkurang dengan diperkenalkannya produk osmolalitas nonionik yang lebih rendah.

Jelaskan singkat mekanisme reaksi alergi/psuedoalergi obat aspirin dan golongan


nonsteroidal anti-inflammasi.
Jawab : Reaksi urtikaria / angioedema yang dimediasi IgE dan anafilaksis berhubungan
dengan aspirin dan NSAID. Urtikaria adalah bentuk paling umum dari reaksi yang
dimediasi IgE. Namun, sebagian besar reaksi adalah hasil dari keanehan metabolik, seperti
penyakit pernapasan yang disebabkan oleh aspirin yang dapat menghasilkan bronkospasme
yang parah dan bahkan fatal. Juga dapat terjadi reaksi silang antara aspirin dan COX-1
dihambat oleh NSAID ada pada pasien dengan AERD dan urtikaria idiopatik kronis.

Jelaskan singkat mekanisme reaksi alergi/psuedoalergi obat golongan kemoterapi kanker


Jawab : reaksi antikanker setelah penggunaan obat antikanker membuat system imun kita
menurun, ketika menurun maka rekasi yang terjadi ialah hipersensitivitas.ketika
penggunaan obat kanker sel normal pun akan terkena dampak dan sel darah putih yang
berperan sebagai system pertahanan dalam tubuh pun tidak berfungsi dengan baik.

Jelaskan singkat mekanisme reaksi alergi/psuedoalergi obat golongan Sulfonamide


antibiotics.
Jawab : : Antibiotik sulfonamid mengandung amina aromatik pada posisi N4 dan cincin
tersubstitusi pada posisi N1. pasien yang alergi terhadap sulfonamid antimikroba akan
mentolerir sulfonamid nonarylamine Reaksi anafilaksis atau anafilaktoid hampir selalu
terjadi dalam 30 menit tetapi mungkin hingga 90 menit setelah terapi, paling umum setelah
pemberian parenteral. Angioedema atau urtikaria yang terisolasi dapat terjadi dalam
beberapa menit hingga beberapa hari. Kondisi yang lebih parah dari sindrom Stevens-
Johnson dan nekrolisis epidermal toksik cenderung terjadi 1 hingga 2 minggu setelah mulai
terapi.

Jelaskan singkat mekanisme reaksi alergi/psuedoalergi obat golongan Opiat


Jawab : Opiat (morfin, meperidin, kodein, hidrokodon, dan lainnya) merangsang pelepasan
sel mast secara langsung, menghasilkan pruritus dan urtikaria sesekali. Meskipun reaksi ini
tidak alergi, banyak pasien menyatakan mereka "alergi" terhadap satu atau lebih opiat. Pre-
treatment dengan antihistamin dapat mengurangi reaksi pseudoalergi walaupun
kejadiannya jarang. Atau dengan cara menghindari obat degranulasi sel mast lainnya ketika
pasien diberi opiat juga mengurangi kemungkinan reaksi yang menakutkan dan tidak
nyaman. Pasien mungkin menyatakan mereka alergi jika mereka mengalami gangguan
pencernaan, efek samping yang umum pada opiat adalah konstipasi, dengan paparan
sebelumnya. Jika reaksi alergi yang lebih serius telah terjadi, analgesik non-narkotika harus
dipilih.

You might also like