You are on page 1of 48

PAPER PENGKAJIAN PERGERAKAN LANSIA

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing : Ahmad Kusnaeni, M.Kep

Disusun Oleh:
Dewi Nur Oktaviani (108116039)
Riniyanti (108116044)
Putri Septia Sari (108116046)
Myelinda Aryanti (108116-47)
Hendrawan (108116054)
Anis Isfatun Khoiriyyah (108116055)
Anjas Upi Rachmawati (108116056)
Putri Utami (108116058)
Anggin Fitriani (108116060)
Novan Gumregah (108116064)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
CILACAP
TAHUN AJARAN 2018/2019
2

A. Tinjauan Konsep Ambulasi dan Mobilisasi


1. Konsep Dasar Ambulasi
Definisi Ambulasi
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua lansia.
Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari
latihan berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien
menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas.
2. Tindakan-tindakan Ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan klien pada posisi terlentang
3) Pindahkan semua bantal
4) Posisi menghadap kepala tempat tidur
5) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur
di belakang kaki yang lain.
6) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien, sokong
kepalanya dan vetebra servikal.
7) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur.
8) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat dari
depan kaki ke belakang kaki.
9) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur.
b. Duduk di tepi tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat tidur
tempat ia akan duduk.
3) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
4) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi pasien.
5) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.

2
3

6) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien dan


menjauh dari sudut tempat tidur.
7) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat tidur di
depan kaki yang lain
8) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu
pasien, sokong kepala dan lehernya
9) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
10) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
11) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai atas
pasien memutar ke bawah.
12) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang tungkai dan
angkat pasien.
13) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
14) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai
c. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi
1) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada sudut
45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda, yakinkan
bahwa kusi roda dalam posisi terkunci.
2) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
3) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.
4) Regangkan kedua kaki perawat.
5) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan pasien
6) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien dan
tempatkan tangan pada skapula pasien.
7) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul dan
kaki, pertahankan lutut agak fleksi.
8) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut perawat.
9) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara
langsung ke depan kursi

3
4

10) Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi untuk
menyokong.
11) Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
12) Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
13) Stabilkan tungkai dengan selimut mandi
14) Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan dan
penampilannya.
d. Membantu Berjalan
1) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang
telapak tangan perawat.
2) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
3) Bantu pasien berjalan
e. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brancard
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak
dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard.
1) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
2) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
3) Berdiri menghadap pasien
4) Silangkan tangan di depan dada
5) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
6) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan bawah
pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan pinggul
pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan di bawah pinggul dan
kaki.
7) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
f. Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan
Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien.
Melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan kewenangan
team fioterapi. Namun perawat tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti

4
5

dalam menjamin bahwa perawatan yang tepat dan dokumentasi yang lengkap
dilakukan.
3. Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
a. Kruk adalah alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan permanen
untuk meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh dalam
keseimbangan pasien. Misalnya: Conventional, Adjustable dan lofstrand
b. Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi pinggang
yang digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat. Meliputi
tongkat berkaki panjang lurus (single stight-legged) dan tongkat berkaki segi
empat (quad cane).
c. Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat penyangga yang
kokoh digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang
kuat dan mampu menopang tubuh.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi
a. Kesehatan Umum
Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan
lelah kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi musculoskeletal.
b. Tingkat Kesadaran
Pasien dengan kondisi disorienrtasi, bingung atau mengalami perubahan
tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.
c. Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan
jaringan subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pasien juga akan mengalami defisisensi protein, keseimbangan nitrogen dan
tidak ada kuatnya asupan vitamin C.
d. Emosi
Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan dan penghargaan pada diri
sendiri akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur ambulasi.
e. Tingkat Pendidikan

5
6

Pendidikan menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual,


mengarahkan pada ketrampilan yang lebih baik dalam mengevaluasi informasi.
Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengatur
kesehatan mereka, untuk mematuhi saran-saran kesehatan.
f. Pengetahuan
Hasil penelitian mengatakan bahwa perilaku yang di dasari oleh
pengetahuan akan bertahan lama dari pada yang tidak didasari oleh
pengetahuan.(Kozier, 2010)
5. Teknik ambulasi
1) Teknik Mengangkat
Kebanyakan cedera punggung yang terjadi adalah ketegangan pada kelompok
otot lumbar termasuk otot di sekitar vertebra lumbar (Owen dan Garg, 1991).
Cedera otot di area ini berpengaruh pada kemampuan membungkuk ke depan, ke
belakang, ke samping. Selain itu kemampuan memutar pinggul dan punggung
bagian bawah menurun. Perawat beresiko mengalami cedera otot lumbal ketika
mengangkat, memindahkan, atau mengubah posisi pasien imobilisasi. Sebelum
mengangkat, perawat harus mengkaji kemampuan mengangkat pasien atau objek
yang akan diangkat dengan menentukan kriteria dasar cara mengangkat sebagai
berikut ini:
a. Posisi beban.
Beban yang akan di angkat berada sedekat mungkin dengan pengangkat. Posisikan
objek pada keadaan seperti di atas ketika perawat menggunakan gaya mengangkat
dikarenakan objek berada dalam potongan sama (Stamps,1989)
b. Tinggi objek.
Tinggi yang paling baik untuk mengangkat vertical adalah sedikit di atas jari tengah
seseorang dengan lengan tergantung di samping (Owen & Garg, 1991)
c. Posisi tubuh.
ketika posisi tubuh pengangkat bervariasi dengan tugas mengangkat yang berbeda,
maka petunjuk umum berikut mampu di pakai untuk sebagian besar keadaan.

6
7

Tubuh diposisikan dengan batang tubuh tegak sehingga kelompok otot-otot


multiple bekerja sama dengan cara yang sinkron.
d. Berat maksimum.
Setiap perawat harus mengetahui berat maksimun yang aman untuk diangkat-aman
bagi perawat dan pasien. Objek yang terlalu berat adalah jika beratnya sama dengan
atau lebih dari 35% berat badan orang yang mengangkat. Oleh karena itu, perawat
yang beratnya 59,1 kg tidak mencoba mengangkat pasien imobilisasi yang beratnya
45,5 kg. meskipun nampaknya perawat mungkin mampu melakukannya, hal ini
akan beresiko pasien jatuh yang menyebabkan cedera punggung perawat.

Tabel 1.1 Teknik Mengangkat


Langkah Rasional
a. Kaji berat posisi, tinggi objek, posisi tubuh, dan Menentukan apakah anda dapat melakukannya
berat maksimum. sendiri atau membutuhkan bantuan (Stamps,
1989).
b. Angkat objek dengan benar dari bawah pusat
gravitasi:
1) Dekatkan pada objek yang akan dipindahkan. 1) Memindahkan pusat gravitasi lebih dekat ke
2) Perbesar dasar dukungan anda dengan objek.
menempatkan kedua kaki agak sedikit terbuka.2) Mempertahankan keseimbangan tubuh lebih
3) Turunkan pusat gravitasi anda ke objek yang baik, sehingga mengurangi resiko jatuh.
akan diangkat. 3) Meningkatkan keseimbangan tubuh dan
4) Pertahankan kesejajaran yang tepat pada kepala memungkinkan kelompok otot-otot bekerja
dan leher dengan vertebrae, jaga tubuh tetap sama dengan cara yang sinkron.
tegak. 4) Mengurangi resiko cedera vertebar lumbar
dan kelompok otot (Owen dan Garg,1991).
c. Angkat objek dengan benar dari atas pusat
gravitasi tempat tidur: Mencapai pusat gravitasi lebih dekat ke objek.

7
8

1) Gunakan alat melangkah yang aman dan


2) Meningkatkan keseimbangan tubuh selama
stabil. Jangan berdiri di atas tangga teratas. mengangkat.
2) Berdiri sedekat mungkin ke tempat tidur. 3) Mengurangi bahaya jatuh dengan
memindahkan objek yang di angkat dengan
3) Pindahkan berat objek dari tempat tidur pusat gravitasi di atas dasar dukungan
dengan cepat pada lengan dan di atas dasar
dukungan.

Mengangkat objek dari tempat tidur tinggi meningkatkan resiko karena lebih sulit
mempertahankan keseimbangan tubuh. Untuk meraih objek yang berada di atas kepala,
orang sering berdiri berjinjit dengan kakinya bersamaan sehingga menurunkan dasar
topangan, menaikkan pusat gravitasi dan pada akhirnya menurunkan keseimbangan
mereka.
2) Teknik mengubah posisi
Pasien yang mengalami gangguan fungsi system skeletal, saraf atau otot dan
peningkatan kelemahan serta kekakuan biasanya membutuhkan bantuan perawat
untuk memperoleh kesejajaran tubuh yang tepat ketika selama berada di tempat
tidur atau duduk. Banyak alat bantu dapat dipakai perawat untuk
mempertahankan kesejajaran tubuh pasien yang baik selama diposisikan.
a. Bantal siap dipakai di rumah sakit juga fasilitas perawatan yang
diberikan. Padahal ketika pasien di rumah, persediaan terbatas. Sebelum
menggunakan sebuah bantal, perawat harus menentukan apakah ukurannya tepat.
Bantal tebal di bawah kepala pasien meningkatkan fleksi servikal. Bantal tipis di
bawah bagian tubuh yang menonjol tidak adekuat melindungi kulit dan jaringan
dari kerusakan akibat tekanan. Ketika bantal tambahan tidak dapat dipakai atau
ukurannya tidak tepat perawat dapat melipat seprai, selimut atau handuk sebagai
ganti bantal.
b. Papan kaki (footboard) diletakkan tegak lurus dengan matras, sejajar dan
menyentuh permukaan bawah kaki pasien. Papan kaki mencegah footdrop

8
9

dengan mempertahankan kaki dalam posisi dorsifleksi. Setelah menempatkan di


atas tempat tidur, perawat perlu menentukan apakah penempatannya benar,
dengan kaki pasien berada di papan dengan pas. Posey footguard merupakan alat
bantu yang menggunakan struktur busa untuk mempertahankan posisi kaki
pasien dorsifleksi. Cara lain yang umum adalah menggunakan teknik high-top
tennis shoes
c. Trochanter roll, Mencegah rotasi luar pada tungkai ketika pasien berada posisi
supine. Untuk membentuk trochanter roll, selimut mandi katun dilipat panjang
kain untuk lebar yang akan melebar dari tronchanter femur terbesar sampai batas
bawah popliteal. Selimut diletakkan di bawah bokong dan kemudian digulung
berlawanan dengan jarum jam sampai paha berada posisi netral atau rotasi dalam.
Jika kesejajaran pinggul yang tepat tercapai, maka patella langsung menghadap
ke atas.

d. Bantal pasir (sandbags) adalah tabung-tabung plastik berisi pasir yang dapat
membentuk sesuai bentuk tubuh. Sandbag dapat digunakan ditempatnya atau
sebagai tambahan untuk trochanter roll. Alat-alat tersebut mengimobilisasi
ekstermitas atau mempertahankan kesejajaran tubuh.

9
10

e. Gulungan tangan (hand rolls). Mempertahankan ibu jari sedikit adduksi dan
berada berlawanan dengan jari-jari. Hand roll mempertahankan tangan, ibu jari,
dan jari-jari dalam posisi fungsional. Perawat mengevaluasi hand rolls untuk
meyakinkan bahwa tangan benar-benar berada dalam fungsi fungsional.

f. Pembebat pergelangan tangan (hand wrist splints) adalah pembentuk


individual bagi pasien untuk mempertahankan kesejajaran ibu jari yang tepat
(sedikit adduksi) dan pergelangan tangan (sedikit dorsifleksi). Pembebat ini
hanya digunakan oleh pasien dimana pembebat tersebuat dibuat untuknya

10
11

g. Trapeze bar adalah alat bantu berbentuk segitiga yang dapat turun dengan aman
di atas kepala yang di raih di tempat tidur. Hal ini memungkinkan pasien menarik
dengan ekstremitas atasnya untuk meraih bagian bawah tempat tidur, membantu
memindahkan dari tempat tidur ke kursi roda, atau melakukan latihan dengan
lengan atas.

h. Restrain adalah alat bantu yang digunakan untuk imobilisasi, terutama pada
pasien bingung atau disorientasi. Jaket restrain umum yang digunakan adalah
jaket posey. Ketika memakaikan jaket pada pasien, perawat menyusun satu sisi
di atas sisi lain menyilang di punggung pasien. tali diletakkan di bawah ikatan
jaket dan diikatkan ke pinggir tempat tidur, kursi, atau kursi roda.

11
12

i. Papan tempat tidur adalah papan tripleks yang ditempatkan di bawah keseluruhan
matras. Papan ini berguna untusk meningkatkan sokongan dan kesejajaran
punggung, khususnya matras lunak.
j. Pagar tempat tidur, pegangan di letakkan sepanjang tempat tidur,
memungkinkan klien aman.

3) Teknik memindahkan
Perawat biasa memberi perawatan pada pasien imobilisasi yang harus diubah
posisi, dipindahkan dari tempat tidur dan harus dipindahkan dari tempat tidur ke
kursi atau ke brankar. Mekanika tubuh yang sesuai memungkinkan perawat untuk
menggerakkan, mengangkat, atau memindahkan pasien dengan aman dan juga
melindungi perawat dari cedera system musculoskeletal. Meskipun perawat
menggunakan berbagai teknik memindahkan, berikut ini merupakan petunjuk
umum yang harus diikuti saat memindahkan pada setiap prosedur pemindahan:
a. Naikkan sisi bergerak pada sisi tempat tidur pada posisi berlawanan dengan
perawat untuk mencegah pasien jatuh dari tempat tidur.
b. Tinggikan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman.
c. Kaji mobilisasi dan kekuatan pasien untuk menentukan bantuan pasien yang
dapat digunakan saat memindahkan.
d. Tentukan kebutuhan akan bantuan.
e. Jelaskan prosedur dan gambarkan apa yang diharapkan dari pasien.

12
13

f. Kaji kesejajaran tubuh yang benar dan area tekanan setelah setiap kali
memindahkan.
Pasien membutuhkan tingkat bantuan yang bervariasi untuk mengangkat
dari tempat tidur, menggerakkan ke posisi miring, atau duduk di sisi tempat tidur.
Contoh, wanita muda dan sehat membutuhkan sedikit dukungan untuk duduk
pertama kali di sisi tempat tidur setelah melahirkan, sedangkan laki tua mungkin
membutuhkan bantuan satu atau lebih perawat untuk melakukan hal yang sama 1
hari setelah appendiktomi.
Untuk menentukan apakah pasien mampu melakukan sendiri dan berapa
banyak orang yang dibutuhkan untuk membantu dan mengangkat pasien di atas
tempat tidur, perawat mengkaji pasien untuk menentukan apakah penyakit pasien
ada kontraindikasi dalam pengerahan tenaga (seperti kardiovaskular). Kemudian,
perawat menentukan apakah pasien memahami apa yang di harapkan. Contohnya,
pasien yang baru saja mendapatkan pengobatan nyeri pascaoperasi mungkin
terlalu lesu untuk mengerti instruksi, sehingga untuk menjamin keamanan,
dibutuhkan dua perawat untuk menggerakkan pasien.
1) Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi.
Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi oleh perawat membutuhkan
bantuan pasien dan tidak dilakukan pada pasien yang tidak dapat membantu.
Perawat menjelaskan prosedur pada pasien sebelum pemindahan. Lingkungan
juga dipersiapkan dengan memindahkan penghalang jalan. Kursi ditempatkan
dekat tempat tidur dengan punggung kursi sejajar dengan bagian kepala tempat
tidur. Penempatan kursi memungkinkan perawat berputar dengan pasien dan
memindahkan berat badan pasien dengan cepat.
Pemindahan yang aman adalah prioritas utama. Perawat yang ragu-ragu
dengan kekuatannya ataupun kemampuan klien untuk membantu, harus meminta
bantuan. Klien harus duduk dan menjuntaikan kakinya di sisi tempat tidur
sebentar sebelum berdiri. Kemudian klien harus berdiri di sisi tempat tidur untuk
beberapa menit sehingga klien dapat dengan cepat menurunkan punggungnya ke
tempat tidur pada kasus pusing atau pingsan. Ketika memindahkan klien

13
14

imobilisasi dari tempat tidur ke kursi roda perawat harus menggunakan mekanika
tubuh yang tepat dan apabila memungkinkan kerja sama diperoleh sebanyak
mungkin dari klien.
2) Memindahkan Pasien Dari Tempat Tidur Ke Brankar
Pasien imobilisasi yang dipindahkan dari tempat tidur ke brankar atau dari
tempat tidur harus membutuhkan tiga orang pengangkat. Teknik ini bagus
dilakukan jika orang-orang yang memindahkan mempunyai kesamaan tinggi.
Jika pusat gravitasi mereka sama, mereka mengangkat sebagai satu tim. Cara lain
memindahkan pasien adalah dengan menggunakan kain pengangkat yang
ditempatkan di bawah pasien. kain pengangkat berguna sebagai “ayunan” ketika
pasien dipindahkan’ ke brankar. Pada teknik ini, perawat perlu berada di sisi
berlawanan dari tempat tidur dan berpegang pada kain pengangkat ketika
memindahkan pasien ke brankar. Brankar dan tempat tidur ditempatkan
berdampingan sehingga pasien dapat dipindahkan dengan cepat dan mudah
dengan menggunakan kain pengangkat.
Hati-hati saat menggunakannya pada klien yang mengalami trauma medula
spinalis. Jika klien harus dipindahkan maka papan pemindah harus ditempatkan
dibawah klien untuk mempertahankan kesejajaran spinal sebelum memindahkan
ke brankar. Klien harus dipersiapkan untuk pemindahan dan minta bantuan jika
memungkinkan. Contoh, dengan melipat lengan di atas dada. Lingkungan harus
bebas dari penghalang dan alat-alat yang tidak dibutuhkan harus dipindahkan dari
tempat tidur. Brankar harus ditempatkan sudut kanan tempat tidur sehingga
pengangkat dapat berputar ke depan brankar dan memindahkan klien dengan
cepat.

6. Konsep Dasar Mobilisasi


Definisi Mobilisasi
1) Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan
bebas (Kosier, 2010)

14
15

2) Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan
perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi
gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah
sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Asmadi, 2008)
Definisi Imobilisasi
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu
yangmengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia,
individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau
lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik
(kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda),
penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer
(Potter, 2005).
Tujuan Mobilisasi
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
b. Mencegah terjadinya trauma
c. Mempertahankan derajat kesehatan
d. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
e. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
Batasan karakteristik
a. Penurunan waktu reaksi
b. Kesulitan membolak-balik posisi
c. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis., meningkatkan
perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada
ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit)
d. Dispnea setelah beraktifitas

15
16

e. Perubahan cara berjalan


f. Gerakan bergetar
g. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
h. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
i. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
j. Tremor akibat pergerakan
k. Ketidakstabilan postur
l. Pergerakan lambat
m. Pergerakan tidak terkoordinasi
(NANDA, 2012)
Jenis Mobilitas dan Imobilitas
a. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh
dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai
pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien
paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi
dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
trauma reversibel pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya
dislokasi sendi dan tulang
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system
saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi

16
17

karena cedera tulang belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf


motorik dan sensorik. (Potter, 2010)
b. Jenis Imobilitas
1) Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan
2) Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir
3) Imobilitas emosional
Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri
4) Imobilitas sosial
Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial. (Potter, 2010)

7. Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia
lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit
(Kozier, 2010).
Penyebab secara umum:
Kelainan postur
Gangguan perkembangan otot
Kerusakan system saraf pusat

17
18

Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular


Kekakuan otot
8. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan
atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.
Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau
penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian
dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah. (Potter, 2010)
9. Tanda Dan Gejala
a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:

18
19

EFEK HASIL
Penurunan konsumsi oksigen Intoleransi ortostatik
maksimum
Penurunan fungsi ventrikel kiri Peningkatan denyut jantung, sinkop
Penurunan volume sekuncup Penurunan kapasitas kebugaran
Perlambatan fungsi usus Konstipasi
Pengurangan miksi Penurunan evakuasi kandung kemih
Gangguan tidur Bermimpi pada siang hari, halusinasi

b. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ


ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan
otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor,
degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan
intraartikular, berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi
pembuluh darah miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan
oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning jantung,
penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru,
atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena,
peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis
endokrin dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral
(Potter, 2010)
10. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
a. Gaya hidup

19
20

Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin


tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan
seorang pramugari atau seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi
secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya
nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus
istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang
berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya.
Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita
madura dan sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan
seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan
berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
f. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada usia lanjut. (Kozier, 2010)

20
21

B. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis
1) Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas,
terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya
adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan
pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam
melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan
klien dan lain-lain
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan
dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons
psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya,
mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan
aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi
dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap
kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan,
peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain.
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai
yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti
apakah klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah
klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain.
e. Kemunduran musculoskeletal

21
22

Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal


adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak
sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat
digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau
meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit
petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis.
Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda
homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk
berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan
darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah
dan sinkop.
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis
dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan
denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi
napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi
yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi
inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema
yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang
tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan.
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik
berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas
kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk
pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada
abdomen bagian bawah

22
23

j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada
abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak
sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan
sakit kepala.
k. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di
dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan
yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet
yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan
institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat
tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan
hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas.
Pengkajian Masalah
Sistem Muskuloskeletal
Mengukur lingkar lengan dan tungkai Penurunan lingkar otot akibat
Mempalpasi dan mengamati sendi tubuh penurunan massa otot
Melakukan pengukuran goniometrik Kekauan atau nyeri sendi
pada rentang pergerakan sendi
Penurunan rentang pergerakan sendi,
kontraktur sendi
Sistem Kardiovaskuler
Mengauskultasi jantung Peningkatan frekuensi jantung
Mengukur tekanan darah Hipotensi ortostatik
Mempalpasi dan mengobservasi Edema tergantung perifer,
sakrum, tungkai, dan kaki peningkatan pembengkakan vena
perifer
Mempalpasi perifer Kelemahan denyut nadi perifer
Mengukur lingkar otot betis Edema

23
24

Mengamati otot betis apakah ada Tromboflebitis


kemerahan, nyeri tekan, dan
pembengkakan

Sistem Pernafasan
Mengamati pergerakan dada Pergerakan dada asimetris, dispnea
Mengauskultasi dada Penurunan bunyi napas, ronki basah,
mengi, dan peningkatan frekuensi
pernapasan

Sistem Metabolisme
Mengukur tinggi dan berat badan Penurunan berat badan akibat atrofi
otot dan kehilangan lemak subkutan
Mempalpasi kulit Edema umum akibat penurunan
kadar protein darah
Sistem Perkemihan
Mengukur asupan dan haluaran cairan Dehidrasi
Menginspeksi urine
Urine pekat, keruh; berat jenis urine
Mempalpasi kandung kemih tinggi
Distensi kandung kemih akibat
retensi urine
Sistem Pencernaan
Mengamati feses Feses kering, kecil, keras
Mengauskultasi bising usus Penurunan bising usus karena
penurunan motilitas usus
Sistem Integumen
Menginspeksi kulit Kerusakan integritas kulit
(Kozier, 2010)

24
25

Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan
pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
c. Mengkaji sistem persendian
Pemeriksaan fisik sendi terdiri dari inspekstang pergerakan aktif, dan jika
pergerakan aktif tidak memungkinkan, kaji rentang pergerakan pasif. Perawat harus
mengkaji hal-hal berikut:
 Apakah ada pembengkakan atau kemerahan sendi, yang dapat menunjukan
keberadaan cedera atau inflamasi.
 Apakah ada deformitas, seperti pembesaran atau kontraktur tulang, dan
simetrisitas tulang yang terkena.
 Perkembangnan otot yang berhubungan dengan tiap sendi dan ukuran relatif serta
simetrisitas otot di setiap sisi tubuh.
 Apakah ada nyeri tekan tekan yang dilaporkan atau yang dipalpasi.
 Krepitasi (teraba atau terdengar sensasi krek atau gesekan yang dihasilkan oleh
pergerakan sendi).
 Peningkatan suhu pada sendi. Palpasi sendi dengan menggunakan bagian
punggung jari dan bandingkan dengan suhu pada sendi simetrisnya.
 Derajat pergerakan sendi. Minta klien menggerakkan bagian tubuh tertentu. Jika
diindikasikan, ukur besarnya pergerakan dengan menggunakan goniometer,
sebuah peralatan yang mengukur sudut sendi dalam ukuran derajat.

25
26

Pengkajian rentang gerak tidak boleh menyebabkan terlalu letih dan pergerakan
sendi perlu dilakukan secara halus, pelan dan berirama. Tidak ada sendi yang harus
digerakkan secara paksa. Pergerakan yang tidak sama dan tersentak-sentak dan
pemaksaan dapat menyebabkan cedera pada sendi dan otot serta ligamen yang ada di
sekitarnya.
d. Mengkaji sistem otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk memantau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis
- stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara
berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji
denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien (Kozier, 2010)
Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
dan peralatan

26
27

4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan


atau berpartisipasi dalam perawatan

Rentang gerak (range of motion-ROM)


GERAK SENDI DERAJAT
RENTANG
NORMAL
Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari 180
posisi samping ke atas kepala, telapak
tangan menghadap ke posisi yang paling
jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah 150
depan dan ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
tangan bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan 80-90
dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 70-90
arah belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke 0-20
sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke 30-50
arah kelingking telapak tangan
menghadap ke atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90
jari Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30
belakang sejauh mungkin

27
28

Abduksi: kembangkan jari tangan 20


Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari 20
posisi abduksi

Derajat kekuatan otot


SKALA PERSENTASE KARAKTERISTIK
KEKUATAN NORMAL
(%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

KATZ INDEX
AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN
(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA pemantauan, Dengan pemantauan,
perintah ataupun didampingi perintah, pendampingan
personal atau perawatan total
MANDI (1 poin) (0 poin)
Sanggup mandi sendiri tanpa Mandi dengan bantuan lebih
bantuan, atau hanya dari satu bagian tuguh, masuk

28
29

memerlukan bantuan pada dan keluar kamar mandi.


bagian tubuh tertentu Dimandikan dengan bantuan
(punggung, genital, atau total
ekstermitas lumpuh)
BERPAKAIAN (1 poin) (0 poin)
Berpakaian lengkap mandiri. Membutuhkan bantuan dalam
Bisa jadi membutuhkan berpakaian, atau dipakaikan
bantuan unutk memakai baju secara keseluruhan
sepatu
TOILETING (1 poin) (0 poin)
Mampu ke kamar kecil Butuh bantuan menuju dan
(toilet), mengganti pakaian, keluar toilet, membersihkan
membersihkan genital tanpa sendiri atau menggunakan
bantuan telepon
PINDAH (1 poin) (0 poin)
POSISI Masuk dan bangun dari Butuh bantuan dalam
tempat tidur / kursi tanpa berpindah dari tempat tidur ke
bantuan. Alat bantu kursi, atau dibantu total
berpindah posisi bisa
diterima
KONTINENSIA (1 poin) (0 poin)
Mampu mengontrol secara Sebagian atau total
baik perkemihan dan buang inkontinensia bowel dan
air besar bladder
MAKAN (1 poin) (0 poin)
Mampu memasukkan Membutuhkan bantuan
makanan ke mulut tanpa sebagian atau total dalam
bantuan. Persiapan makan makan, atau memerlukan
makanan parenteral

29
30

bisa jadi dilakukan oleh


orang lain.

Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 = Rendah
(Sangat tergantung)

Indeks ADL BARTHEL (BAI)


NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan 0 Tak terkendali/ tak teratur (perlu
rangsang pembuangan pencahar).
tinja 1 Kadang-kadang tak terkendali (1x
seminggu).
2 Terkendali teratur.
2 Mengendalikan 0 Tak terkendali atau pakai kateter
rangsang berkemih 1 Kadang-kadang tak terkendali (hanya
1x/24 jam)
2 Mandiri
3 Membersihkan diri 0 Butuh pertolongan orang lain
(seka muka, sisir 1 Mandiri
rambut, sikat gigi)
4 Penggunaan jamban, 0 Tergantung pertolongan orang lain
masuk dan keluar 1 Perlu pertolongan pada beberapa
(melepaskan, memakai kegiatan tetapi dapat mengerjakan
celana, membersihkan, sendiri beberapa kegiatan yang lain.
menyiram) 2 Mandiri
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong makanan
2 Mandiri

30
31

6 Berubah sikap dari 0 Tidak mampu


berbaring ke duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk bias
2 duduk
3 Bantuan minimal 1 orang.
Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda.
2 Berjalan dengan bantuan 1 orang.
3 Mandiri
8 Memakai baju 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu (mis: memakai baju)
2 Mandiri.
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri

Skor BAI :
20 :Mandiri
12-19 :Ketergantungan ringan
9-11 :Ketergantungan sedang
5-8 :Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total

Pemeriksaan Penunjang
1) Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.

31
32

2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang


yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament
atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah
tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer
untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan
lunak melalui tulang. dll.
4) Pemeriksaan Laboratorium:Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali
Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot. (Potter, 2010)
2. Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang muncul pada gangguan pemenuhan kebutuhan
ambulasi dan mobilisasi yaitu:
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan sensori persepsi
b. Nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik
c. Kerusakan intergritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi fisik
d. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum
e. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ganggaun muskuloskeletal
f. Konstipasi yang berhubungan dengan: penurunan aktivitas, penurunan
motilitas kolon sekunder akibat peningkatan produksi adrenalin
g. Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan: Pribadi yang rentan dalam
krisis situasi, ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi peran yang biasa
dilakukan, ketergantungan pada orang lain, harga diri rendah (kronik,
situasional)
h. Risiko disuse syndrome yang berhubungan dengan paralisis, imobilisasi
mekanis, anjuran imobilisasi, nyeri hebat, dan perubahan tingakt kesadaran
i. Defisiensi aktivitas pengalihan yang berhubungan dengan: Tirah baring dalam
waktu yang lama
j. Disrefleksia otonom yang berhubungan dengan: Cedera medulla spinalis T7
atau diatasnya

32
33

k. Inkontenensia Urine:fungsional/total yang berhubungan dengan: gangguan


neurologis
l. Insomnia yang berhubungan dengan; kurang aktivitas fisik, nyeri dan
ketidaknyamanan, ketidakmampuan untuk mengubah posisi secara mandiri
atau mengambil posisi tidur yang biasa dilakukan
m. Retensi urine yang berhubungan dengan: Penurunan tonus otot kandung kemih,
ketidakmampuan untuk merelaksasi otot perineal, malu menggunakan pispot,
kurang privasi, posisi yang tidak alami untuk berkemih. (NANDA, 2012)
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
(NANDA)
1 Hambatan Mobilitas Tujuan/Kriteria Evaluasi: Promosi Mekanika
Fisik yang berhubungan  Memperlihatkan Tubuh: memfasilitasi
dengan gangguan sensori penggunaan alat bantu penggunaan postur dan
persepsi secara benar dengan pergerakan dalam
pengawasan aktivitas sehari-hari untuk
 Meminta bantuan untuk mencegah keletihan dan
aktivitas mobilisasi, jika ketegangan atau cedera
diperlukan muskuloskeletal.
 Melakukan aktivitas Promosi Latihan Fisik:
kehidupan sehari-hari Latihan
secara mandiri dengan Kekuatan:Memfasilitasi
alat bantu. pelatihan otot resistif

 Menyangga berat badan secara rutin untuk

 Berjalan dengan mempertahankan atau

menggunakan langkah- meningkatkan kekuatan


langkah yang benar otot.
sejauh Terapi latihan fisik:
Ambulasi:Meningkatkan

33
34

 Berpindah dari dan ke dan membantu dalam


kursi atau kursi roda berjalan untuk
 Menggunkan kursi roda mempertahankan atau
secara efektif mengembalikan fungsi
tubuh autonom dan
volunter selama
pengobatan dan
pemulihan dari kondisi
sakit atau cedera.
Terapi Latihan
Fisik:Keseimbangan:
Menggunakan aktivitas,
postur dan gerakan
tertentu untuk
mempertahankan,
meningkatkan atau
memulihkan
keseimbangan.
Terapi Latihan Fisik:
Mobilitas Sendi:
Menggunakan gerakan
tubuh aktif dan pasif
untuk mempertahankan
atau mengembalikan
fleksibiltas sendi.
Terapi Latihan Fisik:
Pengendalian Otot:
Menggunakan aktivitas
tertentu atau protokol

34
35

latihan yang sesuai untuk


meningkatkan atau
mengembalikan gerakan
tubuh yang terkendali.
Pengaturan Posisi:
Mengatur posisi pasien
atau bagian tubuh pasien
secara hati-hati untuk
meningkatkan
kesejahteraan fisiologis
dan psikologis.
Pengaturan Posisi: Kursi
Roda: Mengatur posisi
pasien dengan benar di
kursi roda pilihan untuk
mencapai rasa nyaman,
meningkatkan integritas
kulit, dan menumbuhkan
kemandirian pasien.
Bantuan Perawatan
Diri:Berpindah:
Membantu individu untuk
mengubah posisi
tubuhnya.
2 Nyeri akut yang Tujuan/Kriteria evaluasi Pemberian
berhubungan dengan  Memperlihatkan teknik Analgesik:Menggunakan
cedera fisik relaksasi secara individual agens-agens farmakologi
yang efektif untuk untuk mengurangi atau
mencapai kenyamanan menghilangkan nyeri

35
36

 Mempertahankan tingkat Manajemen Medikasi:


nyeri dengan skala 0-10 Memfasilitasi
 Melaporkan kesejahteraan penggunaan obat resep
fisik dan psikologis atau obat bebas secara
 Mengenali faktor aman dan efektif
penyebab dan Manajemen Nyeri:
menggunakan tindakan Meringankan atau
untuk memodifikasi faktor mengurangi nyeri sampai
tersebut pada tingkat kenyamanan

 Melaporkan nyeri kepada yang dapat diterima oleh


penyedia layanan pasien
kesehatan Bantuan Analgesia yang

 Menggunakan tindakan dikendalikan oleh pasien


meredakan nyeri dengan PCA(Pateint-Controlled
analgesik dan Analgesia): Memudahkan
nonanalgesik secara tepat pengendalian pemberian

 Tidak mengalami dan pengaturan analgesik


gangguan dalam frekuensi oleh pasien
pernafasan, frekuensi Manajemen sedasi:

jantung, atau tekanan Memberikan sedatif,

darah memantau respons pasien

selera dan memberikan


 Mempertahankan
dukungan fisiologis yang
makan yang baik
dibutuhkan selama
 Melaporkan pola tidur
prosedur diagnostik atau
yang baik
terapeutik.
 Melaporkan kemampuan
untuk mempertahankan
perfoma peran dan
hubungan interpersonal

36
37

3 Kerusakan intergritas Tujuan/Kriteria evaluasi Pemeliharaan akses


kulit yang berhubungan  Pasien/keluarga dialisis: memelihara area
dengan imobilisasi fisik menunjukkan rutinitas akses pembuluh darah
perawatan kulit atau arteri
perawatan luka yang Kewaspadaan Lateks:
optimal Menurunkan resiko reaksi
 Drainase purulen atau bau sistematik terhadap lateks
luka minimal Pemberian Obat:
 Tidak ada lepuh atau Mempersiapkan,
maserasi pada kulit memberikan dan

 Nekrosis, selumur, lubang, mengevaluasi keefektifan


perluasan luka ke jaringan obat resep dan obat
di bawah kulitatau nonresep
pembentukan saluran sinus Perawatan Area Insisi:
berkurang atau tidak ada Membersihkan,

 Eritema kulit dan eritema memantau dan

di sekitar luka minimal meningkatkan proses


penyembuhan pada luka
yang ditutup dengan
jahitan, klip atau staples
Manajemen Area
Penekanan:
Meminimalkan
penekanan pada bagian
tubuh
Perawatan Ulkus
Dekubitus: Memfasilitasi
penyembuhan ulkus
dekubitus

37
38

Manajemen Pruritus:
Mencegah dan mengobati
gatal
Surveilans Kulit:
Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien
untuk mempertahankan
integritas kulit dan
membaran mukosa
Perawatan Luka:
Mencegah komplikasi
luka dan meningkatkan
penyembuhan luka.
4 Intoleran Aktivitas yang Tujuan/kriteria evaluasi Terapi Aktivitas:
berhubungan dengan  Mengidentifikasi aktivitas Memberi anjuran tentang
kelemahan umum atau situasi yang dan bantuan dalam
menimbulkan kecemasan aktivitas fisik, kognitif,
yang dapat mengakibatkan sosial, dan spritual yang
intoleran aktivitas spesifik untuk
 Berpartisipasi dalam meningkatkan rentang,
aktivitas fisik yang frekuensi, atau durasi
dibutuhkan dengan aktivitas individu atau
peningkatan normal kelompok
denyut jantung, frekuensi Manajemen Energi:
pernafasandan tekanan Mengatur penggunaan
darah serta memantau pola energi untuk mengatasi
dengan batas normal atau mencegah kelelahan
 Mengungkapkan secara dan mengoptimalkan
verbal pemahaman tentang fungsi

38
39

kebutuhan oksigen, obat Manajemen Lingkungan:


dan atau peralatan yang Memanipulasi
dapat meningkatkan lingkungan sekitar pasien
toleransi terhadap aktivitas utnuk memperoleh
 Menampilkan aktivitas manfaat terapeutik,
kehidupan sehari-hari stimulasi sensorik, dan
(AKS) dengan beberapa kesejahteraan psikologis
bantuan (misalnya Terapi Latihan Fisik:
eliminasi dengan bantaun Mobilitas Sendi:
ambulasi untuk ke kamar Menggunakan gerakan
mandi) tubuh aktif atau pasif
 Menampilkan manajemen untuk mempertahankan
pemeliharaan rumah atau memperbaiki
dengan beberapa bantuan fleksibilitas sendi
(misalnya, membutuhkan Terapi Latihan Fisik:
bantuan untuk kebersihan Pengendalian Otot:
setiap minggu) Menggunakan aktivitas
atau protokol latihan yang
spesifik untuk
meningkatkan atau
memulihkan gerakan
tubuh yang terkontrol
Promosi Latihan
Fisik:Latihan Kekuatan:
Memfasilitasi latihan otot
resistif secara rutin untuk
mempertahankan
meningkatkan kekuatan
otot

39
40

Bantuan Pemeliharaan
Rumah: Membantu
pasien dan keluarga untuk
menjaga rumah sebagai
tempat tinggal yang
bersih, aman dan
menyenangkan
Manajemen Alam
Perasaan: Memberi rasa
keamanan, stabilitas,
pemulihan dan
pemeliharaan pasien yang
mengalami disfungsi
alam perasaan baik
depresi maupun
peningkatan alam
perasaan
Bantuan Perawatan Diri:
Membantu individu untuk
melakukan AKS
Bantuan Perawatan diri:
AKSI: Membantu dan
mengarahkan individu
untuk melakukan
aktivitas kehidupan
sehari-hari instrumental
(AKSI) yang diperlukan
untuk berfungsi di rumah
atau di komunita.

40
41

5 Defisit Perawatan Diri Tujuan/kriteria evaluasi Mandi: Membersihkan


yang berhubungan  Menerima bantuan atau tubuh yang berguna untuk
dengan ganggaun perawatan total dari relaksasi, kebersihan dan
muskuloskeletal pemberi asuhan, jika penyembuhan
diperlukan Pemeliharaan Kesehatan
 Mengungkapkan secara Mulut: Pemeliharaan dan
verbal kepuasan tentang promosi hgiene oral dan
kebersihan tubuh dan kesehatan gigi untuk
higiene oral pasien yang berisiko
 Mempertahankan mengalami lesi mulut dan
mobilitas yang diperlukan gigi
untuk ke kamar mandi dan Perawatan Ostomi:
menyediakan Pemeliharaan eliminasi
perlengkapan mandi melalui stoma dan

 Mampu menghidupkan perawatan jaringan

dan mangatur pancaran sekitar


dan suhu air Bantuan Perawatan Diri,

 Membersihkan dan Mandi/Hygine:


mengeringkan tubuh Membantu pasien untuk

 Melakukan perawatan memenuhi hygine pribadi


mulut
 Menggunakan deodoran

4. Implementasi
a. Terapi
1) Penatalaksanaan Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga,
dan pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah

41
42

ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari


sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional,
dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan
dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta
penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi
(pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot
(isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan
ambulasi terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu
berdiri dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
2) Tata laksana Khusus
a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter
spesialis yang kompeten.
d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas
yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen.
3) Penatalaksanaan lain yaitu:

42
43

a) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien


Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas
sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu:
1) Posisi fowler (setengah duduk)
2) Posisi litotomi
3) Posisi dorsal recumbent
4) Posisi supinasi (terlentang)
5) Posisi pronasi (tengkurap)
6) Posisi lateral (miring)
7) Posisi sim
8) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
b) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan
dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini
bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari
tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
c) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih
kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
meningkatkan fungsi kardiovaskular.
d) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan
otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan
isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM)
secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan
dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
e) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan
untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :

43
44

1) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan


2) Fleksi dan ekstensi siku
3) Pronasi dan supinasi lengan bawah
4) Pronasi fleksi bahu
5) Abduksi dan adduksi
6) Rotasi bahu
7) Fleksi dan ekstensi jari-jari
8) Infersi dan efersi kaki
9) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
10) Fleksi dan ekstensi lutut
11) Rotasi pangkal paha
12) Abduksi dan adduksi pangkal paha
f) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai
dampak terjadinya imobilitas.
g) Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret
dari paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri.
Postural drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam
saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak
terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih efektif
bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.
h) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu
dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk
mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain.
(Potter, 2010)
5. Evaluasi

44
45

Tujuan yang diterapkan selama fase perencanaan dievaluasi sesuai dengan hasil
tertentu yang diharapkan, dan juga diterapkan pada fase tersebut. Saat hasil yang
diharapkan tidak terpenuhi, pertimbangkan pertanyaan berikut ini:
1) Beritahu saya mengapa Anda tidak mampu menigkatkan aktivitas yang telah
kita rencanakan.
2) Aktivitas apa yang menghambat Anda melakukan tugas tersebut saat ini.
3) Beritahu saya bagaimana perasaan Anda terkait ketidakmampuan berpakaian
sendiri dan membuat makanan sendiri.
4) Latihan apa yang Anda rasakan paling membantu
5) Tujuan apa yang Anda inginkan untuk disusun pada aktivitas Anda. (Potter,
2010)

6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan tindakan mencatat setiap data yang
didapat oleh perawat dalam sebuah dokumen yang sisitematis. Proses mencatat
tidak hanya menulis data pada format yang tersedia. Dokumentasi keperawatan
menitikberatkan pada proses dan hasil pencatatan (Potter & Perry, 2006). Hal
tersebut berarti bahwa mulai dari proses mencatat sampai mempertahankan
kualitas catatan harus diperhatikan, karena dokumen keperawatan memegang
perannan yang sangat penting.
Selama fase implementasi, perawat mendokumentasikan tindakan
keperawatan seperti: pemberian obat, perawatan luka, pengaturan posisi, infus IV,
kateterisasi urine, dll. (Iyer, 2004)

45
46

A. Kesimpulan
Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisik mereka
berdasarkan aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan efektivitas fungsi
tubuh sangat bergantung pada status mobilitas mereka. Misalnya, saat seseorang
berdiri tegak, paru lebih muda untuk mengembang, aktivitas usus (peristaltik)
menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu mengosongkan kemih secara komplet.
Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan otot befungsi sebagaimana
mestinya.
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan
terarah di lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu
harus bergerak untuk melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan
dasar mereka. Mobilitas amat penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu
bergerak secara total sama rentan dan bergantungnya dengan seorang bayi.
Kemampuan untuk bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh.
Bagi sebagian besar orang, harga diri bergantung pada rasa kemandirian atau
perasaan berguna atau merasa dibutuhkan. Orang yang mengalami gangguan
mobilitas dapat merasa tidak berdaya dan membebani orang lain. Citra tubuh dapat

46
47

terganggu akibat paralisis, amputasi, atau kerusakan motorik lain. Reaksi orang lain
terhadap gangguan mobilitas dapat juga mengubah atau mengganggu harga diri dan
citra tubuh secara bermakna. Ambulais adalah salah satu cara untuk mencegah
terjadinya gangguan mobilitas karena dengan ambulasi dapat memperbaiki
sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi
komplikasi immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus,
mempercepat pasien pasca operasi. (kozier, 2010).
B. Saran
Segala usaha telah kami lakukan. Namun dalam pembuatan makalah ini
terdapat kekurangan . Oleh karena itu, kami sangat memerlukan kritik dan saran
saudara(i) demi kesempurnaan kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawaran. Edisi 4. Jakarta: EGC
Potter& Perry. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Potter & Perry. 2010. Fundamental keperawatan. Edisis 7. Jakarta: Elsevier
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.
Herdman, T.H. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA. Jakarta: EGC
Wilkinson, M. Judith, Ahern, R. Nanchy. 2011. Buku Saku Diagnosis -------------------
-Keperawatan Diagnosis NANDA Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. ---------
Edisi 9. Jakarta: EGC
Iyer, P.W, Camp, N.H. 2004. Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
TEKNIK AMBULASI
Kozier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S. 2004. Buku Ajar Keperawatan Klinis Eds 5.
Jakarta : EGC.
Potter perry. 2006. Fundamental keperawatan ed 2. Jakarta: EGC.

47
48

Smeltzer, C.S., Bare, G.B., (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner&
Suddarth,Edisi 8, Volume 3, Penerbit EGC, Jakarta.

48

You might also like