You are on page 1of 38

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN


(PNA 3417)

ACARA I
KUALITAS AIR

Oleh:
Ayu Widyaningrum
NIM. A1D016011
Rombongan 11
PJ asisten : Aisyah Dwiaresti P.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertanian berkelanjutan merupakan suatu upaya memelihara,

memperpanjang, meningkatkan dan meneruskan kemampuan produktif dari

sumberdaya pertanian untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan. Guna

mewujudkan pertanian berkelanjutan, sumberdaya pertanian seperti air dan tanah

yang tersedia perlu dimanfaatkan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Kebutuhan akan sumberdaya air dan tanah cenderung meningkat dengan adanya

pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup, sehingga kompetisi

dalam pemanfaatannya juga semakin meningkat tajam baik antara sektor pertanian

dengan sektor non-pertanian maupun antar pengguna dalam sektor pertanian itu

sendiri.

Air merupakan salah satu zat yang sangat diperlukan oleh mahluk hidup,

sebab air merupakan regulator pelarut yang universal, dimana hampir berbagai

macam zat larut di dalamnya dan berinteraksi langsung dengan sistem yang terdapat

dalam setiap organisme hidup. Secara fisik air mempunyai beberapa sifat yang unik,

antara lain : tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna, titik beku pada suhu 0oC

dan titik didih pada suhu 100oC, panas jenis sebesar 539,5 kalori dan densitas atau

kerapatan sebesar 1, suhu densitas maksimum adalah 4oC, dan mempunyai

konduktivitas spesifik yang relatif kecil. Pengelolaan air untuk memenuhi

kebutuhan tanaman di lahan dapat dilakukan melalui irigasi. Namun, saat ini

pemeliharaan irigasi dan air irigasi di Indonesia kurang diperhatikan. Oleh karena
itu, kualitas air irigasi menjadi hal yang harus diperhatikan dengan baik agar

produksi pertanian dapat memenuhi standar kuantitas maupun kualitas. Kualitas air

untuk pertanian ini, harus tetap dijaga baik sebelum maupun sesudah memasuki

areal pertanian. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu

terhadap air tersebut.

Kualitas air dapat ditentukan melalui pengamatan yang dilakukan

berdasarkan berbagai parameter air baik fisika, kimia, dan biologinya. Segi

parameter fisika yaitu suhu, tingkat kecerahan, tingkat kekeruhan dan tingkat

kedalaman. Parameter kimia yaitu Ph, O2 terlarut dan CO2 bebas, dan untuk

parameter biologi yaitu plankton dan bentos. Pengukuran kualitas air untuk

mengetahui kelayakan dari air tersebut. Pengujian kualitas air dilakukan secara

labolatorium untuk mendapatkan hasil yang akurat. Observasi langsung terhadap

kondisi sumber juga dapat dijadikan acuan untuk menentukan kualitas air tetapi

pengujian secara labolaorium jelas merupakan hasil nyata yang akurat.

Air irigasi didistribusikan ke petak pertanian dengan jumlah dan kualitas air

sesuai kebutuhan tanaman yang diusahakan, serta mengalirkan kelebihan air ke

tempat lain hingga tidak merusak tanaman. Air irigasi yang cukup dengan kualitas

air yang sesuai dengan peruntukkan tanaman dapat mendukung pertanian sehat.

Salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas air adalah baku

mutu air, yaitu batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar dalam

air tetapi masih sesuai dengan peruntukannya.


B. Tujuan

Tujuan melakukan praktikum kualitas air ini adalah :

1. Untuk dapat memahami dan mwngetahui kualitas air untuk irigasi pertanian.

2. Untuk dapat mampu mengukur dan menentukan parameter kualitas air untuk

irigasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan

pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia,

fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah

upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai

peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.

Kualitas adalah karakteristik mutu yang diperlukan untuk pemanfaatan tertentu dari

berbagai sumber air. Kriteria mutu air merupakan suatu dasar baku mengenai syarat

kualitas air yang dapat dimanfaatkan. Baku mutu air adalah suatu peraturan yang

disiapkan oleh suatu negara atau suatu daerah yang bersangkutan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.492/MENKES/PER/1V/2010,

standar kualitas air minum standar kualitas air adalah karakteristik mutu yang

dibutuhkan untuk pemanfaatan tertentu dari sumber-sumber air. Adanya standar

kualitas air, orang dapat mengukur kualitas dari berbagai macam air. Setiap jenis

air dapat diukur konsentrasi kandungan unsur yang tercantum didalam standard

kualitas, dengan demikian dapat diketahui syarat kualitasnya, dengan kata lain

standard kualitas dapat digunakan sebagai tolak ukur.

Sumber irigasi harus memenuhi syarat kualitas agar tidak berbahaya bagi

tanaman yang akan dialiri, karena dalam jangka panjang dapat berpengaruh

terhadap kualitas hasil produksi pertanian. Kualitas air merupakan faktor utama

yang perlu dipertimbangkan dalam budidaya tanaman secara hidroponik. Tanaman

terdiri atas 80-90% air sehingga ketersediaan air yang berkualitas sangat penting
untuk mendukung keberhasilan proses budidayanya. Kualitas air dapat ditentukan

dari apa yang terkandung di dalam sumbernya (sumur atau sungai) dan tingkat

kemasamannya (Susila dan Poerwanto, 2013).

Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam produksi pangan.

Jika air tidak tersedia maka produksi pangan akan terhenti. Ini berarti bahwa

sumberdaya air menjadi faktor kunci untuk keberlanjutan pertanian khususnya

pertanian beririgasi. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) secara

sederhana diartikan disini sebagai upaya memelihara, memperpanjang,

meningkatkan dan meneruskan kemampuan produktif dari sumberdaya pertanian

untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan. Guna mewujudkan pertanian

berkelanjutan, sumberdaya pertanian seperti air dan tanah yang tersedia perlu

dimanfaatkan secara berdaya guna dan berhasil guna. Kebutuhan akan sumberdaya

air dan tanah cenderung meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk dan

perubahan gaya hidup, sehingga kompetisi dalam pemanfaatannya juga semakin

tajam baik antara sektor pertanian dengan sektor non-pertanian maupun antar

pengguna dalam sektor pertanian itu sendiri (Mahar, 1999).

Sedimen dan unsur hara yang diperlukan tanaman dapat terangkut melalui

angin (wind erosion), air (water erosion), pengolahan tanah (tillage erosion), dan

perpindahan masa tanah (mass movement) yang dapat menimbulkan masalah

lingkungan dan pertanian, sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut. Beberapa

hasil penelitian terdahulu melaporkan bahwa banyaknya unsur hara yang terangkut

dari lahan pertanian dipengaruhi oleh iklim, tanah, topografi lahan, tipe penggunaan

lahan, dan cara pengelolaan lahan dan tanaman. Penanaman padi sawah (wetland
rice cultivation), air diberikan mulai dari fase penjenuhan tanah (land soaking)

sampai dengan akhir fase pertumbuhan generatif (Sukristiyonubowo, 2008).

Kualitas air irigasi teknis yang diberikan terhadap tanah sawah dapat

diperkirakan memenuhi dasar atau ketentuan sebagai berikut:

1. Mengandung konsentrasi garam total dengan komposisi dan tingkatan yang

tepat. Partikel tanah akan mendukung lingkungan equilibrium bila

ditambahkan air irigasi berkualitas

2. Prediksi atau penentuan pemberian irigasi dapat membantu mengubah sodium

menjadi bentuk yang dapat ditukar

3. Determinasi kedalaman air irigasi dapat diterapkan untuk mendukung kondisi

equilibrium yang sesuai dengan zona perakaran untuk mengantisipasi

konsentrasi garam yang terlalu tinggi pada irigasi (Zimmerman, 1966).

Menurut Marwah Sitti (2011), kualitas air yang meliputi karakteristik fisik

air diantaranya:

1. Kekeruhan

Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan

organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan

oleh buangan industri.

2. Temperatur

Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut.

Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak

sedap akibat degradasi anaerobic ynag mungkin saja terjadi.

3. Warna
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan

tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta

tumbuh-tumbuhan.

4. Solid (Zat padat)

Kandungan zat padat menimbulkan bau busuk, juga dapat meyebabkan

turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi sinar

matahari kedalam air

5. Bau dan rasa

Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga

serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi anaerobik, dan

oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu.

Kualitas air pengairan harus memenuhi syarat kualitas agar tidak berbahaya

bagi tanaman yang akan dialiri, karena dalam jangka waktu yang panjang dapat

mempengaruhi kualitas hasil. Kualitas air pengairan sangat bergantung pada

kandungan sedimen atau lumpur dan unsur-unsur kimia dalam air tersebut. Sedimen

atau lumpur akan berpengaruh terhadap tekstur tanah. Tanah dengan tekstur tanah

sedang sampai kasar, sedimen akan menghambat permeabilitas penampang tanah

akibat pori-pori tanah tersumbat oleh sedimen tersebut, serta menurunkan

kesuburan tanah. Sedimen atau lumpur yang mengendap di dalam saluran irigasi

akan mengurangi kapasitas pengaliran air dan memerlukan biaya tinggi untuk

membersihkannya (Kurnia, 2004).

Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama

adalah pengukuran kualitas air dengan parameter fisika dan kimia (suhu, O2 terlarut,
CO2 bebas, pH, konduktivitas, kecerahan, alkalinitas), sedangkan yang kedua

adalah pengukuran kualitas air dengan parameter biologi (plankton dan benthos)

(Sihotang, 2006). Pengukuran kualitas air secara umum, menggunakan metode

purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengaan memperhatikan

berbagai pertimbangan kondisi serta keadaan daerah pengamatan (Fajri, 2013).

Pola temparatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya,

ketinggihan geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari

pepohonan yang tumbuh di tepi. Pola temperatur perairan dapat di pengaruhi oleh

faktor-faktor anthropogen (faktor yang di akibatkan oleh aktivitas manusia) seperti

limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan DAS yang

menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga badan air terkena cahaya matahari

secara langsung (Barus, 2003). Kecerahan suatu perairan menentukan sejauh mana

cahaya matahari dapat menembus suatu perairan dan sampai kedalaman berapa

proses fotosintesis dapat berlangsung sempurna. Kecerahan yang mendukung

adalah apabila pinggan secchi disk mencapai 20-40 cm dari permukaan. (Chakroff

dalam Syukur, 2002).

Kriteria air yang bagus digunakan dalam sektor pertanian, antara lain air

tersebut tidak memiliki konsentrasi garam yang tinggi karena dengan tingginya

tingkat konsentrasi garam maka akan meningkatkan tekanan osmotic yang

berpengaruh dalam penghambatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Pertanian juga harus memilih nutrisi yang tidak berlebih karena apabila nutrisinya

berlebih maka akan mengurangi kualitas hasil pertanian (Nawawi, 2001).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum acara 1 ini antara lain aquades, air

irigasi, pH paper, dan kertas saring. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini

adalah ember, erlenmeyer, gelas ukur, corong, TDS meter, DO meter, EC meter,

turbidimeter, alat tulisa, dan kamera.

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja acara 1 pada praktikum ini, antara lain:

1. Persiapan Contoh

Contoh air irigasi diambil dari air yang sudah disiapkan didalam ember didalam

laboratorium agrohorti 2. Sebelum dianalisis terlebih dahulu diperiksa label dan

nomor. Diulang sebanyak 3 kali dan masing-masing disiapkan untuk dianalisis

menggunakan DO meter, EC meter, Turbidimeter, TDS meter, dan pH meter.

2. Penetapan Kandungan Terlarut

Elektrode dicuci dengan aquades. Tombol on pada TDS meter dinyalakan.

Kemudian ditunggu angka sampai stabil. Selanjunya sampel dimasukkan

elektode sampai kedua garis pada gelas ukur terlihat, kemudian tombol di enter.

Angka mantap dan sesuai ditunggu, kemudian tombol enter ditekan. Elektrode

dicuci menggunakan aqudes dan dilakukan ulang pada sampel selanjutnya.

3. Penetapan pH air
Alat (PH meter) dinyalakan, lalu tombol on ditekan. Tunggu hingga angka ready

dan siap, kemudian alat dimasukkan ke dalam sampel. Angka stabil ditunggu

kemudian angka yang sudah keluar dicatat. Pada sampel yang lainnya dilakukan

pengulangan dan alat terlebih dahulu dicuci menggunakan aquades.

4. Penetapan Daya Hantar Listrik

Alat (EC meter) dinyalakan lalu tekan tombol on. Elektrode dimasukkan ke

dalam sampel. Tunggu angka stabil kemudian angka dicatat dan alat dimatikan.

Elektode dicuci dengan aquades dan cara tersebut dilakukan pada sampel yang

lainnya.

5. Penetapan Tingkat Kejenuhan Air

Sampel dimasukkan pada gelas ukur tepat dengan garis. Gelas ukur dimasukkan

sesuai dengan arah panah. Kemudian alat (Turbidimeter) dinyalakan dengan

tekan tombol on . tunggu alat sampai ready dan siap, kemudian kedipan 1-11

kali dihitung. Lalu tombol enter ditekan dan angka dicatat. Kemudian pada

sampel yang lain dilakukan pengulangan secara berkala.

6. Penetapan Kadar Oksigen

Alat DO meter dinyalakan, elektrode dicuci dengan aquades lalu dikeringkan

dengan tisu. Elektrode dimasukkan ke dalam contoh yang akan diukur atau

sempel. Kemudian angka dibaca setelah siap. Setelah itu elektode dicuci dengan

aquades. Kemudian lakukan ulang pada sampel lainnya.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1.. Alat yang digunakan


No. Nama Alat Fungsi Cara Kerja
1. Turbidimeter Mengukur 1. Sampel air
tingkat dimasukkan kedalam
kejenuhan air lubang turbidimeter.
Satuan: NTU 2. Alat dinyalakan
(Nephela dengan menekan
Metrix tombol “on”.
Turbidity 3. Alat ditunggu hingga
Unit). menunjukan tulisan
“ready” dan berkedip
10x kemudian nilai
yang keluar dicatat.
4. Setelah alat
digunakan, kemudian
dimatikan
5. Tabung diambil dari
turbimeter kemudian
dicuci menggunakan
aquades dan lap
dengan tisu kering.
2. TDS meter Mengukur 1. TDS meter
kandungan dinyalakan.
terlarut dalam 2. Elektrode dicuci
air menggunakan
Satuan : ppm aquades lalu di lap
(part per dengan tisu kering.
million). 3. Elektrode selanjutnya
dimasukkan kedalam
sampel yang akan
diukur, angka dibaca
setelah stabil.
4. Alat dimatikan.
5. Setelah selesai
kemudian di cuci
dengan aquades dan
lap dengan tisu
kering.
3. pH meter Mengukur 1. pH meter dinyalakan.
derajat 2. Alat dimasukkan
keasaman yang kedalam sampel yang
terkandung akan diukur, tunggu
didalam air sampai angka
berhenti kemudian
dicatat.
3. Alat dimatikan
4. Cuci dengan aquades
dan lap dengan tisu
kering.

4. EC meter Mengukur 1. Alat EC meter


daya hantar dinyalakan
listrik (DHL). 2. Elektrode
dimasukkan kedalam
sampel yang akan
diukur, kemudian
dicatat angka setelah
stabil.
3. Setelah selesai alat
dimatikan.
4. Dicuci dengan
aquade dan lap
dengan tisu kering.

5. DO meter Mengukur 1. Alat DO meter


kadar oksigen dinyalakan
terlarut di 2. Elektrode
dalam air dimasukkan kedalam
Satuan: % sampel yang akan
(persen). diukur, kemudian
dicatat angka setelah
stabil.
3. Setelah selesai alat
dimatikan
4. Dicuci dengan
aquade dan lap
dengan tisu kering.
Tabel 2. Perhitungan
Hasil Pengamatan
No. Nama Alat Rata-rata
U1 U2 U3
1. PH meter 6,2 5,9 5,7 ̅ =𝑈1+𝑈2+𝑈3= 5,93
𝑈
3
𝑈1+𝑈2+𝑈3
2. Turbidimeter 2,75 3,88 3,76 ̅=
𝑈 = 3,46 NTU
3
𝑈1+𝑈2+𝑈3
3. EC meter 152,6 152,8 152,7 ̅=
𝑈 = 152,7 μs
3
𝑈1+𝑈2+𝑈3
4. TDS meter 109 109 110 ̅=
𝑈 = 109,3 ppm
3
Kesimpulan:
1. Nilai rata-rata hasil pengukuran pH meter (keasaman) adalah sebesar 5,93.

Kualitas air untuk irigasi tergolong sedang, karena hasil pengukuran

kemasaman air tersebut antara <5,5 atau 8,5.

2. Nilai rata-rata hasil pengukuran turbidimeter (tingkat kejenuhan) adalah

sebesar 3,46 NTU. Kualitas air untuk irigasi tergolong baik, karena hasil

pengukuran air tersebut antara 5-25 NTU.

3. Nilai rata-rata hasil pengukuran EC meter (daya hantar listrik) adalah sebesar

152,7 μs. Kualitas air untuk irigasi tergolong baik, karena hasil pengukuran air

tersebut antara ≤500 μs.

4. Nilai rata-rata hasil pengukuran TDS meter (kandungan terlarut) adalah sebesar

109,3 ppm. Kualitas air untuk irigasi tergolong baik, karena hasil pengukuran

air tersebut antara <1000 ppm.

B. Pembahasan

Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji

berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara


Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan

parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan

mikrobiologis. Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan bahan

yang dapat diamati secara visual/kasat mata. Termasuk ke dalam parameter fisik ini

adalah kekeruhan, kandungan partikel/padatan, warna, rasa, bau, suhu, dan

sebagainya.Terkait dengan amanat dalam Undang-undang No. 7 tentang Sumber

Daya Air, dalam pasal 23 ayat (4) menyatakan bahwa ketentuan mengenai

pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diatur lebih lanjut dengan

peraturan pemerintah. Walaupun Undang-undang No. 7 Tahun 2004 dan kemudian

Undang-undang No. 32 Tahun 2009 terbitnya belakangan, namun Jurnal Irigasi –

Vol.9, No.1, Mei 2014 3 peraturan pemerintah yang dimaksud yang berlaku saat ini

adalah Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencemaran Air yang berbasis kelas mutu air di dalamnya

memuat KMA untuk berbagai pemanfaatan.

Masalah utama sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak

mampu memenuhi kebutuhan manusia yang terus meningkat dan kualitas air untuk

keperluan domestik terus menurun khususnya untuk air minum. Kualitas air adalah

istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan

tertentu, misalnya air minum, perikanan, pengairan/ irigasi, industri, rekreasi dan

sebagainya. Peduli kualitas air adalah mengetahui kondisi air untuk menjamin

keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya. Kualitas air dapat diketahui

dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang biasa

dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (I-CLEAN, 2007).
Menurut Effendi (2003), kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk

hidup, zat energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan

beberapa parameter yaitu parameter fisika seperti Total Padatan Terlarut (TDS),

Total Padatan Tersuspensi (TSS), dan sebagainya), parameter kimia (pH, Oksigen

Terlarut (DO), BOD, kadar logam dan sebagainya), dan parameter biologi

(Kandungan Bakteri Coliform, E-coli, keberadaan plankton, dan sebagainya).

Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah

pengukuran kualitas air dengan parameter fisika dan kimia, sedangkan yang kedua

adalah pengukuran kualitas air dengan parameter biologi.

Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 klasifikasi mutu

air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum,

dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut.

2. Kelas dua, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana

rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi

pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas tiga, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan

ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau

peruntukkan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan

tersebut.
4. Kelas empat, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi

pertanaman dan diperuntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama

dengan kegunaan tersebut.

Standar kualitas air adalah baku mutu yang ditetapkan berdasarkan sirat-sifat

fisik, kimia, radioaktif maupun bakteriologis yang itienunjukkan persyaratan

kualitas air tersebut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990

Tentang pengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut

peruntukkanya. Adapun penggolongan air menurut peruntukkanya adalah berikut

ini:

1. Golongan A

Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung, tanpa

pengolahan terlebih dahulu.

2. Golongan B

Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.

3. Golongan C

Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.

4. Golongan D

Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan,

industri, dan pembangkit listrik tenaga air (Hefni Effertdi, 2003).

Salah satu alat yang digunakan pada saat praktikum untuk pengukuran

kualitas air irigasi yaitu pH meter. Alat pH meter ini menurut Qureshi (2016)

berfungsi untuk mengukur perbedaan potensial listrik antara tingkat pH melangkah

dan elektroda referensi, dimana perubahan dalam perbedaan potensial antara


elektroda mendefinisikan keasaman dan alkalinitas / kebasaan dari larutan yang

diuji. Sigdel (2017) menambahkan bahwa pH meter menentukan pH suatu larutan.

Instrumen ini biasanya mengukur potensi sampel untuk menghitung pH, meskipun

beberapa kolorimeter akan mengukur pH dengan penyerapan panjang gelombang.

Beberapa pH meter memiliki elektroda terintegrasi untuk kemudahan penggunaan,

sementara yang lain terhubung ke probe atau rakitan kabel tertentu untuk akurasi

dan presisi dalam pengujian kualitas air. Dirancang untuk penggunaan laboratorium

atau lapangan, beberapa pH meter ini tahan air atau secara intrinsik aman untuk

digunakan di area berbahaya.

Pengertian dari pH meter adalah alat elektronik yang digunakan untuk

mengukur pH (keasaman atau alkalinitas) dari cairan (meskipun probe khusus

terkadang digunakan untuk mengukur pH zat semi-padat). Pada prinsipnya,

pengukuran suatu pH didasarkan pada potensial elektro kimia yang terjadi antara

lain larutan yang terdapat didalam elektroda gelas

(membrane gelas) yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar

elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari

gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hydrogen yang ukurannya relative

kecil dan aktif, elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektrokimia dari

ion hydrogen atau diistilahkan dengan potential of hydrogen.

Prinsipnya pengukuran satu pH menurut Efwani (2006) yaitu didasarkan pada

mungkin elektro kimia yang berlangsung pada larutan yang ada di dalam elektroda

gelas (membrane gelas) yang sudah di ketahui dengan larutan yang ada di luar

elektroda gelas yg tidak di ketahui. Hal semacam ini karena susunan tidak tebal dari
gelembung kaca bakal berhubungan dengan ion hydrogen yang

ukurannya relatif kecil serta aktif, elektroda gelas itu bakal

mengukur mungkin elektrokimia dari ion hydrogen atau

diistilahkan dengan potential of hydrogen. Untuk melengkapi

sirkuit elektrik diperlukan satu elektroda pembanding. Juga

sebagai catatan, alat itu tak mengukur arus namun cuma


Gambar 1. pH meter
Sumber : Efwani (2006)
mengukur tegangan (Efwani, 2006).

Conductivity meter adalah alat untuk mengukur nilai konduktivitas listrik

(specific/electric conductivity) suatu larutan atau cairan. EC-meter digunakan untuk

mengukur konsentrasi hara yaitu mengukur kelancaran pengantaran listrik antara

katoda positif dan anoda negatif. Satuan ukuran EC adalah mS/cm (milli siemen)

atau mmho/cm (milli hos) atau lebih umum digunakan mS (Hammer, 1986).

Suhardi (2014) menyatakan bahwa alat ini berfungsi untuk mengukur nilai

konduktivitas listrik pada larutan atau cairan. Prinsip kerja conductivity meter

adalah jika ion pada mineral semakin banyak maka semakin besar pula kemampuan

larutan menghantarkan listrik. Cara kerja dari alat ini yaitu dengan mencelupkan

kedalam air yang akan diukur (kira-kira kedalaman 5 cm) secara otomatis akan

muncul hasil dari pengukuran air yang di ukur.

Gambar 2. EC Meter
Sumber : dokumentasi saat praktikum
Devi et al. (2013) menyatakan bahwa TDS meter adalah alat yang digunakan untuk

mengukur partikel padatan yang terlarut pada air minum yang tidak dapat dilihat

oleh kasat mata. Partikel yang mungkin terlarut dalam air minum adalah kandungan

besi logam (besi, alumunium, tembaga, mangan, seng dan lain lainnya). Selain itu

partikel padatan tersebut, mungkin juga terlarut partikel non padatan seperti mikro

organisme. Partikel padatan maupun non padatan yang terlarut pada air akan

tampilkan pada angka digital displaynya. Fungsi TDS Meter ini adalah untuk

mengukur kualitas cairan yang digunakan pada pengairan, pemeliharaan air

aquarium, pembuatan air mineral, air reverse osmosis, air aki, air limbah, air sadah,

budidaya hidroponik, koloid perak, proses kimia, Air destilasi air pada kolam

renang, air irigasi dan juga untuk mengetahui air minum mana yang aman

dikonsumsi tubuh serta biasa juga untuk mengetahui kualitas air murni.

TDS adalah jumlah material yang terlarut di dalam air. Material ini dapat

berupa karbonat, bikarbonat, klorida, sulfat, fosfat, nitrat, kalsium, magnesium,

natrium, ion-ion organik, senyawa koloid dan lain-lain (WHO, 2003). Selain itu

Sawyer (1994) menjelaskan bahwa prinsip kerja sensor konduktivitas dalam TDS

yaitu dengan dua buah elektroda diberikan arus searah dan didapatkan perubahan

nilai konduktivitas listrik dan dibaca nilai tegangan. Elektroda sensor konduktivitas

dimasukkan ke dalam sampel air dan data nilai TDS yang terukur ditampilkan pada

LCD 16×2 karakter. Cahyani et al. (2016) menyatakan bahwa cara kerja TDS meter

yaitu untuk mengetahui partikel terlarut dalam suatu air, langkah yang harus

dilakukan menggunakan TDS Meter cukup mudah. Terlebih dahulu sediakan air

yang akan diuji pada sebuah tempat atau gelas. Selanjutnya celupkan TDS meter
kedalam air tersebut. Selanjutnya akan terbaca angka yang

berubah ubah pada layar displaynya. Pada saat seperti itu

sebaiknya ditunggu terlebih dahulu sekitar 2 hingga 3

menit sampai angka digital menjadi stabil.

Gambar 3. TDS Meter


Sumber : dokumentasi saat praktikum

Turbidimeter adalah salah satu alat pengujian kekeruhan dengan sifat optik

akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang

dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh

suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan.

Prinsip kerja umum dari alat turbidimeter adalah sinar yang datang mengenai suatu

partikel ada yang diteruskan dan ada yang dipantulkan, maka sinar yang diteruskan

digunakan sebagai dasar pengukuran (Urbasa, 2015). Menurut Anisa (2005) bahwa

prinsip kerja turbidimeter dengan menghitung jumlah cahaya yang diteruskan

(mengkalkulasi jumlah cahaya yang diabsorbsi) oleh partikel dalam suspense untuk

menentukan konsentrasi substansi yang ingin dicari.

Penggunaan alat turbidimeter ini yaitu menyimpan sampel dan standar pada

botol kecil/botol sampel. Sebelum alat digunakan terlebih dahulu harus diset,

dimana angka yang tertera pada layar harus 0 atau dalam keadaan netral, kemudian

melakukan pengukuran dengan menyesuaikan nilai pengukuran dengan cara

memutar tombol pengatur hingga nilai yang tertera pada layar pada turbidimeter

sesuai dengan nilai standar. Setelah itu sampel dimasukan pada tempat pengukuran
sampel yang ada pada turbidimeter, hasilnya dapat langsung dibaca skala

pengukuran kekeruhan tertera pada layar dengan jelas. Akan tetapi pengukuran

sampel harus dilakukan sebanyak 3 kali dengan menekan tombol pengulangan

pengukuran untuk setiap pengulangan agar pengukuran tepat atau valid dan

hasilnya langsung dirata-ratakan (Masto et al., 2009).

Gambar 4. Turbidimeter
Sumber : dokumentasi saat praktikum

Dissolved oxygen meter atau yang sering disebut DO meter adalah alat untuk

mengukur kadar oksigen dalam air. Nilai DO dalam air itu tergantung jumlah zat

dalam air dan tergantung pada suhu air, jika suhu semakin tinggi makan semakin

rendah pula nilai DO. Cara kerja dissolved oxygen meter cukup mudah hanya

dengan mencelupkan alat dissolved oxygen meter kedalam sampel air lalu melihat

hasil skala yang sudah tertera pada layar DO Meter. Prinsip kerja dissolve oxygen

meter yaitu berdasarkan fenomena palarografi, yang terjadi kepada dua elektrode

katode dan anode (Prahutama, 2013). Simanjutak (2007) menjelaskan bahwa

dissolve oxygen (DO) adalah jumlah oksigen terlarut di dalam air. Oksigen terlarut

ini tidak dapat bereaksi dengan air. Alat ini dapat larut ke dalam air melalui proses

fotosintesis. Tumbuhan-tumbuhan air seperti alga, menghasilkan oksigen yang larut

ke dalam air melalui fotosintesis. Selain itu, gelombang ombak, air terjun, pusaran
angin, aliran air sungai, dan fenomena alam lain juga mendorong oksigen untuk

larut ke dalam air. Alat untuk mengukur kandungan oksigen di dalam air tersebut

adalah DO meter. Prinsip kerja DO meter adalah berdasarkan fenomena polarografi

yang terjadi di antara dua elektrode katode dan anode. Tegangan listrik negatif

diberikan kepada elektrode katode. Adanya tegangan negatif ini akan

mengakibatkan reaksi kimia terjadi secara cepat antara air dengan oksigen terlarut

pada permukaan katode.

Riadhi et al. (2010) menyatakan bahwa cara kerja alat DO meter yaitu dengan

mencelupkan air sampel yang telah di ambil kemudian ditunggu beberapa saat

untuk melihat hasil pembacaannya. Pembacaan nilai oksigen terlarut didapatkan

dari nilai arus listrik pada saat semua oksigen terdifusi pada permukaan elektrode

katode. Dengan kata lain, arus listrik yang terbaca pada saat sistem mencapai

tegangan jenuh, setara dengan besaran oksigen terlarut. Penggunaan metode

kalibrasi linier akan diperoleh nilai oksigen terlarut yang dicari dari air sampel yang

diukur.

Gambar 5. DO Meter
Sumber : Riadhi (2010)

Parameter kualitas air menurut Nugroho (2005), sebagai salah satu sumber

daya yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia, air tentu memegang

peranan penting di alam. Sebagai sumber daya yang langsung dinikmati manfaatnya
oleh makhluk hidup yang ada di bumi, tentu tidak bisa sembarangan dalam memilih

air. Ada parameter kualitas air yang harus dipertimbangkan ketika akan

memanfaatkan air, baik untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun

untuk kebutuhan lain. Parameter kualitas air sendiri merupakan parameter yang

digunakan untuk mengukur tingkat kualitas air. Untuk mengetahui kualitas air ini

bisa dilakukan dengan melakukan pengujian, baik berupa pengujian biologi, fisika

maupun pengujian kualitas air tersebut. Dalam pengujian yang dilakukan terhadap

air tersebut, ada beberapa indikator yang harus dipenuhi untuk bisa menyebut air

yang diuji tersebut memiliki kualitas yang baik dan layak untuk dimanfaatkan.

Beberapa indikator atau parameter yang digunakan itu antara lain sebagai berikut:

1. Tingkat Keasaman pH

Parameter kualitas air yang pertama dilihat dari segi kimianya. pH atau tingkat

keasaman air akan menentukan apakah air tersebut memiliki kualitas yang baik

atau tidak. Tingkat keasaman di dalam air akan sangat mempengaruhi tingkat

kesuburan wilayah perairan tersebut. Perairan dengan tingkat keasaman tinggi

maka produktivitasnya rendah, begitu pun sebaliknya pada kondisi basa. Maka

yang paling baik adalah perairan dengan tingkat keasaman yang normal.

2. Suhu

Suhu merupakan parameter kualitas air selanjutnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan organisme di dalamnya. Suhu di suatu wilayah perairan bisa

dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya musim, ketinggian wilayah

perairan dari permukaan laut, kedalaman air bahkan aliran airnya. Suhu air

yang paling ideal bagi pertumbuhan organisme di dalamnya adalah perairan


dengan perbedaan suhu yang tidak begitu signifikan antara di siang maupun

malam hari.

3. Kecerahan

Faktor yang mempengaruhi kualitas air selanjutnya adalah tingkat kecerahan.

Kecerahan adalah parameter fisika kualitas air. Tingkat kecerahan air akan

sangat berpengaruh pada fotosisntesis dari organisme-organisme penghuni

wilayah perairan tersebut. Apalagi jika perairan tersebut hendak digunakan

sebagai lokasi budidaya ikan atau organisme pangan lain, maka tingkat

kecerahan adalah faktor yang sangat penting untuk menunjang kehidupan di

dalamnya. Air yang baik untuk lingkungan hidup hendaknya tidak terlalu cerah

maupun terlalu keruh.

4. Organisme penghuni wilayah perairan

Selain dari segi kimia dan fisikanya, parameter kualitas air juga bisa dilihat dari

unsur biologisnya. Misalnya adanya keragaman jenis plankton di dalam

wilayah perairan tersebut atau juga jenis ikan yang bisa hidup di wilayah

perairan tersebut. Jika di satu wilayah perairan terdapat jenis ikan tertentu

dalam jumlah banyak, maka hal tersebut bisa mengindikasikan kualitas airnya.

Begitu juga sebaliknya, jika tidak banyak ikan yang hidup di wilayah perairan

tersebut, maka kualitas airnya pun tidak bisa dibilang bagus.

Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap

air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji

kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan

air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk
menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya (Acehpedia, 2010).

Sedangkan menurut Yuliastuti (2011), untuk melihat ketiga kualitas air baik secara

fisik, kimia dan biologis, maka perlu dilakukan pengujian kualitas air meliputi uji

kimia, fisik, biologi atau uji kenampakan (bau dan warna). Uji kualitas air dapat

dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan,

padatan terlarut, bau, rasa dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut,

BOD, COD, kadar logam, kadar N dan P dan sebagainya) dan parameter biologi

(keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya).

Kualitas air sangat menentukan kesehatan manusia. Menurut laporan United

Nation Enviromental Program (UNEP), setiap tahun jumlah balita yang meninggal

karena penyakit yang berkaitan dengan buruknya kualitas air mencapai 1,8 juta jiwa

(The Jakarta Post, 10 Mei 2019). Negara-negara di dunia menerapkan baku mutu

yang tinggi untuk air minum sehingga airnya aman untuk dikonsumsi, akan tetapi

tidak semua negara dapat menerapkan baku mutu dengan baik terutama negara yang

berkembang sehingga kualitas air minumnya masih sangat buruk (Wiryono, 2013).

Pengertian irigasi adalah upaya penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air

irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi

rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, irigasi perpipaan dan irigasi tambak.

Sedangkan penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu

yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan

waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan

keperluan lainnya.
Terkait dengan amanat dalam Undang-undang No. 7 tentang Sumber Daya

Air, dalam pasal 23 ayat (4) menyatakan bahwa ketentuan mengenai pengelolaan

kualitas air dan pengendalian pencemaran air diatur lebih lanjut dengan peraturan

pemerintah. peraturan lama yaitu Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang

Pengendalian Pencemaran Air yang diberlakukan tahun 1990-2001 yaitu yang

kemudian digantikan oleh Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Peraturan ini

terbagi dalam 4 golongan yang berbasis pemanfaatan air sebagai berikut: Golongan

A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan

terlebih dahulu; Golongan B : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air

minum; Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan

peternakan; Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan

dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.

Dalam peraturan ini, pemanfaatan air untuk irigasi adalah termasuk dalam

Golongan D, namun termasuk juga untuk pemanfaatan lainnya yaitu: dapat

dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.

Sebetulnya secara pemanfaatan, peraturan ini lebih cocok dibandingkan dengan

yang berbasis kelas mutu air (Yusuf, 2014).

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad

hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian

menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen

juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses

aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi

dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan
tersebut (Salmin, 2000). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari

beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan

udara seperti arus, gelombang dan pasang surut.

Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya

proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan

bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena

proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak

digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik

Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis,

stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif

lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah.

Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas,

memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut

(Wardoyo, 1978).

Pada air alam, ditemui dua kelompok zat yaitu zat terlarut (seperti garam dan

molekul organis) serta zat padat tersuspensi dan koloidal (seperti tanah liat dan

kwarts). Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui

ukuran/diameter partikel-partikelnya. Analisa zat padat dalam air digunakan untuk

menentukan komponen-komponen air secara lengkap, proses perencanaan, serta

pengawasan terhadap proses pengolahan air minum maupun air buangan. Karena

bervariasinya materi organik dan anorganik dalam analisa zat padat, tes yang

dilakukan secara empiris tergantung pada karakteristik materi tersebut. Metode

Gravimetry digunakan hampir pada semua kasus.


Jumlah dan sumber materi terlarut dan tidak terlarut yang terdapat dalam air

sangat bervariasi. Pada air minum, kebanyakan merupakan materi terlarut yang

terdiri dari garam anorganik, sedikit materi organik, dan gas terlarut. Total zat padat

terlarut dalam air minum berada pada kisaran 20 - 1000 mg/L. Padatan terlarut total

(Total Dissolved Solid atau TDS) merupakan bahan-bahan terlarut (diameter < 10-
6
mm) dan koloid (diameter 10-6 mm - 10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa

kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter

0,45 µm (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003).

Hasil pengamatan pada alat pH meter dalam penetapan tingkat keasaman air

diperoleh dengan pengamatan ulangan 1 sebesar 6,2 kemudian pada ulangan 2

sebesar 5,9 dan ulangan 3 sebesar 5,7. Rata-rata dari ketiga hasil pengamatan pH

meter ini sebesar 5,93. Selain itu juga melakukan pengujian kualitas air dengan

penetapan daya hantar listrik menggunakan alat EC meter. Hasil pengamatan pada

ulangan 1 sebesar 112,6 µs kemudian pada pengamatan ulangan 2 sebesar 112,8 µs

dan pengamata 3 sebesar 152,7 µs. hasil rata-rata dari perhitungan EC meter kuaitas

air irigasi sebesar 152,7 µs. Semua pengujian kualitas air irigasi tersebut dapat

disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan kualitas air yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa kualitas air dikategorikan baik. Hal ini terlihat dari hasil

pengukuran TDS meter rata-ratanya sebesar 109,3 ppm (≤ 1000 baik), kemudian

pada pengukuran turbidimeter rata-ratanya sebesar 3,46 NTU (≤ 5 baik),

pengukuran pH meter rata-rata sebesar 5,93 (7,6-8,5 sedang) dan pengukuran EC

meter rata-ratanya sebesar 112,7 µs (≤ 500 baik).


Rahmana et al. (2014) menyatakan bahwa indikator kualitas manajemen air

dapat menentukan kebutuhan untuk menggunakan modifikasi irigasi atau

memerlukan perawatan air irigasi tertentu (misalnya, penggunaan filter, tangki

sedimentasi, dan lain-lain). Kontaminan fisik, kimia, atau biologis sangat terkait

dengan kualitas air yang digunakan dan dapat menyebabkan penyumbatan sistem

irigasi, terutama di perangkat irigasi mikro. Penyumbatan penghasil emisi adalah

salah satu masalah yang lebih serius dalam sistem irigasi tetes / tetes yang

menyebabkan pengurangan keseragaman aplikasi dan efek negatif pada produksi

tanaman. Kontaminan fisik dimana partikel anorganik tersuspensi (seperti pasir

maupun puing anorganik), bahan organik (residu hewan dan padatan organik

tersuspensi lainnya), dan mikrobiologis (alga).

Selanjutnya Mulia (2005) juga berpendapat bahwa tanpa adanya oksigen

terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut

digunakan untuk proses degradasi senyawa organik dalam air. Semakin besar

kandungan DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang

bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah

tercemar. Burns et al. (2005) juga menjelaskan bahwa nilai kecerahan atau

kekeruhan juga dipengaruhi keadaan cuaca, waktu pengukuran, warna air,

kekeruhan, dan padatan tersuspensi yang ada di dalam perairan.

Lebih lanjut menurut Makmur et al. (2012) menyatakan bahwa nilai pH

perairan merupakan parameter yang terkait dengan konsentrasi karbondioksida

(CO2) di perairan. pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida. Semakin tinggi


nilai pH semakin rendah kadar karbondioksida. Berikut ini daftar parameter yang

digunakan dalam irigasi dengan pengujian kualitas air irigasi menggunakan alat.

Gambar 6. Parameter kualitas air

Sumber : Bortolini et al., 2018


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil praktikum yang telah dilakukan mengenai pengujian

kualitas air antara lain:

1. Kualitas air irigasi yang baik dimana air tersebut mampu memenuhi segala

fungsi air meliputi warna, tingkat kekeruhan, bau, daya hantar listrik,

temperature dan kandungan bahan terlarut.

2. Hasil pengukuran yang didapatkan berdasarkan parameter kualitas air yaitu rata-

rata penetapan kandungan terlarut sebesar 109,3 ppm, rata-rata penetapan

tingkat kejenuhan air sebesar 3,46 NTU, rata-rata penetapan derajat keasaman

air sebesar 5,93 dan rata-rata penetapan daya hantar listrik sebesar 152,7 µs.

B. Saran

Sebaiknya pada saat praktikum penggunaal alat dalam pengujian nualitas air

bisa di perhitungkan kembali wakti praktikumnya agar tidak menunggu terlalu lama

dalam praktikum sesuai rombangannya masing-masing.


DAFTAR PUSTAKA

Acehpedia. 2010. Fungsi Unsur Hara. Diakses dari http://acehpedia.org/ Fungsi


Unsur Hara. Diakses 9 Mei 2019.
Anisa, I. S. W. 2005. Kualitas Air Bersih Untuk Pemenuhan Kebutuhan Rumah
Tangga Di Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal. Skripsi.
UNNES. Semarang.
Barus, T. A, 2003. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Sumatra Utara. Medan.
Bortolini, L., C. Maucieri, and M. Borin. 2018. A Tool for the Evaluation of
IrrigationWater Quality in the Arid and Semi-Arid Regions. Agronomy. 8
(23): 2-15. Doi:10.3390/agronomy8020023.
Burns N, McIntosh J, Scholes P. 2005. Strategies for Managing the Lakes of the
Rotura District, New Zealand. Lake and Reservoir Management. 21(1): 61-
72. http://doi.org/b6mwqp.

Devi, L. P. W. K, Dharma P dan Bawa P. 2013. Efektifitas Pengolahan Air


Reklamasi di Instalasi Pengolahan Air Limah Suwung Denpasar Ditinjau dai
kandungan Kekeruhan, Total Zat terlarut (TDS), dan Total Zat Tersuspensi
(TSS). Jurnal Kimi. 7 (1): 64-74.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Efwan S.B., 2006. Fundamentals of Oceanography. Fourth Edition. McGraw-Hill:


204-205.
Fajri, Nur El dan Agustina. 2013. Penuntun Praktikum dan Lembar Kerja
Praktikum Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UR,
Pekanbaru.
Hammer, M. J. 1986. Water and Wastewater Technology. United States of
America: Prentice-Hall, Inc. USA.
I-CLEAN. 2007. pH. http://www.mysaltz.net. Diakses tanggal 11 Mei 2019.

Kurnia, Undang. 2004. Prospek pengairan pertanian tanaman semusim lahan


kering. Jurnal Litbang Pertanian, 23(4), 130-138.
Mahar M. & Sidharta P. 1999. Neurologi Klinis Dasar. PT. Gramedia. Jakarta
Makmur M, Haryoto K, Setyo SM, Djarot SW. 2012. Pengaruh Limbah Organik
dan Rasio N/P terhadap Kelimpahan Fitoplankton di Kawasan Budi daya
Kerang Hijau Cilincing. Waste Management Technology. 15(2): 51-64.
Masto, R. E., Chhonkar, P. K., Singh, D., and Patra. 2009. Changes in soil quality
indicators under long-term sewage irrigation in a sub-tropical environment.
Environ. Geol. 5 (6): 1237–1243.
Mulia, Ricki M. (2005). Kesehatan Lingkungan. Edisi Pertama. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Nawawi. 2011. Kualitas Air dan Kegunaannya di Bidang Pertanian. Departemen
Pendidikan. Jakarta.
Nugroho, A. 2005. Bioindikator Kualitas Air. Universitas Trisakti. Jakarta.

Peraturan Lingkungan Hidup Pasal 1 ayat 115 Tahun 2003 tentang Irigasi.
Departemen Pekerjaan Umum. Pemerintah Negara Republik Indonesia.
Peraturan Lingkungan Hidup Pasal 23 ayat 4 Tahun 2003 tentang Irigasi.
Departemen Pekerjaan Umum. Pemerintah Negara Republik Indonesia
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.
Departemen Pekerjaan Umum. Pemerintah Negara Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sumber:
http://jdih.menlh.go.id/pdf/ind/IND-PUU-3-2001-lLampiran.pdf. Diakses 10
Mei 2019.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sumber:
http://jdih.menlh.go.id/pdf/ind/IND-PUU-3-2001-lLampiran.pdf. Diakses 10
Mei 2019.
Prahutama, A. 2013. Estimasi Kandungan DO (Dissolved Oxygen) Di Kali
Surabaya Dengan Metode Kriging. Statistika. 1 (2): 9-14.
Qureshi, A. 2016. 10 Best Water Quality Testers For Professionals. Wonderful
Engineering. [Online]. Available: http://wonderfulengineering.com/10-best-
water-quality-testers-for-professionals/. [Akses 12 Mei 2018].

Rahmana, M. W., M. Yanuar, J. Purwantob dan Suprihatin. 2014. Status Kualitas


Air Dan Upaya Konservasi Sumberdaya Lahan Di Das Citarum Hulu,
Kabupaten Bandung. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. 4 (1): 24-34.
Rao, C.S. 1992. Environmental Pollution Control Engineering. Wiley Eastern
Limited. New Delhi.
Riadhi, L., M. Rivai, dan F. Budiman. 2010. Sistem Pengaturan Oksigen Terlarut
Menggunakan Metode Logika Fuzzy Berbasis Mikrokontroler Teensy Board.
Jurnal Teknik ITS. 6 (2): 330-334. ISSN: 2337-3539.
Salmin. 2000. Oksigen terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana.
100(3) : 21 – 26.
Sawyer, C. N. 1994. Chemistry For Environmental Engeneering, Fourth Edition.
McGraw-Hill Inc, Singapore.
Sigdel, B. 2017. Water Quality Measuring Station. Thesis. Degree Programme in
Electronics. Bachelors Degree. Helsinki Metropolia University of Applied
Sciences. Pp. 1-27.
Simanjutak, M. 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di
Perairan Teluk Klabat Pulau Bangka. Jurnal Ilmu Kelautan. 12 (2): 59-66.
Sitti, M. 2011. Daerah Aliran Sungai (Das) sebagai Satuan Unit Perencanaan
Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan. Program Pasca
Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suhardi, K. 2014. Kualitas Air Sungai.Bangkalan. Badan Lingkungan Hidup.
Sukristiyonubowo 2008. Mobilitas Sedimen dan Hara pada Sistem Sawah Berteras
dengan Irigasi Tradisional. Jurnal Tanah dan Iklim. 2(8): 39-54.
Susila, A. D. dan R. Poerwanto. 2013. Irigasi dan Fertigasi. Modul IX – Bahan
Ajar Mata Kuliah Dasar-Dasar Hortikultura. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Syukur, A., 2002. Kualitas Air dan Struktur Komunitas Phytoplankton di Waduk
Uwai. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
Pekanbaru.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Departemen
Pekerjaan Umum. Pemerintah Negara Republik Indonesia.
Urbasa, P. A. 2015. Dampak Kualitas Air Pada Budi Daya Ikan Dengan Jaring
Tancap di Desa Toulimembet Danau Tondano. Jurnal Budidaya Perairan. 3
(1): 59-67.
Wardoyo, S. T. H. 1978. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan
Perikanan. Dalam : Prosiding Seminar Pengendalian Pencemaran Air. (eds
Dirjen Pengairan Dep. PU.). hlm 293-300.
WHO, 2003. Total dissolved solids in Drinking-water. World Health Organization,
Geneva, Switzerland.

Yuliastuti, E. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar Dalam Upaya
Pengendalian Pencemaran Air. Universitas Diponegoro. Semarang.
Yusuf Iskandar A. 2014. Kajian Kriteria Mutu Air Irigasi. Jurnal Irigasi. 9(1) : 1-
15.
Zimmerman, J.D. 1966. Irrigation. Wiley and Sons. Inc.Company Ltd. Japan.
LAMPIRAN

pH meter TDS meter

Turbidimeter EC meter
Contoh air yang akan di Contoh air dan alat
analisis pengukur

Saat mengukur kadar pH Saat mengelap alat untuk


dalam air digunakan untuk
mengukur kembali

Saat dijejerkan contoh air


irigasi

You might also like