Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
ARINGGA WICAKSONO
H0916009
Kelompok 10
A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum sanitasi acara I “Analisis Kualitas Air” adalah :
1. Mahasiswa mengetahui cara analisis sifat fisik air dengan pengukuran
suhu pada berbagai sampel
2. Mahasiswa mengetahui cara analisis zat padat tersuspensi pada berbagai
sampel
3. Mahasiswa mengetahui cara analisis sifat kimia air dengan menganalisis
kesadan air pada berbagai sampel
B. Tinjauan Pustaka
Air adalah kebutuhan pokok bagi kehidupan makhluk hidup,
terutama manusia sehingga kualitas dan kuanti-tasnya harus diperhatikan,
baik persyaratan fisik, persyaratan biologis, maupun persyaratan kimia. Bagi
manusia air sangat efensial untuk proses pencernaan, absorsi, dan ekskresi,
tetapi air juga rentan terhadap kontaminasi dan pencemaran. Selain
manfaatnya untuk menunjang kehidupan, air digunakan untuk menghasilkan
tenaga listrik, industri dan sebagai sumber kesenangan, relaksasi dan
rekreasi. Kebanyakan manusia memanfaatkan persediaan air yang dapat
digunakan dengan apa adanya. Dengan begitu, beberapa langkah sengaja
dilakukan guna menjaga mutu dan kuantitas air untuk masa depan
(Dewi, 2018)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 416
tahun 1990, bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum
apabila telah dimasak. Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air), dan gas
(uap air). Air merupakan satu – satunya zat yang secara alami terdapat di
permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air adalah substansi
kimia dengan rumus kimia H20 : satu molekul air tersusun atas dua atom
hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat
tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar. Total
Padatan Tersuspensi (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi yang tertahan
pada kertas saring millipore berdiameter pori 0,45µm. Sedangkan TDS
(Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik zat organic maupun
anorganic) yang terdapat pada sebuah larutan. Umumnya berdasarkan
definisi di atas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat
melewati saringan yang berdiameter 2 mikrometer (2×10-6 meter)
(Mays, 1996).
Data dari WHO (1998) menyebutkan bahwa separuh dari populasi
dunia mengalami penyakit yang berhubungan dengan kekurangan air dan air
terkontaminasi yang berisiko pada timbulnya penyakit bawaan air seperti
diare yang banyak mengakibatkan kematian. Pada tahun 1995 diare
mengakibatkan lebih dari tiga ribu kematian dimana 80 persen diantaranya
terjadi pada anak berusia di bawah lima tahun. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002,
bahwa air minum yang dikonsumsi masyarakat harus memenuhi persyaratan
kesehatan kualitas air minum. Temperatur/suhu air minum seharusnya sejuk
atau tidak panas agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada dalam
saluran pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi
biokimia dalam saluran pipa, menghambat perkembangbiakan
mikroorganisme patogen, dan bila diminum dapat menghilangkan dahaga.
Tingginya pencemaran limbah domestik dapat menyebabkan kualitas air
baku menurun karena kekeruhannya tinggi. Pada dasarnya kekeruhan air
disebabkan adanya zat padat yang tersuspensi baik organik maupun
anorganik. Banyaknya zat padat tersuspensi ini akan mendukung
perkembangbiakan bakteri. Semakin jernih/tidak keruh air maka akan
menghambat perkembangbiakan bakteri yang mungkin ada dalam air. Selain
itu dalam air yang keruh akan sulit dilakukan desinfeksi karena mikroba
akan terlindungi zat tersuspensi tersebut (Desiandi, et al., 2009)
C. Metodologi
1. Alat
a. Beaker glass
b. Buret
c. Desikator
d. Kertas saring
e. Labu Erlenmeyer
f. Neraca Analitik
g. Oven
h. Statif
i. Thermometer
2. Bahan
a. Aquadest
b. Indikator EBT
c. Larutan buffer pH 10
d. Na2EDTA
e. Sampel air kemasan
f. Sampel air PDAM
g. Sampel air sumur
h. Sampel air sungai
3. Cara kerja
a. Pengukuran Suhu
Pencelupan termometer
Pencatatan hasil
Penimbangan (A gram)
Penimbangan (B gram)
Selain standar bagi air minum dalam kemasan, limbah cair yang
dihasilkan dalam industri pangan ataupun industri lainnya juga memiliki
standar yang harus dipatuhi. Adanya standar yang diberlakukan bagi limbah
cari yang dihasilkan oleh industri adalah sebagai bentuk kepedulian pihak
pemilik industri terhadap lingkungan sehingga limbah yang dikeluarkan
minimal tidak memperburuk kondisi lingkungan sekitar. Baku mutu air
limbah sendiri dapat dilihat pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa tengah
Nomor 5 Tahun 2012.
Dalam menganalisa kondisi baku mutu air salah satu parameter
penting yang harus diperhatikan adalah suhu. Suhu air sangat berperan
mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu juga
menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh
mikrobia. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 20-
30o-C. dengan begitu parameter suhu pada pengujian baku mutu air menjadi
penitng untuk diamati (Ali, et al., 2013)
Tabel 1.3. Hasil Pengujian Total Soluble Solid
Berat Kertas Berat Kertas
Jenis TSS
Kelompok Saring Awal Saring +
Sampel (%)
(gr) Filtrat (gr)
10 Air PDAM 0,803 0,889 1,72
11 Air Sungai 0,809 0,831 0,44
Air Minum
12 0,690 0,703 0,26
Kemasan
Sumber : Laporan Sementara
Kandungan mineral dalam suatu bahan pangan dapat dinilai dari nilai
TDS (Total Dissolve Solids) dan TSS (Total Suspended Solids) TDS
mengandung berbagai macam zat terlarut (baik itu zat organik, anorganik,
atau komponen lainnya) dengan diameter < 10-3 µm yang terdapat pada
sebuah larutan yang terlarut dalam air. Ion yang paling umum terlarut adalah
kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium, magnesium, bikarbonat, karbonat,
dan klorida. Sumber utama TDS dalam perairan adalah limpahan dari
pertanian, limbah rumah tangga, dan industri.
TSS merupakan materi atau bahan tersuspensi yang menyebabkan
kekeruhan air yang terdiri dari lumpur, pasir halus serta jasad renik yang
terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa oleh badan
air. TSS menjadi faktor penting karena dapat menjadi dasar perubahan fisik,
kimia, dan biologi dari sampel yang ada. Sehingga dapat dibilang komponen
apapun yang tertahan dalam proses penyaringan mekanis dengan ukuran >
10-3 µm adalah komponen penyusun TSS (Rinawati, et al., 2016)
Perhitungan TSS menjadi penting dalam pengujian baku mutu air
karena TSS merupakan segala komponen tertahan yang dapat memberikan
perubahan baik fisik, kimia, dan biologi dari air. Sehingga perhitungan TSS
menjadi acuan untuk pengujian baku mutu air. Dalam pengolahan industri
nilai TSS menjadi analisis dasar standar pengolahan limbah cair yang
dikeluarkan karena nilai TSS secara umu dapat merepresentasikan tingkat
kekeruhan dari limbah cair yang dikeluarkan. Sehingga jika limbah cair
yang dikeluarkan tidak keruh maka nilai TSS yang akan tertera juga rendah.
Untuk baku mutu limbar cair dapat dilihat di Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012.
Berdasarkan Tabel 1.3. sampel yang memiliki TSS dari kadar paling
tinggi ke rendah berturut-turut adalah air PDAM (1,72%), air sumur
(0,44%), dan air kemasan (0,26%). Dalam pengujian ini seharusnya nilai
TSS dari PDAM memiliki nilai terendah atau setidaknya bukan menjadi
sampel dengan nilai TSS tertinggi. Hal ini karena air dari PDAM adalah air
yang terlah diproses dan digunakan sebagai air pemenuhan kebutuhan
masyarakata luas yang menggunakan jasa dari PDAM. Menurut PP RI no.
82 tahun 2001, baku mutu air parameter TSS untuk peruntukan kelas dua
adalah 50 mg/L. Kemungkinan adanya nilai TSS yang lebih besar ini
diakibatkan sistem saluran air dari PDAM yang panjang dan luas sehingga
sangat dimungkinkan adanya bahan selain air yang berada di saluran
tersebut seperti lumut, atau mikrobia lainnya sehingga akan meningkatkan
nilai TSS dari air PDAM.
Tabel 1.4. Hasil Pengamatan Kesadahan Air
Jenis Volume N Perubahan PPM
Kelompok
Sampel Titran (mL) Titran Warna CaCO3
Merah
Air anggur
10 0,3 0,1 120
PDAM menjadi
biru
Merah
Air anggur
11 0,4 0,1 160
Sungai menjadi
biru
Merah
Air
anggur
12 Minum 0,3 0,1 120
menjadi
Kemasan
biru
Sumber : Laporan Sementara
Selain pengujian secara fisik maka baku mutu air juga harus diuji
berdasarkan parameter kimia. Parameter kimia dalam pengujian air juga
dapat dilihat di dalam SNI baku mutu air yaitu SNI 01-3553-2006.
Berdasarkan SNI tersebut maka parameter kimia yang diujikan dalam baku
mutu air adalah :
1. Zat Organik (Angka KMnO4)
2. Nitrat
3. Nitrit
4. Amonium
5. Sulfat
6. Klorida
7. Flourida
8. Sianida
9. Besi
10. Mangan
11. Klor bebas
12. Kromium
13. Barium
14. Boron
15. Selenium
Senyawa kimia dalam air sering juga dikaitakan dengan kesadahan
air. Kesadahan air adalah air dengan kandungan garam magnesium dan
kalsium tinggi yang terlarut dalam air.Kesadahan air biasanya dilaporkan
dalam satuan miligram per liter atau ppm (part per million). Secara
tradisional kesadahan air pada umunya di analisa menggunakan metode
titrasi (Wurts, 2016).
Kesadahan air dibagi menjadi dua yaitu kesadahan permanen dan
sementara. Kesadahan air sementara dihasilkan akibat adanya ion
bikarbonat dan HCO3—yang berada di dalam air. Jenis kesadahan ini dapat
dihilangkan dengan cara mendidihkan air target yang mana akan melepas
CO2 dengan rumus kimia sebagai berikut:
Perhitungan TSS
b. Kelompok 10
1000
Perhitungan TSS = ×𝑏−𝑎
500
1000
= × 0,889 − 0,803
500
= 20 × 0,086
= 1,72
c. Kelompok 11
1000
Perhitungan TSS = ×𝑏−𝑎
500
1000
= × 0,831 − 0,809
500
= 20 × 0,822
= 0,44
d. Kelompok 12
1000
Perhitungan TSS = ×𝑏−𝑎
500
1000
= × 0,703 − 0,690
500
= 20 × 0,013
= 0,26
Perhitungan Kesadahan Air
a. Kelompok 10
(𝑉+𝑁) 𝑁𝑎2 𝐸𝐷𝑇𝐴 ×𝐵𝐸 𝐶𝑎𝐶𝑂3 × 1000
Kesadahan air = 𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Gambar 1.3 Pengujian suhu sampel Gambar 1.4 Hasil pengujian pada
petri dish
Gambar 1.5 Perubahan warna pada Gambar 1.6 Perubahan warna pada
uji kesadahan
uji kesadahan