Professional Documents
Culture Documents
Indikator kompetensi dasar ini adalah (1) menganalisis cakupan bebera variasi definisi
kurikulum; (2) menjelaskan peranan kurikulum dalam pendidikan; (3) menjelaskan tiga
orientasi dasar kurukulum; (4) menjelaskan perspektif, paradigma, dan posibilitas dalam
kajian kurikulum; (5) mendeskripsi kan komponen-komponen utama kurikulum secara
umum; (6) menjelaskan bidang-bidang yang berkontribusi dalam pengembangan
kurikulum; dan (7) menjelaskan perlunya penyempurnaan/ pengembangan kurikulum.
1. Pengertian Kurikulum
Banyak pihak yang berkepentingan dalam dunia pendidikan yang memusatkan
perhatian pada aspek-aspek yang berbeda seperti dalam dimensi ide, rencana, proses,
dan/atau hasil. Hal ini memunculkan pada variasi pengertian kurikulum yang ditemukan
dalam berbagai literatur. Secara umum definisi-definisi kurikulum ada yang mencakup
satu atau beberapa dimensi (sempit/teknis) dan ada dengan cakupan dimensi lengkap (ide,
rencana, proses, dan hasil). Definisi kurikulum yang dianut akan menuntun kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh para pengembang kurikulum yang menganutnya. Beberapa
contoh definisi kurikulum yang dikemukakan dalam beberapa pustaka sebagai berikut.
Kurikulum sesbagai satu seri pengalaman yang terjadi pada pebelajar di sekolah
(Oliva, 1992) --- cendrung (dominan) kurikulum dalam dimensi proses.
Kurikulum diintepretasikan melingkupi materi pelajaran, aktivitas, dan pengalaman
yang dimiliki siswa di bawah pengarahan sekolah baik di kelas maupun di luar kelas
(Romine, dalam Hamalik, 2001) --- dominan kurikulum dalam dimensi proses.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara untuk mencapainya, yang digunakan sebagai pedoman
penyelnggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
(UU RI No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 19)---kurikulum mencakup semua dimensi (luas).
Kurikulum itu sendiri adalah sebuah konstruk/konsepsi yang merupakan verbalisasi
dari sebuah atau satu set ide yang sangat kompleks (Oliva, dalam Hasan, 2004) ---
dominan kurikulum dalam dimensi ide.
Standar nasional
Kurikulum
(Depdiknas, 2004 :)
Kurikulum
Isi
Proses Tujuan pendidikan
Evaluasi
Peserta didik
------------------------ Alam-sosial-budaya-politik-ekonomi-agama -----------------
(Sukmadinata, 1997)
Pemberian perhatian dan biaya penyelenggaraan pendidikan yang dikeluarkan oleh
masyarakat dan pemerintah sangat besar. Pihak penyelenggara pendidikan dituntut untuk
mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan. Lassinger ( dalam Hasan, 1988)
berpendapat bahwa akuntabilitas didasarkan pada tiga landasan yaitu hasil belajar siswa,
telaah pihak independen terhadap hasil belajar siswa, dan laporan kepada masyarakat
tentang efektivitas dan efisiensi biaya yang telah dikeluarkan terhadap hasil belajar yang
dicapai siswa. Konsep akuntabilitas berkembang lebih jauh meliputi pertanggungjawaban
keseluruhan kegiatan pendidikan. Rossi & Freeman (dalam Hasan, 1988) mengemukakan
enam jenis informasi yang dikumpulkan untuk menilai akuntabilitas yaitu (1)
akuntabilitas dampak (informasi untuk pengambilan keputusan), (2) akuntabilitas
efeisiensi (informasi untuk perhitungan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan program
pendidikan), (3) akuntabilitas target (jumlar karakteristik sasaran yang akan dicapai,
jumlah putus program, dsb.), (4) akuntabilitas pemberian jasa (informasi tentang
efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemberian jasa layanan pendidikan), (5) akuntabilitas
Tiga pertanyaan mendasar dalam kurikulum. Pengetahuan apa yang paling berguna
(worthwhile)? Mengapa itu berguna? Bagaimana itu diperoleh atau dibangun? Ketiganya
adalah dasar dari semua aktivitas secara umum dikaitkan dengan teori dan praktik
pendidikan. Pengetahuan tersebut tidak pernah secara penuh didapat, tetapi selalu dalam
proses pencarian atau rekonstruksi untuk memenuhi kebutuhan dari situasi yang berubah
(Schubert, 191974). Pengetahuan tentang perspektif, paradigma, dan posibilitas
pendidikan sangat penting dalam pengetahuan kurikulum. Perspektif dari konteks atau
latarbelakang yang mengarahkan perkembangan perangkat keyakinan dan asumsi
menyediakan gambaran yang lebih lengkap dan lebih kaya dalam pengembangan
kurikulum. Paradigma merupakan lensa-lensa konseptual melalui mana masalah-masalah
Perspektif
Perspektif pada kurikulum sebagai bidang ilmu dan aktivitas kurikulum
mendiskusikan karakterisasi alternatif kurikulum dan kekuatan serta kelemahannya.
Kurikulum merupakan bagian dari sebuah interdependent network dari bidang-bidang
pendidikan seperti administrasi, supervisi, pembelajaran dan metodelogi penelitian
pendidikan yang ditandai dengan adanya spesialisasi dalam bidang kurikulum. panorama
(relevant contexts), philosophy (the realm of assumptions), policy (curriculum creation).
Historical antecedent menuntut inovator pendidikan mampu menggunakan sukses dan
kegagalan di masa lalu untuk memperbaharui kurikulum, seperti kesuksesan dan
kegagalan kurikulum 1975, 1984, dan 1994.
Konteks relevan mengingatkan bahwa pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh
konteks politik, ekonomi, dan nilai yang mengelilinginya dan saling menginterpenetarsi.
Konteks masyarakat luas berinteraksi dengan guru, subjek didik, pengembang kurikulum,
dan budaya kelas. Schubert menyatakan tiga kategori umum kekuatan yang
mempengaruhi kurikulum yang muncul pada siswa dalam semua jenjang. Pertama,
kekuatan politik, ekonomi dan nilai yang mempengaruhi pendidikan dari luar sekolah.
Kedua, budaya yang hidup dalam lingkungan sekolah mencakup faktor-faktor yang
terencana dan tidak terencana yang mengubah pengalaman-pengalaman belajar siswa
seperti struktur fisik dan organisasi sekolah, peer culture, hidden curriculum, dan
aktivitas-aktivitas ekstrakurikuler. Ketiga, faktor yang berkaitan dengan nonschool
experiences dari siswa (seperti media, keluarga, pekerjaan, hobby) dan klaim yang harus
diperhitungkan.
Filsafat mempertimbangkan asumsi yang mendasari aktivitas belajar. Beberapa
filsapat pendidikan telah dikenal seperti perenialism, essensialism, existensialism,
progresivism. Pembuatan kurikulum pendidikan melibatkan usaha integratif dan
interdisiplin dalam bidang kajian kebijakan.
Policy sciences (kajian kebijakan) semestinya membawa studi probelamatik dan
(bidang dan pengetahuan) yang potensial mempunyai impak nyata terhadap kehidupan
publik (masyarakat) --- insurance policies.
Paradigma
Paradigma merupakan kerangka konseptual (conceptual framework). Schubert
(1974) mengidentifikasi beberapa paradigma dari curriculum inquiry yaitu perennial or
empirical/analytical, practical or interpretative, dan critical or emancipatory (Schubert,
1974), Paradigma perenial dominan dikaitkan dengan paradigma Taylor (1949) yang
mengidentifikasi empat pertanyaan mengarah pada parameter untuk curriculum study
Posibilitas
Terdapat tiga domain perpotongan dan ketergantungan yang memberikan posibilitas
terhadap masa depan teori dan praktek kurikulum. Ketiganya adalah berkaitan dengan
masalah-masalah dan proposals/rancangan kurikulum; keterkaitan antara perbaikan
kurikulum dan pendidikan guru pada tingkat inservis dan preservis; dan ideal dan praktis
yang memberikan makna dan arah pada kurikulum, dan bantuan dalam resolusi masalah
yang menghadang bidang kurikulum.
Merujuk pada Goolad dan Richter (1966), Schubert (1974) mengidentifikasi dua set
area problem kurikulum. Set pertama masalah terkait pada tingkatan instrucsional dan
institusional yang meliputi (1) apaty (masa bodoh yang mengarah pada absenteeism), (2)
bidang disiplin (hanya bidang yang disukai/diminati diinternalisasi menjadi self-initiated),
(3) perbedaan individual (penawaran luas variasi konten), (4) sains dan teknologi tinggi
(prioritas penguasaan dan penggunaan sains dan teknologi), (5) handicapped learners
(penyediaan kesempatan dan fasilitas), (6) dasar (apa yang dibutuhkan mendasar untuk
hidup sesuai jaman dan berguna bagi masa depan), (7) standar (perumusan standar), (8)
pekerjaan (penyediaan vocational training), (8) paket instruksional, (9) matery, (10)
keefektifan guru, (11) life skills, (12) pendidikan penyalahgunaan narkoba, (13)
pendidikan kematian, (14) kehidupan keluarga dan pendidikan sex, (15) pendidikan
konsumen, (16) akuntabilitas, (17) skor tes yang disatandarisasi, (18) pendidikan
multicultural-bilingual, (19) pendidikan global, (20) mind-body studies, dan (21) studi
feminis.
5. Komponen-komponen Kurikulum
Meskipun kurikulum dapat didefinisikan secara luas (makro) untuk suatu lembaga
dan sempit (mikro) seperti program pengajaran untuk beberapa kali pertemuan,
komponen utama (umum) dari kurikulum masa kini terdiri dari sejumlah komponen yaitu
tujuan, isi/materi, proses/sistem penyampaian dan media, serta evaluasi
(Sukmadinata, 2001). Miller and Seller (1985) menyatakan komponen-komponen
kurikulum terdiri atas aims and objectives, content, teaching strategies’learning
experiences, and organisation of content and teaching strategies. Kombinasi kedua
pendapat di atas, maka komponen-komponen utama kurikulum dalam kajian ini
disederhanakan atas tujuan, isi/materi (meliputi konsep/produk, proses, dan nilai),
organisasi, dan evaluasi.
Istilah-istilah yang digunakan untuk melingkupi kompnen-komponen kurikulum
sering bervariasi sesuai dengan pengembang dan daerah. Sebagai contoh tujuan dalam
Kurikulum 1994 dirumuskan dalam bentuk tujuan pendidikan nasional, tujuan institusi,
tujuan kurikuler untuk mata pelajaran, tujuan umum, dan tujuan khusus. Sementara dalam
KTSP terdapat rumusan tujuan pendidikan nasional dan tujuan Mata Pelajaran, standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator kencapaian kompetensi..
Tujuan mengarahkan segala kegiatan pendidikan dan mengarahkan komponen-
komponen kurikulum lainnya. Tujuan dirumuskan berdasarkan perkembangan lapangan
(kebutuhan/tuntutan dan kondisi masyarakat) dan pemikiran-pemikiran yang terarah pada
pencapaian nilai-nilai filosofis terutama falsafah negara. Beberapa jenis tujuan yang
pernah dikenal yaitu tujuan pendidikan nasional; tujuan kurikuler; tujuan umum dan
khusus; tujuan jangka panjang, menengah, dan pendek. Brady (1990) menyarankan
perumusan tujuan pembelajaran (objective) memperhatikan cakupan (termasuk materi
dan aspek-aspek domain); kecocokan/relevansi terhadap siswa dalam kelas terutama
sesuai dengan jejang kelas dan konteks sosial; validitas; fisibelitas (ketersediaan smber
dan waktu); kopetibelitas (konsisten dengan rumusan-rumusan tujuan/objectves lain
untuk jenjang kelas, mata pelajaran, dan sekolah; spesifik (dapat diukur), dan
interpretibilitas (tidak menimbulkan salah tafsir jika orang lain melaksanakannya). Dalam
KTSP, istilah tujuan pembelajaran (umum dan khusus) secara inflisit dapat
diintepretasikan dari rumusan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator-
indikatar pencapaian kompetensi. Bandingkanlah rumusan dan penjabaran tujuan
pendidikan antara KTSP dan kurikulum1994!
6. Pengembangan kurikulum
Bidang-bidang yang berkontribusi dalam pengembangan kurikulum diilustrasi
dalam bagan berikut.
1 2
Kriteria filosofis Pertimbangan sosial
Tujuan Perubahan sosial
Manfaat Perubahan teknologi
Struktur pengetahuan Perubahan ideologi
4
3 Teori-teori psikologis
Pilihan dari Perkembangan
budaya Belajar
Pengajaran
Motivasi
5
Kurikulum
diorganisasi dalam
urutan dan tahapan-
tahapan
Asesmen kebutuhan
Pengembangan kurikulum secara umum melibatkan asesmen kebutuhan,
pengembangan kurikulum sesuai dengan model pengembangan yang diikuti (termasuk
implementasinya), dan evaluasi kurikulum. Asesmen kebutuhan dan evaluasi kurikulum
sering disesuaikan dengan model pengembangan kurikulum yang diikuti. Asesmen
kebutuhan disajikan di awal dan evaluasi kurikulum disajikan di akhir dimaksudkan untuk
mengikuti rasional pengembangan kurikulum didasarkan pada hasil asesmen kebutuhan
dan evaluasi kurikulum dilakukan terhadap efektivitas kurikulum yang dikembangkan.
Kurikulum pendidikan semestinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini dan
ke depan. Walaupun demikian suatu kurikulum biasanya relevan hanya untuk beberapa
tahun, karena kebutuhan masyarakat terus berkembang terutama mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat dan terus terjadi. Perubahan
kebutuhan masyarakat menuntut pengembangan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Identifikasi kebutuhan masyarkat dan analisis kesenjangan (asesmen
kebutuhan) antara kebutuhan nyata (yang diharapkan masyarakat) dengan pemenuhan
kebutuhan melalui implementasi kurikulum semestinya menjadi dasar pengembangan
kurikulum.
Hancock (2003) menekankan sejumlah fungsi asesmen kebutuhan. Fungsi-fungsi
tersebut antara lain mengungkap kesenjangan; mengungkap (examins) their nature and
causes; mengeset prioritas untuk tindakan ke depan dan menentukan kriteria untuk solusi
masalah; dan mengarahkan pada tindakan yang akan menyempurnakan program, layanan,
struktur pengorganisasian, dan pengoperasian.
Asesmen kebutuhan melibatkan 1) identivikasi sumber-sumber utama isi kurikulum
(siswa, masyarakat, sumber belajar), 2) penentuan jenis kebutuhan masyarakat sesuai
jenjang (kemanusiaan, internasional, nasional, propinsi/daerah, masyarakat, dan tetangga)
dan sesuai jenis (politik, sosial, ekonomi, pendidikan, lingkungan, pertahanan, kesehatan,
moral & spiritual), 3) penentuan kebutuhan siswa sesuai jenjang (kemanusiaan, national,
propinsi/daerah, masyarakat, sekolah, dan individu) dan jenis kebutuhan siswa (fisik,
Model pengembangan
Pengembangan kurikulum merupakan proses untuk membuat keputusan secara
programatis dan untuk merivisi produk keputusan tersebut berdasarkan evaluasi yang
sistematis. Mengingat banyak pandangan dan pijakan dalam pengembangan kurikulum,
telah muncul banyak model pengembangan kurikulum. Model pengembangan penting
karena akan menjadi pola yang berfungsi pengarah (guideline) tindakan.
Model pengembangan kurikulum menyatakan hubungan antara bagian-bagian
dalam proses pengembangan kurikulum. Bagian-bagian itu dikenal dengan elements
(komponen) kurikulum yang biasanya terdiri dari tujuan, isi, organisasi, dan evaluasi.
Berbagai model pengembangan kurikulum yang telah dikenal dapat di golongkan
mengikuti satu kontinum merentang dari model rasional - siklik - sampai dengan yang
dinamik/interaksi (Print, 1993). Sementara Brady (1990) hanya mengelompokkan
kedalam dua jenis model pengembangan kurikulum yakni model rasional dan model
interaksi. Model rasional memproses elemen-elemen kurikulum sesuai dengan urutan
(fixed), sementra model interaksi (dinamik) dapat memulai merumuskan kurikulum mulai
dari elemen mana saja (fleksibel). Para penulis kurikulum cendrung mempromosikan
model rasional atau siklik, karena strukturnya yang jelas. Akantetapi guru-guru
tampaknya lebih menyukai suatu bentuk model dinamik atau model interaksi dan sering
mengadaptasi dari model yang sudah dikenal.
Model rasional sering dirujuk sebagai model objectives. Pendekatan pengembangan
kurikulum ini menekankan pada urutan elemen-elemen kurikulum yang sudah pasti,
dimulai dari tujuan dan diikuti secara berurutan oleh isi, metode, dan terakhir evaluasi.
Dalam pola ini, tujuan berfungsi mengarahkan perumusan/pemilihan elemen-lemen yang
mengikuti, dengan evaluasi yang menunjukkan tingkat pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
Ada sejumlah model yang berkembang dalam pola rasional. Perbedaan diantara model-
model dalam pola ini biasanya terdapat pada jumlah tahapan dan pertimabangan-
pertimbangan dalam perumusan elemen-elemen. Bentuk dasar dari model ini
dikembangkan oleh Tyler (1949). Dalam model rasional Tylor, pertimbangan sumber-
sumber dari mana perumusan tujuan kurang dijelaskan secara memuaskan (Skilbeck,
Evaluasi kurikulum
Evaluasi kurikulum (program) merupakan proses penentuan batasan (delineating),
pemerolehan, dan penyiapan informasi yang berguna untuk membuat pertimbangan dan
Rujukan
American Association for the Advancement of Scinece. (1993). Benchmarks for Science Literacy:
Project 2061. NewYork : Oxford University Press.
Brady, L. (1990). Curriculum Development. Third Edition. Sydney : Prentice Hall.
Doll, R.C. 1992. Curriculum Improvement Decision Making and Process. 8th Edition. Boston: Allyn
and Bacon.
Hasan S. H. (2004). Kurikulum dan Tujuan Pendidikan. Makalah Disajaikan dalam Seminar
Pascasaarjana UPI 21-12-2004
Henson, K.T, 1995. Curriculum Development for Education Reform. New York: Longman.
Longstreet W.S. & Shane H.G. (1993). Curriculum for A New Millennium. Singapore: Allyn and
Bacon.
McNeil J. D. Kurikulum Sebuah Pengantar (diterjemahkan oleh Subandijah, 1988). Yogyakarta :
Wira sari.
Miller, J.P and Selle, W. 1985. Curriculum Perspectives and Practice. New York: Longman
Parkay, F.W. and Hass, G. 2000. Curriculum Planning a Contemporary Approach. 7th Edition.
Boston Allyn and Bacon.
Print, M. (1993). Curriculum Development. Second Edition. Malaysia : Allen dan Unwin Pty Ltd.
Schubert, W.H. 1086. Curriculum perspective, Paradigma, and Possibility. New York: Macmiillan
Publihing Company.
Sukmadinata N. S. (1997). Pengembangan kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja
Rosda Karya
.
Komentar ?
Saran ?
Organisasi: pinsip-prinsip
pembelajaran (pendekatan,
metode, pengelolaan kelas);
rencana pembelajaran (kalender
akademik-persiapan mengajar);
model-model pembelajaran