You are on page 1of 32

Motivasi Dalam Manajemen

Irwan Sugiarto, S.E., M.M.

SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG


2019
A. Pendahuluan
aApa atau siapa yg
menimbulkan motivasi ?
Aapakah pekerja sebagai
perseorangan yang
menciptakan motivasinya
sendiri, atau motivasi itu
adalah fungsi dari manajemen
?
Baca kasus di bawah
ini terlebih dahulu :

Bill Gates, penemu dan pimpinan Microsoft Corporation,


dikenal sebagai seseorang yang sangat ketat dengan jadwal.
Dia menggunakan 12 jam setiap hari di kantor dan masih
menggunakan beberapa jam lagi bekerja di rumah. Dia
tidak memiliki TV karena menurutnya itu terlalu
mengganggu. Di usia pertengahan 30-an dia telah
berpenghasilan beberapa Trilyun. Meski demikian, dia
tetap bekerja keras melebihi orang-orang pada umumnya,
walau dia tidak membutuhkan lebih banyak uang. Mengapa
Bill Gates bekerja begitu keras? Menurutnya, dia bekerja
terdorong oleh tantangan dan hasratnya untuk mempelajari
hal-hal baru
Sedikit orang yang bekerja sekeras Bill Gates, dan
tidak semua orang bekerja karena tantangan seperti
dia. Banyak faktor yang mempengaruhi orang
untuk bekerja keras. Kebutuhan untuk memperoleh
uang merupakan salah satu motivator, tetapi pihak
lain mengatakan uang bukan yang utama, ada
faktor lain yang bisa saja berbentuk dan dapat
dilihat (tangible) seperti asuransi, tunjangan, bisa
juga intangible seperti perasaan dapat
menyelesaikan tugas.
B. Pengertian Motivasi

Beberapa istilah yang menimbulkan perilaku


manusia :
- Motivasi (Motivation) atau motif
- Kebutuhan (need)
- Desakan (urge)
- Keinginan (wish)
- Dorongan (drive)
Motivasi ?

Motivasi Motivus atau Motum

Menggerakkan atau memindahkan

Lorens Bagus, dalam Kamus Filsafat, mengartikan motivasi atau


motif sebagai dorongan sadar dari suatu tindakan untuk
merumuskan kebutuhan-kebutuhan tertentu manusia. Motivasi
memainkan peranan penting dalam menilai tindakan manusia,
karena pada motif-motif itulah terkandung arti subyektif dari
tindakan tertentu bagi orang tertentu.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan motivasi
sebagai “usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena
ingin mencapai tujuan yang dikehendaki atau mendapat
kepuasan dengan perbuatannya”.

Mitchell (dalam Winardi, 2002, h.1) menyatakan bahwa


motivasi mewakili proses-proses psikologika, yang
menyebabkan timbulnya, diarahkannya dan terjadinya
persistensi kegiatan-kegiatan suka rela (volunter) yang
diarahkan ketujuan tertentu.
Robbins dan Judge (2008, h.222-223) mendefinisikan
motivasi (motivation) sebagai proses yang menjelaskan
intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya.

Intensitas Arah Ketekunan

Motivasi merupakan suatu masalah yang kompleks dalam


organisasi, karena kebutuhan dan keinginan dari setiap anggota
organisasi berbeda. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu
organisasi adalah “unik” secara biologis maupun psikologis dan
berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula. Manajer
organisasi perusahaan penting sekali mengetahui apa yang menjadi
motivasi para karyawan atau bawahannya, sebab faktor ini akan
menentukan jalannya organisasi dalam pencapaian tujuan.
Teori Motivasi

Menurut Robbins dan Judge (2008,223-256) terdapat


berbagai macam teori yang mendasari pengaruh motivasi
terhadap kinerja individu, antara lain : Teori Hirarki
Kebutuhan Maslow, Teori X dan Y McGregor, Teori
Berprestasi McClelland, Teori Higienis dari Herzberg, Teori
Evaluasi Kognitif, Teori Penentuan Tujuan, Teori
Efektivitas Diri, Teori Penguatan, Teori Keadilan, dan Teori
Harapan.
MOTIVASI

Internal Eksternal

Pribadi Motivasi Internal


Seseorang dan Organisasi

-Hirarkhi Kebutuhan Maslow -X dan Y dari McGregor


-Motif Berprestasi McClelland -“Higienis” dari Herzberg
Motivasi Internal
Penggolongan motivasi internal secara umum :
● Motivasi fisiologis merupakan motivasi alamiah (biologis), seperti lapar,
haus dan seks.
● Motivasi psikologis : dikelompokkan dalam tiga kategori dasar, yaitu :
- Motivasi kasih sayang (affectional motivation): menciptakan dan
memelihara kehangatan, keharmonisan, dan kepuasan bathiniah
(emosional) dlm berhubungan dgn orang lain.
- Motivasi mempertahankan diri (ego-defensive motivation): melindungi
kepribadian, menghindari luka fisik dan psikologis, menghindari untuk
tidak ditertawakan dan kehilangan muka, mempertahankan prestise dan
mendapatkan kebanggaan diri.
- Motivasi memperkuat diri (ego-bolstering motivation):
mengembangkan kepribadian berprestasi, menaikkan prestasi dan
mendapatkan pengakuan orang lain, memuaskan diri dengan
penguasaannya terhadap orang lain.
1. Teori Kebutuhan Abraham Maslow

Teori Maslow ini menekankan pada dua pemikiran


pokok yaitu :
a. Manusia mempunyai banyak kebutuhan, tetapi
kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi yang
mempengaruhi perilaku manusia;
b. Kebutuhan manusia di kelompokkan ke dalam hirarki
menurut kepentingannya bila suatu kebutuhan
dipenuhi maka kebutuhan lainnya lebih tinggi muncul
untuk dipuaskan.
Lanjutan... Memotivasi ?
Kenali level kebutuhannya
dan puaskan kebutuhan
itu......

Higher orders need


•Self Actualization needs
• Esteem
• needs
•Social
• needs
•Safety needs
•Phisiological needs

Lower orders need


Lanjutan...
Hirarkhi Kebutuhan Maslow

5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs), yaitu


kebutuhan pemenuhan diri, untuk mempergunakan potensi diri,
pengembangan diri semaksimal mungkin, kreativitas, ekspresi diri.
4. Kebutuhan penghargaan (esteem needs) yaitu kebutuhan akan
status dan kedudukan, kehormatan diri, reputasi dan prestasi.

3. Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta


dan kepuasan dalam menjalani hubungan dgn orang lain, dan
perasaan memiliki-dimiliki, serta diterima dlm suatu kelompok,
rasa kekeluargaan, persahabatan dan kasih sayang.
2. Kebutuhan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan akan
keselamatan dan perlindungan dari bahaya ancaman dan
perampasan ataupun pemecatan dari pekerjaan.

1. Kebutuhan fisiologis (phisiological needs), yaitu kebutuhan


makanan, minuman, seks, perumahan, tidur dan sebagainya.
Lanjutan...

Dari hasil penelitian yang merupakan proses analisis panjang,


Maslow akhirnya mengidentifikasikan 19 karakteristik pribadi
yang sampai pada tingkat aktualisasi diri :
1. Persepsi yang jelas tentang hidup (realitas), termasuk
kemampuan untuk mendeteksi kepalsuan dan menilai
karakter seseorang dengan baik.
2. Pribadi demikian melihat hidup apa adanya dan bukan
berdasarkan keinginan mereka. Mereka lebih obyektif dan
tidak emosional.
3. Mempunyai spontanitas yang lebih tinggi.
4. Keterpusatan-pada-masalah. Mereka amat konsisten dan
menaruh perhatian pada pertanyaan dan tantangan dari luar
diri, memiliki misi atau tujuan yang jelas sehingga
menghasilkan integritas, ketidakpicikan, dan tekun
introspeksi.
5. Merindukan kesunyian. Selain mencari kesunyian yang
menghasilkan ketenteraman batin, mereka juga dapat
menikmatinya.
Lanjutan...

6. Mereka sangat mandiri dan otonom, namun sekaligus


menyukai orang lain. Mereka punya keinginan yang sehat
akan keleluasaan pribadi yang berbeda dari kebebasan
neurotik (yang serba rahasia dan penuh rasa takut).
7. Ada kalanya mereka mengalami apa yang disebut
“pengalaman puncak” (peak experience); saat-saat ketika
mereka merasa berada dalam keadaan terbaik, saat diliputi
perasaan khidmat, kebahagiaan dan kegembiraan yang
mendalam atau ekstase.
8. Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia yang disertai
dengan semangat yang tulus untuk membantu sesama.
9. Pribadi unggul ini lebih rendah hati dan menaruh hormat
pada orang lain.
10. Mereka memiliki etika yang jelas tentang apa yang baik dan
apa yang jahat.
11. Selera humor yang baik. Mereka tidak tertarik pada pelbagai
lelucon yang melukai atau menyiratkan inferioritas yang
membuat orang lain merasa dilecehkan. Mereka lebih
menyukai humor yang filosofis,
Lanjutan...

12. Kreatif dalam mengucapkan, melakukan, dan


menyelesaikan sesuatu.
13. Mereka memiliki penghargaan yang sehat atas diri sendiri
bertolak dari pengenalan akan potensi diri mereka sendiri.
14. Ketidaksempurnaan. Mereka tentu juga mempunyai
perasaan bersalah, cemas, iri dan lain-lain. Namun perasaan
itu tidak seperti yang dialami orang-orang yang neurotis.
15. Mereka mempunyai “hirarki nilai” yang jelas. Mereka
mampu melihat dan membedakan mana yang lebih penting
dan harus diprioritaskan dalam situasi tertentu. Kadar
konflik dirinya rendah.
16. Resistensi terhadap inkulturisasi. Mereka mampu melihat
hal-hal di luar batasan kebudayaan dan zaman. Maslow
menyebut mereka mempunyai apa yang disebut
“kemerdekaan psikologis”.
Lanjutan...

17. Mereka cenderung mencari persahabatan dengan orang


yang memiliki karakter yang sama, seperti jujur, tulus hati,
baik hati dan berani, namun tidak menghiraukan ciri-ciri
superfisial seperti kelas sosial, agama, latar belakang ras,
dan penampilan.
18. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang
teraktualisasi diri cenderung membina hidup perkawinan
yang kokoh, bahagia, dan berlangsung seumur hidup.
Dalam pribadi yang sehat, perkawinan yang terbina
memungkinkan kedua belah pihak saling meningkatkan
kepercayaan dan harga diri, saling memberikan manfaat.
19. Mereka itu sangat filosofis dan sabar dalam menuntut atau
menerima perubahan yang perlu secara tertib.
2. Teori Motivasi Berprestasi McClelland

McClelland memusatkan perhatiannya pada tiga


kebutuhan manusia yaitu :
a. prestasi (need for achievement),
b. afiliasi (need for affiliation) dan,
c. kekuasaan (need for power)
Lanjutan...
Karakteristik ketiga kebutuhan penting menurut McClelland :
Kebutuhan prestasi : Tercermin dari keinginan dia mengambil
tugas yang dia dapat bertanggung jawab secara pribadi atas
perbuatan-perbuatannya, dia menentukan tujuan yang wajar
dengan memperhitungkan risiko-risikonya, dia ingin
mendapatkan umpan balik atas perbuatan-perbuatannya dan
dia berusaha melakukan segala sesuatu secara kreatif dan
inovatif.

n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi, karena itu


karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya,
pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi
menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan
perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai
bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
Lanjutan...
Kebutuhan afiliasi : kebutuhan ini didasari adanya keinginan untuk
bersahabat, di mana dia lebih mementingkan aspek-aspek antar
pribadi dari pekerjaannya, dia lebih senang bekerja bersama, senang
bergaul, dia berusaha mendapatkan persetujuan dari orang lain, dan
dia akan melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih efektif bila
bekerja dengan orang lain dalam suasana kerja sama. Tetapi jika
seorang atasan minta bantuan bawahan, ini bukan tergolong motivasi
afiliasi, tetapi tergolong motivasi kekuasaan.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki
kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi
perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.
Karakteristik dan sikap motivasi prestasi menurut Mcclelland:
1. Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
2. Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi
yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan.
3. Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran
sukses (umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).
Lanjutan...
Kebutuhan kekuasaan : kebutuhan ini tercermin pada seseorang
yang ingin mempunyai pengaruh atas orang lain. Dia peka terhadap
struktur pengaruh antar pribadi dari suatu kelompok atau organisasi,
dan memasuki organisasi-organisasi yang mempunyai prestasi, dia
aktif menjalankan “policy” sesuatu organisasi di mana dia menjadi
anggota. Dia mencoba membantu orang lain walaupun tidak diminta,
dia mencoba menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya dan
membuat orang lain terkesan padanya, serta selalu menjadikan
reputasi dan kedudukannya sebagai sandaran. McClelland
menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat
berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi
kepemimpinan.
n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki
motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki
karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk
menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise
pribadi.
3. Teori X dan Y dari McGregor

Teori X beranggapan bahwa :


1) Karyawan pada dasarnya tidak menyukai
pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk
menghindarinya;
2) Umumnya tidak berambisi dan menghindari
tanggung jawab.
3) Lebih suka dibimbing, diperintah dan
dikendalikan.
4) Lebih mementingkan diri sendiri dan tidak peduli
pada sasaran organisasi.
Lanjutan…

Teori Y beranggapan bahwa :


1) Rata-rata karyawan rajin bekerja, sama
wajarnya seperti bermain-main, pekerjaan tidak
perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan merasa
kesal bila tidak bekerja.
2) Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung
jawab dan berambisi untuk maju.
3) Selalu berusaha untuk mencapai sasaran
organisasi dan mengembangkan dirinya untuk
mencapai sasaran.
4. Teori Motivasi “Higienis” dari Herzberg

Teori motivasi selanjutnya dikemukakan oleh Frederick


Herzberg dan kelompoknya, suatu tim dari
“Psychological Service Pittsburgh”, yaitu teori motivasi
higienis (Motivation-Hygiene Theory) atau sering
disingkat dengan teori M-H atau teori dua faktor. Ini
adalah teori motivasi eksternal mengenai bagaimana
manajer dapat mengendalikan faktor-faktor yang
memproduksi kepuasan kerja (job satisfaction) atau
ketidakpuasan kerja (job dissatis faction). Penelitian
dilakukan dengan wawancara pada lebih dari dua ratus
akuntan dan insinyur dari Pittsburgh.
Lanjutan…
Berdasarkan hasil penelitiannya, telah dikemukakan dua
kelompok faktor-faktor yang mempengaruhi kerja
seseorang dalam organisasi, yaitu “motivasi” atau
“pemuas” (satisfiers) dan “faktor higienis” atau
“dissatisfiers”. Disebutkan bahwa motivasi yang
sesungguhnya sebagai faktor-faktor sumber kepuasan
kerja adalah prestasi, promosi atau kenaikan pangkat,
penghargaan, pekerjaan itu sendiri, dan tanggung jawab.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya tugas yang
lebih menantang, lebih banyak tuntutan kesempatan untuk
menjadi lebih ahli dan mengembangkan kemampuan ini
akan menimbulkan kepuasan kerja, tetapi tidak adanya
faktor-faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan
ketidakpuasan kerja
Lanjutan…

Kelompok faktor lainnya, faktor higienis, dibuktikan bukan


sebagai sumber kepuasan kerja, tetapi justru sebaliknya
sebagai sumber ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor
tersebut adalah kondisi/suasana kerja, hubungan antara
pribadi (terutama dengan atasan), teknik pengawasan,
gaji, serta kebijaksanaan dan administrasi perusahaan.
Perbaikan ketidakpuasan kerja, tetapi tidak akan
menimbulkan dorongan kerja. Faktor higienis sendiri
tidak akan menimbulkan motivasi, tetapi diperlukan agar
motivasi dapat berfungsi. Faktor ini hanya berfungsi
sebagai suatu landasan bagi semangat kerja.
Lanjutan…
Contoh Kasus
Lanjutan…
Situasi 1: Si A mendapatkan pekerjaan yang menantang, dan mempunyai
peluang yang besar untuk meningkatkan karir atau promosi. Ditambah pula,
dia dibayar dengan gaji yang tinggi untuk pekerjaan itu. Maka dalam
kondisi ini Si A merasa senang dan gembira karena kedua faktor tadi
lengkap.

Situasi 2: Si B diharuskan masuk pada hari libur nasional karena


perusahaannya menuntut agar operasional tetap berjalan. Si B tetap masuk
namun tentunya dengan perasaan enggan dan malas-malasan (Tidak ada
faktor motivasi). Tapi karena itu adalah hari libur, maka kehadiran si B
akan dibayar dengan bonus tinggi. (Hygiene factor nya ada). Dalam kondisi
ini, si B di satu sisi merasa tidak suka tetapi di sisi lain juga merasa
gembira.
Lanjutan…
Situasi 3: Si C bekerja di perusahaan yang memungkinkan dirinya untuk
berkembang dan berprestasi, menjadikannya tetap sibuk dan aktif
beraktivitas. Namun kadangkala pekerjaan ini menuntut aktivitas yang
tinggi sehingga si C menjadi terlalu lelah bahkan sakit hingga kondisi
fisiknya tidak mendukung. Dalam kondisi ini, si C di satu sisi merasa suka
tetapi di sisi lain juga merasa tidak gembira atas pekerjaannya

Situasi 4: Si D telah bekerja sekian lama di sebuah perusahaan, namun


statusnya masih juga sebagai tenaga honorer atau karyawan tidak tetap.
Ditambah pula, sebagai karyawan honorer, gaji yang diterimanya sering
kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (tidak juga
didukung oleh hygiene factor) Dalam kondisi ini maka si D akan cenderung
merasa tidak suka dan tidak gembira atas pekerjaannya.
Lanjutan…
Jadi secara ringkas, penemuan penting dari penelitian Herzberg
dan kawan-kawannya adalah bahwa faktor higienis (atau sering
disebut juga faktor ekstrinsik) mempengaruhi ketidakpuasan
kerja. Faktor higienis membantu individu untuk menghilangkan
ketidaksenangan, sedangkan motivasi membuat individu senang
dengan pekerjaannya. Manajer seharusnya memahami
faktor-faktor apa yang menyebabkan karyawannya senang dan
tidak senang. Anggapan teori motivasi tradisional selalu
menyebut bahwa upah, bentuk insentif lainnya dan
pengembangan hubungan antar pribadi serta kondisi kerja yang
akan menaikkan produktivitas, menurunkan absensi karyawan
dan perputaran karyawan. Faktor-faktor ini memang dapat
menghilangkan ketidakpuasan kerja dan menghindarkan
masalah, tetapi tidak akan mampu menimbulkan sikap yang
positif dan hanya menghilangkan sikap negatif.
Hatur Nuhun

You might also like