You are on page 1of 25

ACARA III

PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN TERHADAP


POPULASI MIKROBIA DALAM BAHAN PANGAN

A. TUJUAN
Tujuan praktikum acara “Pengaruh Faktor Pertumbuhan Terhadap
Populasi Mikrobia Dalam Bahan Pangan” ini adalah mempelajari pengaruh
pemanasan, pendinginan, pH, senyawa antimikrobia dan hurdle concept
terhadap viabilitas pertumbuhan mikrobia pangan.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Teori
Pada umumnya batas daerah temperatur bagi kehidupan mikrobe
terletak antara 0°C - 90°C, dan kita kenal ada temperatur minimum,
optimum, dan maksimum. Temperatur minimum adalah nilai paling
rendah dimana kegiatan mikrobe masih dapat berlangsung. Temperatur
maksimum adalah temperatur tertinggi yang masih dapat digunakan
untuk aktivitas mikrobe, tetapi pada tingkatan fisiologi yang paling
minimal. Sedangkan temperatur yang paling baik bagi kegiatan hidup
dinamakan temperatur optimum (Waluyo, 2005).
Panas yang tinggi dan diberikan dalam waktu yang cukup lama
akan menyebabkan bakteri dan sporanya mati. Banyak fenomena yang
menguraikan bagaimana mikroorganisme mati oleh pemanasan. Terlepas
dari arti mati bagi mikroorganisme, dapat dikatakan bahwa panas yang
tinggi menyebabkan perubahan fungsi dan senyawa-senyawa seluler
karena rusaknya sistem metabolisme dalam sel, sebagai akibat dari pada
perubahan struktur protein, yaitu denaturasi. Keadaan ini menyebabkan
peristiwa inaktivasi enzim, sehingga sistem metabolisme akan terganggu
atau bahkan rusak sama sekali sehingga tidak ada kegiatan sel baik
metabolismenya sendiri maupun dalam hal perbanyakan
sel ( Wijono dan Wibowo, 1995).
Suhu rendah akan menghambat pertumbuhan mikroba kecuali
mikroba yang tergolong psikotrofil dan psikotrof. Psikotrofil adalah
mikroba yang memiliki suhu optimum pertumbuhan 5-15°C, dengan
suhu minimum pertumbuhan 0-5°C dan suhu maksimum pertumbuhan
15-20°C. Psikotrof adalah mikroba yang sebenernya bersifat mesofil,
yaitu memiliki suhu optimum pertumbuhan 20-40°C, tetapi masih dapat
tumbuh pada suhu yang optimum untuk psikrofil. Untuk menghitung
jumlah mikroba yang tergolong psikrofil dan psikotrof di dalam
makanan, digunakan inkubasi 5°C selama 5hari sampai 2minggu.
Medium yang digunakan tergantung dari kelompok mikroba yang akan
dihitung, misalnya bakteri gram negatif, gram positif, proteolitik, dan
sebagainya (Fardiaz, 1993).
Apabila mikroba dihadapkan pada suhu rendah dapat menyebabkan
gangguan metabolisme. Sebab-akibatnya adalah (1) cold shock adalah
penurunan suhu yang tiba-tiba menyebabkan kematian bakteri, terutama
pada bakteri muda atau pada fase logaritmik, (2) pembekuan (freezing),
adalah rusaknya sel dengan adanya kristal es di dalam air intraseluler, (3)
Lyofilisasi adalah proses pendinginan dibawah titik beku dalam keadaan
vakum secara bertingkat. Proses ini dapat digunakan untuk mengawetkan
mikroba karena air protoplasma langsung diuapkan melalui fase cair
(sublimasi) (Anonim, 2010).
Berdasarkan hubungan antara suhu dan pertumbuhan, mikrobia
dapat dikelompokkan sebagai psikrofilik, psikotrofik, dan mesofilik
thermotrofik atau thermofilik. Bahan pangan yang disimpan pada suhu
lemari es akan dirusak oleh spesies dari kelompok psikrotrofilik da
psikrotrofik. Sebagai contoh daging yang disimpan dalam suhu lemari es,
organisme psikrofilik dan psikrotrofik seperti Pseudomonas dan Proteus,
menurunkan keasaman produk melalui aktivitas proteolitiknya, sedang
pada suhu yang lebih tinggi bakteri pembentuk spora pada spesies
Lactobacillus mulai banyak tumbuh dan menghasilkan asam dari
senyawa karbohidrat yang tersedia. Dalam keadaan suhu beku (dibawah
-15°C) pertumbuhan mikrobia terhenti dan kebanyakan mikrobia mulai
mati secara perlahan (Supardi dan Sukamto, 1999).
Pseudomonas yang berhubungan dengan pembusukan makanan
pada suhu refrigerator bersifat psikrotrofik dan mampu membentuk dan
membentuk koloni pada suhu 0-7°C. P. flourescens dan P. viridlava
pektolitik yang berhubungan dengan dengan pembusukan produk segar
biasanya disimpan pada suhu 10°C atau lebih rendah (Anonim, 2010).
Suhu kamar atau suhu ruangan, dalam penggunaan ilmiah,
dianggap kurang lebih antara 20 sampai 25 derajat celcius (°C) (68 sampai
77 derajat fahrenheit (°F), 528 sampai 537 derajat rankine (°R), atau 293
sampai 298 kelvin (K)), walaupun nilai tersebut bukanlah suatu nilai yang
ditentukan dengan persis. Untuk kemudahan penghitungan, sering
digunakan angka 20 °C atau 300 K. Untuk kenyamanan manusia, rentang
suhu dan kelembaban relatif dapat diterima ( Anonim, 2010).
Siklus refrigerasi kompresi mengambil keuntungan dari kenyataan
bahwa fluida yang bertekanan tinggi pada suhu tertentu cenderung menjadi
lebih dingin jika dibiarkan mengembang. Jika perubahan tekanan cukup
tinggi, maka gas yang ditekan akan menjadi lebih panas daripada sumber
dingin diluar (contoh udara diluar) dan gas yang mengembang akan
menjadi lebih dingin daripada suhu dingin yang dikehendaki. Dalam kasus
ini, fluida digunakan untuk mendinginkan lingkungan bersuhu rendah dan
membuang panas ke lingkungan yang bersuhu tinggi. Siklus refrigerasi
kompresi uap memiliki dua keuntungan. Pertama, sejumlah besar energi
panas diperlukan untuk merubah cairan menjadi uap, dan oleh karena itu
banyak panas yang dapat dibuang dari ruang yang disejukkan. Kedua,
sifat-sifat isothermal penguapan membolehkan pengambilan panas tanpa
menaikan suhu fluida kerja ke suhu berapapun didinginkan. Hal ini berarti
bahwa laju perpindahan panas menjadi tinggi, sebab semakin dekat suhu
fluida kerja mendekati suhu sekitarnya akan semakin rendah laju
perpindahan panasnya (Anonim, 2010).
Hampir semua mikroorganisme tumbuh baik jika pH pangan
antara 6,6 dan 7,5 (netral). Bakteri, terutama patogen, toleransinya
terhadap asam lebih kecil bila dibandingkan dengan jamur dan khamir.
Tidak ada bateri yang dapat tumbuh jika pH dibawah 3,5. Oleh
karenanya, kerusakan pangan berasam tinggi seperti buah-buahan
biasanya disebabkan oleh khamir dan jamur. Daging dan pangan hasil
laut lebih mudah mengalami kerusakan oleh bakteri, karena pH pangan
tersebut mendekati 7,0. Sangat sedikit pangan yang bersifat alkali dan
oleh karenanya, pH maksimum untuk pertumbuhan tidak
penting (Gaman, 1992).
Keefektifan penghambatan merupakan salah satu kriteria
pemilihan suatu senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan
pengawet bahan pangan. Semakin kuat penghambatannya semakin
efektif digunakan. Kerusakan yag ditimbulkan komponen antimikroba
dapat bersifat mikrosidal (kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan
sementara yang dapat kembali). Suatu komponen akan bersifat
mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi dan kultur yang
digunakan.
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa
antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1)
gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan
permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan
komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau
kerusakan fungsi material genetik (Anonim, 2010).
2. Tinjauan Bahan
Saccharomyces adalah yeast yang digunakan secara luas dalam
industri pengolahan pangan seperti baking, peragian (S. cereviceae), dan
pengolahan susu (S. laktis), untuk proses fermentasi dan untuk produksi
yeast pangan. Saccharomyces kebanyakan memfermentasi hekselulosa.
S. ellipsoidus digunakan dalam produksi anggur untuk menghasilkan
alkohol tingkat
tinggi (Tim Penulis Laboraturium Kimia-Biokimia Pangan, 2002).
Secara umum Saccaromyces cerevisae dapat menguraikan pati
menjadi glukosa akan menjadi lebih efektif jika pada substrat tersebut
diinokulasikan yeast lain yang mempunyai kemampuan tinggi dalam
menguraikan pati, yaitu Saccaromyces fibuligera. Yeast tersebut
mempunyai enzim alfaamilase dan glukoamilase yang mempercepat
penguraian pati menjadi glukosa dan maltosa (Hatmanti, 2000).
Pseudomonodaceae. Genus utama dari famili bakteri ini yang
berhubungan dengan bahan pangan adalah Pseudomonas.
Mikroorganisme ini adalah bakteri gram negatif berbentuk batang kecil,
dapat bergerak, umumnya berflagella polar tunggal dan mempunyai tipe
metabolisme yang bersifat oksidatif. Bakteri ini merupakan penyebab
berbagai jenis kerusakan bahan pangan yang sebagian besar berhubungan
dengan kemampuan spesies ini dalam memproduksi enzim yang dapat
memecah baik komponen lemak maupun protein dari bahan pangan.
Banyak organisme Pseudomonas yang dapat berkembang biak dengan
cepat pada suhu refrigerasi dan sering mengakibatkan terbentuknya
lendir dan pigmen pada permukaan daging yang didinginkan.
Pseudomonas fluorescens menghasilkan pigmen berwarna kehijauan dan
beberapa spesies seperti Pseudomonas nigrificans membentuk pigmen
hitam pada makanan yang mengandung protein (Buckle, et all., 1985).
Dalam tanah banyak bakteri yang mempunyai kemampuan
melepas P dari ikatan Fe, Al, Ca dan Mg sehingga P yang tidak tersedia
menjadi tersedia bagi tanaman, salah satunya adalah Pseudomonas.
Bakteri tersebut dapat digunakan sebagai Biofertilizer. Pelarutan fosfat
oleh Pseudomonas didahului dengan sekresi asam-asam organik,
diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksilat,
malat, fumarat. Hasil sekresi tersebut akan berfungsi sebagai katalisator,
pengkelat danmemungkinkan asam-asam organik tersebut membentuk
senyawa kompleks dengan kation-kation Ca2+, Mg2+, Fe2+, dan Al3+
sehingga terjadi pelarutan fosfat menjadi bentuk tersedia yang dapat
diserap oleh tanaman(Rao dalam Sri Wulandari,1982).
Senyawa antimikrobia adalah bahan pengawet yang berfungsi
untuk menghambat kerusakan pangan akibat akibat aktivitas mikrobia.
Penggunaan senyawa antimikrobia yang tepat dapat memperpanjang
umur simpan dan menjamin keamanan pangan. Antimikrobia
mengawetkan produk pangan dengan cara menghambat pertumbuhan
mikrobia atau membunuh mikrobia target (Anonim, 2010).
Allicin merupakan salah satu senyawa yang terdapat dalam
bawang putih (Allium sativum L.). Allicin dibentuk dari Alliin yang
bertemu dengan enzim alliinase. Allicin dibentuk ketika bawang putih
(Allium sativum L.) ditumbuk atau diiris. Allicin memiliki banyak
manfaat terutama dalam pengobatan tradisional. Allicin memiliki khasiat
sebagai pembunuh kuman atau antibakteri dan daya antibiotik yang dapat
menyembuhkan berbagai penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang dapat
disembuhkan oleh allicin salah satunya penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Staphylococcus aureus, Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Serratia
marcescens, Shigella dysentriae dan Escherichia coli (Anonim, 2010).
Alisin juga merupakan zat aktif yang mempunyai daya antibiotika
yang cukup ampuh. Banyak penelitian yang membandingkan daya kerja
alisin dengan penisillin. Selain itu, alisin juga diketahui sebagai
antibakteri dan antiradang.
Alisin juga memiliki mekanisme molekuler untuk memblokade
aktivitas enzim cystein proteinase dan enzim alcohol dehidrogenase.
Enzim cystein proteinase merupakan penyebab utama infeksi. Enzim ini
membantu mikroba merusak dan menembus lapisan sel. Sementara itu,
enzim alcohol dehidrogenase membantu mikroba tetap hidup dan
berkembang biak di dalam sel. Kedua enzim yang pada umumnya
ditemukan pada hampir semua bakteri, jamur, dan virus tersebut perllu
dihambat aktivitasnya. Untungnya komponen bawang putih mampu
melakukannya(Astawan, 2008).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Pipet steril
b. Penangas air 60°C
c. Inkubator 30-32°C
d. Pipet steril 1 ml
e. Lampu bunsen
f. Lemari es
g. Penjepit
h. Kapas
i. Kertas alumunium foil
j. Tabung reaksi steril
k. Rak tabung reaksi
l. spektrofotometer
2. Bahan
a. PDB (Potato Dekstrose Broth) dalam tabung reaksi
b. NB (Nutrient Broth) dalam tabung reaksi
c. Suspensi Saccharomyces
d. Suspensi Pseudomonas
e. Natrium benzoat
f. Asam sitrat
3. Cara Kerja
1. Pengaruh pemanasan
Masing masing 0, 1 ml suspensi Saccharomycess disuspensikan dalam
medium PDB / Pseudomonas disuspensikan dalam medium NB

1. 2 3 4

Medium PDB/NB Medium PDB/NB Medium PDB/NB Medium PDB/NB

Kontrol Dipanaskan dalam penangas air suhu 60 OC


Tabung 2 selama 5 menit, Tabung 3 selama 10
menit, Tabung 4 selama 20 menit

Diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari

Diamati adanya pertumbuhan dengan peningkatan

kekeruhan dan diukur sebagai absorbansi pada λ 660 nm


2. Pengaruh suhu rendah

Masing masing 0, 1 ml suspensi Saccharomycess disuspensikan dalam medium PDB / Pseudomonas disuspensikan dalam

1. 2 2 3 4

Medium PDB/NB Medium PDB/NB Medium PDB/NB Medium PDB/NB

Tabung 2 diinkubasi pada suhu kamar, Tabung 3 diinkubasi pada suhu refri, Tabung 4 diinkubasi pada su
Kontrol


3. Pengaruh pH
Masing masing 0, 1 ml suspensi Saccharomycess disuspensikan dalam medium PDB / Pseudomonas disuspensikan dalam me

1. 2 3

Medium PDB / NB Medium PDB / NB Medium PDB / NB

Tab.1 pH 3 Tab. 2 pH 5 Tab.3 pH 7


Diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari
4. Pengaruh Antimikrobia (ekstrak bawang putih)

Masing masing 0, 1 ml suspensi Saccharomycess disuspensikan dalam medium PDB / Pseudomonas disuspensikan da

1. 2 3 4

Medium PDB / NB Medium PDB / NB Medium PDB / NB Medium


PDB/ NB

Tabung 2 ditambah
Kontrolbwng pth+air 1:1, Tabung 3 ditambah bwng pth 1:2, Tabung 4 ditambah bwn


5. Pengaruh Pemanasan dan senyawa antimikrobia

Masing masing 0, 1 ml suspensi Saccharomycess disuspensikan dalam medium PDB / Pseudomonas disuspensikan dalam m

1 2 3

Medium PDB / NB Medium PDB / NB Medium PDB / NB

Kontrol (perlakuan pemanasan saja) Tab.2 Bwngpth:air 1:1 0,1 ml+pemanasan;


Tab.3 bwngpth:air 1:2 0,1 ml + pemanasan


Diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengaruh Pemanasan
Tabel 3.1 Pengaruh Pemanasan Terhadap Populasi Mikrobia
Pertumbuhan setelah pemanasan pada suhu 60°C
Jenis Mikroba
0 menit 5 menit 10 menit 20 menit
Saccharomyce 0,212 1,480 0,466 0,638
s
Pseudomonas 0,254 0,237 0,136 0,139
Sumber: Laporan Sementara
Menurut Waluyo (2005), daya tahan mikrobia tidak sama terhadap
temperatur. Ada mikrobia yang tahan panas, namun ada pula yang tidak
tahan panas. Mikrobia terbagi menjadi 3 golongan berdasarkan daerah
aktivitas temperaturnya, yaitu: psikrofil/ karyofil (oligodermik) adalah
golongan mikrobia yang tahan dingin. Tumbuh pada 0-30°C, dengan
temperatur optimum 10-15°C. Mesofil (mesodermik) adalah golongan
mikrobia yang hidup dengan baik pada temperatur 5-60° dengan
temperatur optimum 25-40°C. Dan termofil (politermik) merupakan
golongan mikrobia yang tumbuh pada temperatur 40-80°C dengan
temperatur optimum 55-65°C.
Menurut Wijono dan Wibowo dalam buku Proses Thermal Pangan
(1995), panas yang tinggi dan diberikan dalam waktu lama dapat
menyebabkan bakteri dan sporanya mati karena adanya perubahan fungsi
senyawa-senyawa seluler karena rusaknya sistem metabolisme dalam sel
sebagai akibat dari denaturasi protein.
Pengaruh pemanasan terhadap viabilitas dan pertumbuhan mikrobia
dapat diketahui dari percobaan yang dilakukan dengan cara mengambil
masing-masing 0,1 ml suspensi Saccharomyces yang disuspensikan dalam
tabung medium PDB (Potato Dekstrose Broth) dan masing-masing 0,1 ml
suspensi Pseudomonas dalam tabung medium NB (Nutrient Broth). Untuk
setiap seri mikrobia, satu tabung sebagai kontrol, 3 tabung lainnya
dipanaskan dalam beker glass yang berisi air dengan suhu 60°C selama 5,
10, dan 20 menit dengan menggunakan kompor listrik. Kemudian
diinkubasikan semua tabung pada suhu kamar selama 1 hari. Setelah
diinkubasi diamati adanya pertumbuhan dengan peningkatan kekeruhan
dan diukur sebagai absorbansi pada panjang gelombang 660nm.
Hasil pengukuran absorbansi pada Saccharomycess diperoleh hasil
sebagai berikut. Pada 0 menit, nilai absorbansinya 0,212 Å; pada waktu 5
menit didapatkan nilai absorbansi sebesar 1,480 Å; di menit ke-10
diperoleh nilai absorbansi 0,466 Å; dan pada menit ke-20 didapatkan nilai
absorbansi sebesar 0,638 Å.
Hasil pengamatan pada Pseudomonas pun memperlihatkan adanya
penurunan jumlah bakteri dilihat dari tingkat kekeruhan yang terhitung
oleh spektrofotometer. Pada pemanasan suhu 60°C menit ke-0
menunjukkan nilai absorbansi sebesar 0,254 Å; menit ke-5 dengan nilai
absorbansi 0,237 Å; pada menit ke-10 dengan nilai absorbansi 0,136 Å;
dan pada menit ke-20 dengan nilai absorbansi 0,139 Å.
Dari hasil yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa
Saccharomyces dan Pseudomonas merupakan jenis yeast dan bakteri yang
tidak tahan panas. Pada pemanasan suhu 60°C, terjadi penurunan nilai
absorbansi pada waktu tertentu. Namun, ada perbedaan antara
Saccharomyces dan Pseudomonas dimana Saccharomyces lebih tahan
terhadap pemanasan dibandingkan dengan Pseudomonas.
Pada menit ke-20 baik pada Saccharomyces maupun Pseudomonas
terjadi kenaikan tingkat kekeruhan dibandingkan dengan menit ke-10. Hal
ini dapat diakibatkan karena sudah adanya kontaminasi pada saat
pemanasan atau tidak stabilnya panas sehingga mikroba sempat berspora.
2. Pengaruh Suhu Rendah
Tabel 3.2 Pengaruh Pendinginan Terhadap Populasi Mikrobia
Pertumbuhan setelah perlakuan suhu rendah
Jenis Mikroba
Suhu kamar Suhu refri Suhu frezer
Saccharomyces 0,522 1,460 0,724
Pseudomonas 0,267 0,184 0,125
Sumber: Laporan Sementara
Pembekuan merupakan salah satu cara untuk membunuh mikrobia
dalam bahan pangan. Menurut Supardi dan Sukamto (1999), umumnya
mikrobia tidak dapat hidup pada suhu dibawah 32°F. Pendinginan lambat
dapat merusak populasi mikrobia. Bentuk mikrobia yang sangat peka
adalah sel-sel vegetatif, prora biasanya tidak rusak dengan pembekuan.
Apabila mikroba dihadapkan pada suhu rendah dapat menyebabkan
gangguan metabolisme. Sebab-akibatnya adalah (1) cold shock adalah
penurunan suhu yang tiba-tiba menyebabkan kematian bakteri, terutama
pada bakteri muda atau pada fase logaritmik, (2) pembekuan (freezing),
adalah rusaknya sel dengan adanya kristal es di dalam air intraseluler, (3)
Lyofilisasi adalah proses pendinginan dibawah titik beku dalam keadaan
vakum secara bertingkat. Proses ini dapat digunakan untuk mengawetkan
mikroba karena air protoplasma langsung diuapkan melalui fase cair
(sublimasi) (Anonim, 2010).
Dapat dilihat pada tabel, terjadi penurunan tingkat kekeruhan pada
Saccharomycess maupun Pseudomonas setelah perlakuan suhu rendah.
Suhu kamar sekitar 30°C, suhu refri 15°C, dan suhu frezer sekitar 0°C.
Secara berturut-turut, nilai absorbansi Saccharomycess pada suhu kamar,
suhu refri dan suhu frezer adalah 0,522 Å; 1,460 Å; dan 0,724 Å.
Sedangkan nilai absorbansi pada Pseudomonas pada suhu kamar, suhu
refri, dan suhu frezer berturut-turut adalah 0,267 Å; 0,184 Å; dan 0,125 Å.
Menurut teori, Pseudomonas yang berhubungan dengan
pembusukan makanan pada suhu refrigerator bersifat psikrotrofik dan
mampu membentuk dan membentuk koloni pada suhu 0-7°C. P.
flourescens dan P. viridlava pektolitik yang berhubungan dengan dengan
pembusukan produk segar biasanya disimpan pada suhu 10°C atau lebih
rendah (Anonim, 2010). Sesuai dengan teori yang ada, angka absorbansi
pada Pseudomonas menurun pada suhu frezer. Sedangkan pada suhu refri
terjadi kenaikan. Dapat dipastikan bahwa Pseudomonas yang hidup
merupakan Pseudomonas yang bersifat psikrofil.
Kapang dan khamir umumnya tergolong mesofil dengan dengan
suhu minimum 10-20°C, suhu optimum 20-40°C, dan suhu maksimum 40-
45°C (Waluyo, 2005). Hasil pengamatan pada Saccharomyces yang telah
diinkubasi pada suhu refri tidak sesuai dengan teori yang ada.
Saccharomyces merupakan golongan yeast atau kapang, sehingga
semestinya pertumbuhannya terhambat pada suhu refri. Penyimpangan ini
dapat terjadi karena adanya kontaminasi dari bakteri psikrofil yang lebih
tahan dingin.
3. Pengaruh pH
Tabel 3.3 Pengaruh pH Terhadap Populasi Mikrobia
Pertumbuhan pada media berbeda pH
Jenis Mikroba
pH 3 pH 7 pH 9
Saccharomyces 0,128 1,300 0,150
Pseudomonas 0,100 0,316 0,283
Sumber: Laporan Sementara
Nilai pH sangat berpengaruh pada jenis mikrobia yang tumbuh.
Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum, yakni pH dimana
pertumbuhan optimum, sekitar 6,5 - 7,5. Pada pH dibawah 5,0 atau diatas
8,5, bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik kecuali bakteri asam asetat
(Acetobacter suboxydans) dan bakteri yang mengoksidasi
sulfur. Sebaliknya, khamir menyukai pH 4-5 dan dapat tumbuh pada
kisaran 2,5 - 8,5. Oleh karenanya, khamir tumbuh pada pH rendah dimana
pertumbuhan bakteri terhambat.(Waluyo, 2005).
Pada tabel hasil pengamatan dapat terlihat nilai absobransinya.
Pada Saccharomycess nilai absorbansi pH 3, pH 7 dan pH 9 berturut-turut
adalah 0,128 Å; 1,300 Å; dan 0,150 Å. Sedangkan pada Pseudomonas nilai
absorbansi dapa pH 3, pH 7 dan pH 9 berturut-turut adalah 0,100 Å; 0,316
Å; dan 0,283 Å.
Hasil pengamatan ini tidak sesuai dengan teori, bahwa khamir
(yeast) dapat hidup pada pH rendah dan tidak dapat tumbuh dengan baik
pada pH tinggi. Dari data, terlihat bahwa pada pH 7, Saccharomycess
memiliki nilai absorbansi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pH
3 dan pH 9. Seharusnya, Saccharomycess lebih tahan terhadap pH asam
bukan pH netral. Ketidaksesuaian ini mungkin dikarenakan adanya
kontaminasi pada saat penanaman atau tidak sterilnya peralatan yang
digunakan.
Untuk Pseudomonas telah sesuai dengan teori. pH optimum
bakteri ada pada pH netral (antara 5,5 – 7,5) terlihat dari nilai absorbansi
terbesar untuk Pseudomonas berada pada pH 7 dan tidak dapat tumbuh
dengan baik pada pH rendah maupun tinggi. Hal ini terlihat dari nilai
absorbansi Pseudomonas pada pH 3 dan pH 9 mengalami penurunan.
4. Pengaruh Antimikrobia (Bawang Putih)
Tabel 3.4 Pengaruh Antimikrobia Terhadap Populasi Mikrobia
Pertumbuhan setelah penambahan senyawa antimikrobia
Jenis Mikroba
Kontrol 1:1 1:2 1:3
Saccharomyce 1,280 0,770 0,518 0,080
s
Pseudomonas 0,628 0,192 0,120 0,550
Sumber: Laporan Sementara
Senyawa antimikrobia merupakan salah satu bahan tambahan
pangan yang penting dan sering dibubuhkan dalam bahan pangan.
Senyawa ini menjadi penghambat tumbuhnya mikrobia yang dapat
merusak bahan pangan. Senyawa antimikrobia ada yang bersifat alami dan
ada pula yang bersifat sintetis. Senyawa antimikrobia alami terdapat pada
beberapa bahan pangan, baik bahan pangan nabati maupun hewani. Salah
satu senyawa antimikrobia adalah alisin yang terdapat dalam bawang
putih.
Allicin dibentuk dari Alliin yang bertemu dengan enzim alliinase.
Allicin dibentuk ketika bawang putih (Allium sativum L.) ditumbuk atau
diiris. Allicin memiliki banyak manfaat terutama dalam pengobatan
tradisional. Allicin memiliki khasiat sebagai pembunuh kuman atau
antibakteri dan daya antibiotik yang dapat menyembuhkan berbagai
penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang dapat disembuhkan oleh allicin
salah satunya penyakit infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus
aureus, Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Serratia marcescens, Shigella
dysentriae dan Escherichia coli (Anonim, 2010).
Alisin juga memiliki mekanisme molekuler untuk memblokade
aktivitas enzim cystein proteinase dan enzim alcohol dehidrogenase.
Enzim cystein proteinase merupakan penyebab utama infeksi. Enzim ini
membantu mikroba merusak dan menembus lapisan sel. Sementara itu,
enzim alcohol dehidrogenase membantu mikroba tetap hidup dan
berkembang biak di dalam sel. Kedua enzim yang pada umumnya
ditemukan pada hampir semua bakteri, jamur, dan virus tersebut perlu
dihambat aktivitasnya (Astawan, 2008).
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa
antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1)
gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan
permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan
komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau
kerusakan fungsi material genetik (Anonim, 2010).
Pada percobaan kali ini, kultur yang telah ditanami
Saccharomyces dan Pseudomonas diberi empat perlakuan, yaitu kontrol
(tanpa diberi senyawa antimikrobia), diberi senyawa antimikrobia dengan
perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:3. Setelah diinkubasi selama satu hari,
dihitung absorbansi atau tingkat kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer.
Dari hasil pengamatan, didapatkan nilai absorbansi pada
Saccharomyces berturut-turut dari kontrol, penambahan senyawa
antimikrobia 1:1, 1:2, dan 1:3 adalah 1,280Å; 0,770Å; 0,518Å; dan
0,080Å. Dan pada Pseudomonas secara berturut-turut adalah 0,628Å;
0,192Å; 0,120Å; dan 0,550Å.
Pada Saccharomyces terjadi penurunan tingkat kekeruhan setelah
kultur ditambahkan senyawa antimikrobia. Namun pada Pseudomonas
justru terjadi kenaikan tingkat kekeruhan pada kultur yang diberi senyawa
antimikroba 1:3. Seperti yang telah disebutkan diatas, senyawa
antimikrobia yang dipakai dalam praktikum kali ini adalah senyawa alisin
yang terdapat pada bawang putih. Senyawa ini dapat membunuh mikrobia.
Seharusnya, semakin besar senyawa ditambahkan semakin rendah tingkat
kekeruhannya. Ketidaksesuaian hasil dengan teori yang ada dapat
disebabkan kurang sterilnya peralatan yang dipergunakan atau terjadi
kontaminasi pada saat penanaman kultur dan penambahan senyawa
antimikrobia.
5. Pengaruh Pemanasan dan Senyawa Antimikrobia
Tabel 3.5 Pengaruh Pemanasan dan Senyawa Antimikrobia Terhadap
Populasi Mikrobia
Pertumbuhan setelah pemanasan dan penambahan
senyawa antimikrobia
Jenis Mikroba
pemanasan Pemanasan + Pemanasan +
(1:1) (1:2)
Saccharomyces 1,020 0,610 0,584
Pseudomonas 0,212 0,119 0,109
Sumber: Laporan Sementara
Bahan pangan yang telah dimasak lebih tahan terhadap kerusakan
pangan. Pemanasan merupakan salah satu metode pengawetan makanan.
Hal ini berhubungan mikrobia, yaitu dengan pemanasan mikroba akan
mati. Menurut Wijono dan Wibowo (1995), panas yang tinggi
menyebabkan perubahan fungsi dan senyawa-senyawa seluler karena
rusaknya sistem metabolisme dalam sel, sebagai akibat dari pada
perubahan struktur protein, yaitu denaturasi. Keadaan ini menyebabkan
peristiwa inaktivasi enzim, sehingga sistem metabolisme akan terganggu
atau bahkan rusak sama sekali sehingga tidak ada kegiatan sel baik
metabolismenya sendiri maupun dalam hal perbanyakan sel.
Senyawa antimikrobia adalah bahan pengawet yang berfungsi
untuk menghambat kerusakan pangan akibat akibat aktivitas mikrobia.
Penggunaan senyawa antimikrobia yang tepat dapat memperpanjang umur
simpan dan menjamin keamanan pangan. Antimikrobia mengawetkan
produk pangan dengan cara menghambat pertumbuhan mikrobia atau
membunuh mikrobia target (Anonim, 2010).
Antimikrobia yang dipergunakan adalah antimikrobia nabati,
yaitu dari bawang putih. Menurut kamus istilah pangan dan gizi (2002),
bawang putih adalah jenis umbi untuk penyedap mengandung asan amino
tak jenuh bersulfur atau aliin. Aliin merupakan asam amino tak jenuh yang
mengandung sulfur yang ada dalam bawang putih dan merupakan
penyusun alikin.
Peranan terpenting aliin dalam bawang putih adalah sebagai
prekusor terbentuknya alisin, melalui proses hidrolisasi dengan bantuan
enzim aliinase. Alisin merupakan suatu senyawa yang menimbulkan bau
khas yang menyengat yang berperan sebagai antioksidan kuauntuk
menahan serangan radikal bebas. Alisin juga merupakan zat aktif yang
mempunyai daya antibiotika yang cukup ampuh. Alisin juga dikenal
sebagai antimikrobia dan antiradang.
Dalam praktikum kali ini, dipergunakan dua metode yang akan
mempengaruhi pertumbuhan mikrobia, yaitu pemanasan dan penambahan
senyawa antimikrobia berupa alisin. Dalam praktikum ini, terdapat enam
tabung yang terdiri dari masing-masing tiga tabung yang telah ditanami
kultur Saccharomyces dan Pseudomonas. Dari tiga tabung tersebut,
diberikan perlakuan pemanasan saja, pemanasan dan penambahan senyawa
1:1, dan pemanasan dan pemanasan 1:2. Setelah diinkubasi selama 1 hari,
dilakukan pengamatan tingkat kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer.
Dari tabel, nilai absorbansi Saccharomyces terhadap perlakuan
pemanasan, pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:1, dan
pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:2 adalah 1,020Å;
0,610Å, dan 0,584Å. Dan nilai absorbansi Pseudomonas terhadap
perlakuan pemanasan, pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia
1:1, dan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:2 adalah
0,212Å, 0,119Å, dan 0,109Å.
Dapat dilihat bahwa setelah dipanaskan dan ditambahkan
senyawa antimikrobia, tingkat kekeruhan atau nilai absorbansi pada tabung
yang telah ditanami Saccharomyces dan Pseudomonas mengalami
penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak senyawa
antimikrobia yang ditambahkan semakin sedikit mikrobia yang hidup. Dari
hasil yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa cara pemanasan dan
penambahan senyawa antimikrobia lebih efektif untuk mempertahankan
mutu dan daya simpan suatu bahan pangan.

E. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara “Pengaruh Faktor
Pertumbuhan Terhadap Populasi Mikrobia Dalam Bahan Pangan” antara lain
sebagai berikut :
1. Nilai absorbansi Saccharomyces dengan perlakuan panas 60°C :
 Menit ke-0 sebesar 0,212 Å
 Menit ke-5 sebesar 1,480 Å
 Menit ke-10 sebesar 0,466 Å
 Menit ke-20 sebesar 0,638 Å
2. Nilai absorbansi Pseudomonas dengan perlakuan panas 60°C :
 Menit ke-0 sebesar 0,254 Å
 Menit ke-5 sebesar 0,237 Å
 Menit ke-10 sebesar 0,136 Å
 Menit ke-20 sebesar 0,139 Å
3. Saccharomyces dan Pseudomonas tergolong mikrobia yang tidak tahan
panas.
4. Pada menit ke-20 terjadi penyimpangan yaitu nilai absorbansi yang lebih
tinggi dibandingkan menit ke-10.
5. Penyebab penyimpangan adalah:
 Kemungkinan telah terjadi kontaminasi
 Panas yang tidak stabil sehingga mikrobia sempat berspora
6. Nilai absorbansi Saccharomyces dengan perlakuan suhu rendah :
 Suhu kamar sebesar 0,522 Å
 Suhu refri sebesar 1,460 Å
 Suhu frezer sebesar 0,724 Å
7. Nilai absorbansi Pseudomonas dengan perlakuan suhu dingin :
 Suhu kamar sebesar 0,267 Å
 Suhu refri sebesar 0,460 Å
 Suhu frezer sebesar 0,125 Å
8. Terjadi penyimpangan pada Saccharomyces dengan perlakuan suhu refri.
Hal ini disebabkan terjadinya kontaminasi oleh mikrobia psikrofil.
9. Nilai absorbansi Saccharomyces dengan perlakuan perbedaan pH :
 pH 3 sebesar 0,128 Å
 pH 7 sebesar 1,300 Å
 pH 9 sebesar 0,150 Å
10. Nilai absorbansi Pseudomonas dengan perlakuan perbedaan pH :
 pH 3 sebesar 0,100 Å
 pH 7 sebesar 0,316 Å
 pH 9 sebesar 0,283 Å
11. Kapang lebih tahan pH rendah sedangkan bakteri lebih tahan pH netral.
12. Penyimpangan terjadi pada Saccharomyces pH 7 yang memiliki nilai
absorbansi lebih tinggi dari pH 3.
13. Penyimpangan terjadi karena terjadi kontaminasi pada saat penanaman
atau kurang sterilnya peralatan yang dipergunakan.
14. Alisin merupakan senyawa antimikroba yang terdapat pada bawang putih.
15. Alisin memiliki mekanisme molekuler untuk memblokade aktivitas enzim
cystein proteinase dan enzim alcohol dehidrogenase.
16. Nilai absorbansi Saccharomyces dengan perlakuan penambahan senyawa
antimikroba :
 Kontrol sebesar 1,280 Å
 Penambahan senyawa antimikrobia 1:1 sebesar 0,770 Å
 Penambahan senyawa antimikrobia 1:2 sebesar 0,518 Å
 Penambahan senyawa antimikrobia 1:3 sebesar 0,080 Å
17. Nilai absorbansi Pseudomonas dengan perlakuan penambahan senyawa
antimikroba :
 Kontrol sebesar 0,628 Å
 Penambahan senyawa antimikrobia 1:1 sebesar 0,192 Å
 Penambahan senyawa antimikrobia 1:2 sebesar 0,120 Å
 Penambahan senyawa antimikrobia 1:3 sebesar 0,550 Å
18. Terjadi penyimpangan pada perlakuan penambahan senyawa antimikrobia
1:3 pada Pseudomonas.
19. Penyimpangan terjadi karena kurang sterilnya peralatan yang
dipergunakan atau terjadi kontaminasi pada saat penanaman kultur dan
penambahan senyawa antimikrobia.
20. Nilai absorbansi Saccharomyces dengan perlakuan pemanasan dan
penambahan senyawa antimikrobia :
 Perlakuan pemanasan sebesar 1,020 Å
 Perlakuan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:1
sebesar 0,610 Å
 Perlakuan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:2
sebesar 0,584 Å
21. Nilai absorbansi Pseudomonas dengan perlakuan pemanasan dan
penambahan senyawa antimikrobia :
 Perlakuan pemanasan sebesar 0,212 Å
 Perlakuan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:1
sebesar 0,119 Å
 Perlakuan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:2
sebesar 0,109 Å
22. Semakin banyak senyawa antimikrobia ditambahkan, semakin sedikit
mikroba yang hidup.
23. Penggabungan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia lebih
efektif untuk mempertahankan mutu dan daya simpan suatu bahan pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2009. Pseudomonas sp. kafe-
ungu.blogspot.com/2009/11/pseudomonas.html (diakses pada tanggal
21 Juni 2010 pukul 15.00 WIB).
Anonim2. 2010. Antimikrobia Dari Tumbuhan Bagian Kedua.
www.kamusilmiah.com/.../antimikroba-dari-tumbuhan-bagian-kedua/
(diakses pada tanggal 19 Juni 2010 pukul 16.00 WIB).
Anonim3. 2010. Antimikrobia Pada Tanaman.
lordbroken.wordpress.com/2010/06/.../antimikroba-pada-tanaman/
(diakses pada tanggal 19 Juni 2010 pukul 16.15 WIB).
Anonim4. 2010. Faktor Lingkungan Bagi Pertumbuhan Mikroba.
www.docstoc.com/.../Faktor-lingkungan-bagi-pertumbuhan-mikroba-
(diakses pada tanggal 21 Juni 2010 pukul 15.30 WIB)

Anonim5. 2010. Pemilihan Bahan Pengawet Alami dan Senyawa Antimikrobia.


sonyaza.blogspot.com/.../pemilihan-bahan-pengawet-alamidari.html
(diakses pada tanggal 21 Juni 2010 pukul 16.55 WIB).
Anonim6. 2010. Sistem Refrigerasi Kompresi Uap. http://www.bitzer.com/.
Diakses pada hari Senin tanggal 21 Mei 2010 pukul 17.00 WIB.
Anonim7. 2010. Suhu Kamar. http://id.wikipedia.org/wiki/. Diakses pada hari
Senin tanggal 21 Mei 2010 pukul 17.00 WIB.
Astawan, Made, Andreas Leomitro Kasih. 2008. Khasiat Warna Warni
Makanan. Gramedia. Jakarta.
Buckle, et all. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Fardiaz, Srikandi. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Gaman, P. M., K. B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Hatmanti, Ariani. 2000. Pertumbuhan Saccharomyces fibugilera dan
Saccharomyces cerevisae Pada Fermentasi Etanol Kulit Pisang
Cavendish pada pH Awal yang Berbeda. Kandidat Peneliti, Balitbang
Lingkungan Laut, Puslitbang Oseanologi, LIPI. Widyariset Vol. 1.
Jakarta.
Supardi, Imam dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan
Keamanan Pangan. Alumni. Bandung.
Tim Penulis Laboraturium Kimia-Biokimia Pangan. 2002. Kamus Istilah
Pangan dan Nutrisi. Kanisius. Yogyakarta.
Waluyo, Lut. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Wijono, Djoko, Djoko Wibowo. 1995. Proses Thermal Pangan. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Wulandari, Sri. 2001. Efektivitas Bakteri Pelarut Fosfat Pseudomonas sp
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Pada
Tanah Podsolik Merah Kuning. Jurnal Natur Indonesia 4 (1) Hal.1-3.
Riau.

You might also like