You are on page 1of 22

Impact Test

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perkembangan dunia industri, terutama yang berhubungan dengan


penelitian bahan dan penggunaannya, maka dalam proses produksinya banyak
hal atau criteria yang harus dipenuhi agar material tersebut dapat digunakan
dalam dunia industri.

Untuk penggunaan sebagai bahan, sifat-sifat khas dari material logam


harus diketahui sebab logam tersebut akan digunakan untuk berbagai macam
keperluan dan keadaan. Sifat logam tersebut meliputi sifat mekanik, sifat
thermal, sifat kimia, kemampukerasan, kemampuan dimensi, dan lain
sebagainya. Adapun dalam percobaan ini yang akan diuji adalah sifat mekanik
dari logam terutama sifat ketangguhannya.

Dengan mengetahui tingkat ketangguhan logam, maka tentunya kita dapat


memperkirakan kemampuannya dalam menerima energi tumbukan yang
diberikan secara tiba-tiba sehingga dapat mematahkan suatu material.

Untuk itulah dilakukan pengujian impact pada material yang nantinya akan
digunakan dalam konstruksi mesin. Pengujian ini amat penting dalam
menentukan ketahanan suatu material terhadap perpatahan, berdasarkan energi
yang diberiakan oleh tumbukan/pembebanan secara tiba-tiba pada suatu
material.
Impact Test

1.2 Tujuan dan manfaat pengujian

A. Tujuan pengujian

a. Tujuan Khusus

1. Menjelaskan definisi, tujuan, dan prosedur pengujian impact.


2. Mengetahui energi takikan terhadap kekuatan impact
3. Membuat grafik hubungan antara energi impact dengan
temperature pada beberapa jenis takiakan.
4. Mengetahui pengaruh temperature terhadap energi impact
bahan
5. Membandingkan grafik THP dengan grafik transisi ulet-getas.

b. Tujuan umum

1. Mengetahui pengaruh temperature terhadap laju patah getas.


2. Mengetahui laju pembebanan pada temperature normal dan
temperature rendah (ditentukan asisten).
3. Mengetahui hubungan ketangguhan retak dengan energi impact.
4. Mengetahui type-type, metode, dan mode perpatahan.

B. Manfaat pengujian

a. Bagi praktikan

1. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi perpatahan pada suatu


jenis logam.
2. Mengetahui pengaruh bentuk takikan terhadap laju perpatahan.
3. Mengetahui Jenis-jenis perpatahan.

b. Bagi industri

1. Suatu industri dapat membuat produk yang berkualitas dengan


mengetahui sifat-sifat bahan dari hasil pengujian impact.
2. Memudahkan suatu industri dalam pengolahan dan
perancangan suatu bahan sekaligus menekan biaya produksi.
Impact Test

3. Pemilihan bahan dapat dilakukan dengan mudah, sesuai data


yang telah diperoleh pada uji impact.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Teori Dasar

Impact test merupakan pengujian suatu sifat bahan terhadap beban yang
duiberikan secara tiba-tiba. Suatu bahan mungkin memiliki kekuatan tarik yang
tinggi tetapi tidak memenuhi syarat untuk kondisi pembebanan kejut. Ketahanan
impact biasanya diukur dengan metode Charpy atau Izood yang bertakik
maupun tidak bertakik. Pada pengujian ini, beban diayun dari ketinggian tertentu
untuk memukul benda uji, yang kemudian diukur energi yang diserap oleh
perpatahannya. Suatu paduan memiliki parameter ketangguhan terhadap
perpatahan yang didefinisikan sebagai kombinasi tegangan kritis dan panjang
retak.

Bentuk takikan yang digunakan pada specimen dalam pengujian tumbukan


yaitu :

a) Bentuk Segitiga (V) :

b) Bentuk 1/2 Lingkaran :

c) Bentuk Segi empat :

Specimen yang digunakan untuk suatu takiakan terdiri dari dua buah yang
diuji pada suhu normal dan suhu rendah.
Impact Test

Metode-metode Impact test serta keuntungan dan kerugiannya

1. Metode Charpy (USA)

Merupakan cara pengujian dimana specimen dipasang secara horizontal


dengan kedua ujungnya berada pada tumpuan, sedangkan takikan pada
specimen diletakkan di tengah-tengah dengan arah pembebanan tepat diatas
takikan.

Kelebihan :

1. Hasil pengujian lebih akurat


2. Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan
3. Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang
4. Harga alat lebih murah

Kekurangan :

1. Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal


2. Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak dicekam
3. Pengujian hanya dapat dilakukan pada specimen yang kecil
Impact Test

2. Metode Izood (Inggris)

Merupakan cara dimana specimen berada pada posisi vertical pada tumpuan
dengan salah satu ujungnya dicekam dengan arah takikan pada arah gaya
tumbukan. Tumbukan pada specimen dilakukan tidak tepat pada pusat takikan

melainkan pada posisi agak diatas dari takikan seperti yang tertera pada
gambar sbb :

Kelebihan :

1. Spesimen tidak mudah bergeser karena dicekam pada salah satu


ujungnya.
2. Dapat menggunakan specimen dengan ukuran yang lebih besar.

Kerugian :

1. Biaya pengujian yang lebih mahal


2. Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya, sehingga hasil
yang diperoleh kurang baik.

Hal-hal yang mempengaruhi energi impact / ketrangguhan bahan :

1. Bentuk takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material,
karena adanya perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-
masing takikan tersebut yang mengakibatkan energi impact yang
Impact Test

dimilikinya berbeda-beda pula. Berikut ini adalah urutan energi impact


yang dimiliki oleh suatu bahan berdasarkan bentuk takikannya.
a) Takikan segitiga
Memiliki energi impact yang paling kecil, sehingga paling mudah
patah. Hal ini disebabkan karena distribusi tegangan hanya
terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.

b) Takikan segi empat


Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segi tifga karena
tegangan terdistribusi pada 2 titik pada sudutnya.

P P

c) Takikan Setengah lingkaran


Memiliki energi impact yang terbesar karena distribusi tegangan
tersebar pada setiap sisinya, sehingga tidak mudah patah.

P P
P P
P
2. Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impact semakin kecil
yang dibutuhkan untuk mematahkan specimen, dan demikianpun
sebaliknya.
Impact Test

Hal ini diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah patah apabila
dibebani oleh gaya yang sangat besar.
3. Temperatur
Semakin tinggi temperature dari specimen, maka ketangguhannya semakin
tinggi dalam menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya,
dengan temperature yang lebih rendah. Namun temperature memiliki batas
tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan sendirinya.
Grafik dibawah ini akan menunjukkan hubungan antara temperature
dengan energi impact, laju patah getas Y (%), beban mulur (P’), dan beban
maks. (Kg).

 Hubungan antara Temperatur T (0C) dengan Energi impact E (Kg.m)

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa temperature sangat berpengaruh pada


ketangguhan suatu material. Dimulai dari rapuh, yakni pada suhu yang sangat
rendah. Pada tahap ini, akibat suhu yang sangat rendah mengakibatkan ukuran
butir mengecil sehingga jarak antar butir semakin jauh, ikatan melemah, dan
rapuh. Dengan demikian material amat mudah patah, sehingga energi yang
dibutuhkan untuk mematahkannya sangat kecil pula. Selanjutnya dengan
bertambahnya temperature, maka ukuran butir makin membesar sehingga
jaraknya semakin dekat dan ikatannya menguat serta ketangguhannya
meningkat, namun masih getas. Dengan demikian energi impactnya
meningkat. Kemudian apabila temperature makin meningkat, hingga material
mencapai keuletan sampai pada temperature maksimalnya, energi yang
dibutuhkan untuk mematahkannya akan bertambah pula sampai nilai
maksimum. Selanjutnya jika lewat dari titik ini, maka energi akan menurun
karena adanya deformasi.

 Hubungan antara Temperatur (0C) dengan Laju Patah Getas (%)

Dari grafik nampak bahwa hubungan antar kedua variable berbanding terbalik.
Semakin rendah temperature, maka material akan semakin getas hingga
mencapai nilai 100%. Seiring dengan bertambahnya temperature, kegetasan
Impact Test

berkurang hingga mencapai nilai minimum., diman keuletan meningkat,


seperti penjelasan pada poin sebelumnya.

 Hubungan antara Temperatur (0C) dengan Beban (Kg)

Berdasarkan analisa grafik di atas, terlihat bahwa beban mulur dari posisi
pertama ke posisi keeempat semakin meningkat kemudian berikutnya beban
mulur menjadi semakin menurun. Kurva dari titik I ke titik IV dengan
temperature dari sangat rendah menuju ke temperature tinggi, material pada
tahap ini bersifat getas. Pada tahap seperti ini material menjadi kaku, sehingga
diperlukan beban yang besar untuk membuatnya mulur karena kecil
kemungkinan terjadinya deformasi plastis yang lebih besar, sehingga beban
mulurnya semakin menurun pula.

 Hubungan Kadar karbon (%) dengan energi Impact (E)

Semakin kecil kadar karbon yang terdapat pada suatu bahan, maka energi
impact yang dibutuhkan untuk mematahkan semakin besar, karena ikatan
molekul bahan tinggi. Sedangkan apabila kadar karbon meningkat hingga
melebihi batas kritisnya, maka energi impact yang dibutuhkan semakin rendah
pula, karena ikatan molekul bahan melemah.

Tegangan Tiga Sumbu

Y Pada gambar terlihat bahwa penumpukan plat


yang tebal akan mengakibatkan tegangan yang
tinggi. Bila tebal specimen (B) bertambah, maka
X
σx dan σy akan mengecil karena adanya pengaruh
Z momen inersia yang dialami specimen, dimana
tegangan masing-masing dalam arah x dan y yaitu
σx dan σy. Penekanan yang dilakukan pada arah
B
sb. x dan sumbu y hanya akan menghasilkan
pengaruh pada arah sumbu x dan y saja. Untuk ketebalan specimen yang lebih besar,
Impact Test

tegangan yang dialami oleh sumbu x dan y mengecil karena adanya tegangan ke tiga
arah (triaksial) pada sumbu koordinat seperti yang terlihat pada gambar.

Type-type Perpatahan

1. Transgranular, merupakan perpatahan yang terjadi akibat retakan yang


merambat di antara butiran material.

2. Intergranular, merupakan perpatahan yang terjadi akibat retakan yang


merambat melaui butiran material.

Jenis-jenis Perpatahan :

1. Perpatahan Ulet

Merupakan perpatahan yang terjadi akibat pembebanan yang berlebih dimana


sebelumnya terjadi penyerapan energi dan deformasi plastis.

2. Perpatahan Getas

Meerupakan perpatahan akibat penambahan retak tanpa keuletan dengan


didahului oleh deformasi plastis, namun tidak disertai dengan penyerapan
energi.

3. Perpatahan Rapuh
Impact Test

Merupakan perpatahan tanpa didahului oleh deformasi plastis dan penyerapan


energi.

Mode-mode Perpatahan

Selain berdasarkan jenis dan typenya, perpatahan dapat pula diklasifikasikan


berdasarkan arah beban yang diberikan terhadap material. Kita dapat
menggambarkan arah tersebut sbb :
Y

X
Z

Jadi berdasarkan gambar diatas, dapat diperoleh 3 mode perpatahan, sbb :

1. Mode I (opening shear)

Merupakan perpatahan akibat pemberian beban yang mengakibatkan


tegangan yang arahnya tegak lurus dengan bidang perpatahan dan
tegangan tersebut berada pada posisi yang sejajar berlawanan arah pada
masing-masing sisi dari bahan. (sb.Y)
Contoh : perpatahan pada shock breaker

2. Mode II (In-Plane Shear)


Impact Test

Pada mode ini tegangan terjadi pada sumbu Z dari bahan artinya melintang
terhadap arah perpatahan. Hal ini terjadi karena beban diberikan tidak
sejajar dan berlawanan arah pada kedua ujung material, sehingga seakan-
akan terjadi sliding.
Contoh : perpatahan pada kopling gesek

3. Mode III (Out-Plane Shear)

Pada mode ini, tegangan terjadi pada sb. x dari bahan (vertical), dimana
tegangan tsb berada pada arah yang tidak sejaajr dan berlawanan arah pada
sb. x.
Contoh : perpatahan pada roda gigi.

Faktor-faktor Penyebab terjadinya fatik :

Fatik merupakan kelelahan yang timbul akibat pembebanan yang diberikan secara
terus-menerus pada material. Adapun factor-faktor penyebabnya, sbb :
1. Tegangan maksimum yang cukup tinggi
2. Fluktuasi yang cukup tinggi
3. Siklus penyerapan yang cukup besar
4. Konsentrasi tegangan Temperatur ruangan dan specimen
5. Korosi
Impact Test

6. Kelebihan beban
7. Struktur metalurgi
8. Tegangan sisi
9. Tegangan kombinasi yang cenderung mengubah kondisi kelelahan.
Fatik biasanya terjadi pada permukaan suatu specimen dimana pada specimen
tersebut terjadi kelenturan, dan menyebabkan terjadinya tegangan tinggi di tempat
yang tidak rata.

Faktor yang mengakibatkan Necking

Necking merupakan suatu peristiwa dimana terjadinya pengecilan penampang


pada suatu material yang diuji tarik. Peristiwa ini tyerjadi karena adanya
pergeseran tegangan. Keadaan ini pertama kali dicapai pada suatu titik dalam
benda uji yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan keadaan yang tanpa
beban setelah deformasi berikutnya yang terpusat pada daerah tersebut dari benda
uji.

Faktor yang menybabkan terjadinya mulur (creep)

Regangan yang terjadi merupakan mekanisme mulur. Ukuran butir yang halus
menunjukkan daerah batas butir yang banyak menghasilkan mulur yang cepat.
Terjadi lubang atau sumuran atom sepanjang batas vertical. Kenyataan lain
yang penting adalah bahwa jarak di pusat lebih pendek pada bahan halus.
Tentu saja mekanisme mulur tidak terjadi pada suhu rendah, dimana
pergerakan atom dapat diabaikan tetapi bertambah secara konvensional
dengan rekristalisasi suhu metalik. Efek besar butir ini merupakan fungsi
waktu, kekuatan ikatan ketidakmurnian mulur adalah proses perpanjangan dan
Impact Test

peregangan yang lambat. Laju mulur berkisar dari beberapa persen pada
tegangan atau suhu tinggi.

Factor penyebab terjadinya dislokasi

Dislokasi merupakan pergeseran dari struktur butir karena adanya bagian yang
kosong, sementara pada satu tempat terjadi penumpukan butir, maka pada saat
itu diberi perlakuan butir yang akan mengisi ruang kosong di dekatnya.
Adapun beberapa jenis dislokasi adalah sbb :

a) Dislokasi titik, diman kekosongan terjadipada titik tertentu, hal ini


terjadi karena :
• Ada atom yang hilang dalam kristal
• Hasil penumpukan yang salah dalam kristalisasi
• Akibat energi termal yang meningkat, sehingga atom melompat
meninggalkan tempatnya.

b) Dislokasi garis, merupakan sisipan satu baris atom tambahan dalam


struktur kristal. Disekitar suatu dislokasi garis terdapat daerah yang
mengalami tekanan dan tegangan, sehingga terdapat energi tambahan
sepanjang dislokasi tersebut.

c) Dislokasi ulir, menyerupai spiral dengan garis cacat sepanjang sumbu


ulir. Atom-atom disekitarnya mengalami gaya geser.

d) Dislokasi butir, terjadi karena adanya gaya tekan dan tegangan yang
akhirnya gaya-gaya ini dapat diuraikan menjadi tegangan geser. Hal ini
disebabkan bidang atom bergeser terhadap bidang atom didekatnya
yang disebut slip.
Impact Test

2.2 Rumus yang digunakan

H1 = R + x
X = R sinθ 1
θ = α − 90
H1 = R + R sin(α − 90)

Hk
H3
X
H1 θ θ2 y
α β
R H2 H2 =R +y
y = R sin θ2
θ = β −90
H 1 = R + R sin ( β −90 )

A. Tinggi beban sebelum dilepaskan (H1)

H 1 = R + R sin (α − 90 ) ( m)
Dimana :

R = Jari-jari bandul
= 950 mm
α = simpangan bandul sebelum dilepaskan

B. Beban dalam satuan (Kg)

U = m.g .H 1

M = U 
 ( g.H 1) 

C. Tinggi beban kalibrasi alat (Hk)

Hk = Uk
( M .g )
Dimana :

Uk = Usaha kalibrasi (J)


Impact Test

G = Gravitasi (m/s2)

D. Tinggi beban setelah dilepaskan (H2)

H 2 = R + R sin ( β − 90 ) ( m)
Dimana :

β = Sudut simpangan bandul setelah dilepaskan

E. Tinggi beban perhitungan (Hs)

Hs = H 1 − H 2 − Hk

F. Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen (Us)

Us = ( m.g .Hs )

G. Kekuatn Impact (UI)

U 1 = Us / A

Dimana :

A = Luas penampang
Impact Test

BAB IV
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa hasil Pengujian

Perbandingan antara grafik THP dengan grafik Transisi ulet getas

Grafik Usaha Vs Temperatur


Usaha ( J)
200

180

160

140

120

100

80

60

40

20

0 Tem p. (C)
-3 2 7 12 17 22 27 32
Takikan Segi 3 Takikan Segi 4 Takikan 1/2 Lingkaran

Pada grafik transisi ulet getas terlihat bahwa temperature dan Usaha yang
dibutuhkan untuk mematahkan specimen berbanding lurus, dimana apabila
temperature naik sampai temperature maksimal dimana suatu material
mencapai keuletannya, maka usah yang dibutuhkan untuk mematahkannya
akan semakin besar. Demikianpun sebaliknya apabila temperaturnya turun
hingga mencapai kegetasan 100% dari material maka usaha untuk
mematahkannya akan semakin kecil pula.
Impact Test

Ternyata analisa dari grafik transisi ulet-getas di atas tidak sama dengan
hasil dari pengujian, dimana grafik dari hasil pengujian memperlihatkan
penyimpangan nilai perbandingan antara temperature dan usaha pada
specimen dengan takikan setengah lingkaran, dimana usahanya menurun
seiring dengan temperature yang terus bertambah.
Penyimpangan ini diakaibatkan oleh karena adanya kesalahn yang terjadi
pada pengujian. Kesalahan-kesalahan tersebut adalah :

a) Kesalahan pengukuran dimensi benda kerja dan kedalaman takikan.


Kesalahan ini berupa ketidakseragaman dimensi ukur dari specimen dan
kedalaman takikannya, sehingga data yang diperoleh pada pengujian tidak
akurat.
b) Kesalahan dalam perlakuan temperature terhadap specimen, dimana
terjadi ketidakseragaman temperature pada specimen, sehingga data yang
dihasilkan kurang akurat.
c) Kesalahan penentuan letak specimen dan takikannya pada alat uji ketika
akan dikenai beban, sehingga usaha yang dihasilkan pada pengamatan
tidak akurat.

 Grafik H1 Vs H2

H1 merupakan ketinggian bandul sebelum dilepaskan, sedangkan H2


merupakan ketinggian bandul setelah dilepaskan dan menumbuk benda
kerja, atau dapat dikatakan bahwa H2 merupakan ketinggian yang diukur
dari titik dimana tumbukan terjadi telah terjadi, hingga mencapai titik
baliknya.
Pada pengujian ini harga dari H1 dikonstankan, sehingga untuk takikan
yang bervariasi, nilai H2 yang tertinggi diperoleh dari specimen yang
memiliki takikan segitiga lalu disususl oleh takikan segi empat dan yang
terakhir adalah takikan setengah lingkaran. Hal ini disebabkan karena
energi impact yang dimiliki takaikan segitiga unuk patah sangat rendah,
sehingga bandul yang mengayun tidak memperoleh hambatan yang berarti
dari specimen ini, sehingga bandul dapat mengayun dengan bebasnya
Impact Test

setelah itu dgn mencapai ketinggian H2 yang besar pula. Begitu pula pada
takikan segi empat dan takikan setengah lingkaran, dimana memiliki
energi impact yang lebih besar untuk patah, sehingga nilai ketinggian dari
bandul ketika telah menumbuk specimen lebih kecil. Namun pada THP
tidak terjadi hal yang sedemikian, karena adanya penyimpangan data yang
diakibatkan oleh kesalahan –kesalahan dalam perlakuan terhadap specimen
sebelum diuji.

 Grafik H2 Vs α

H2 merupakan ketinggian bandul setelah dilepaskan dan menumbuk benda


kerja, atau dapat dikatakan bahwa H2 merupakan ketinggian yang diukur
dari titik dimana tumbukan terjadi telah terjadi, hingga mencapai titik
baliknya. Sedangkan α merupakan sudut tempuh dari bandul yang
terbentuk sebelum dilepaskan.
Pada pengujian ini harga dari α dikonstankan, sehingga untuk takikan
yang bervariasi, nilai H2 yang tertinggi diperoleh dari specimen yang
memiliki takikan segitiga lalu disususl oleh takikan segi empat dan yang
terakhir adalah takikan setengah lingkaran. Hal ini disebabkan karena
energi impact yang dimiliki takaikan segitiga unuk patah sangat rendah,
sehingga bandul yang mengayun tidak memperoleh hambatan yang berarti
dari specimen ini, sehingga bandul dapat mengayun dengan bebasnya
setelah itu dgn mencapai ketinggian H2 yang besar pula. Begitu pula pada
takikan segi empat dan takikan setengah lingkaran, dimana memiliki
energi impact yang lebih besar untuk patah, sehingga nilai ketinggian dari
bandul ketika telah menumbuk specimen lebih kecil. Namun pada THP
tidak terjadi hal yang sedemikian rupa, karena adanya penyimpangan data
yang diakibatkan oleh kesalahan –kesalahan dalam perlakuan terhadap
specimen sebelum diuji.

 Grafik α Vs β
Impact Test

α merupakan sudut tempuh dari bandul yang terbentuk sebelum


dilepaskan. Sedangkan β merupakan sudut yang ditempuh oleh bandul
setelah dilepaskan menumbuk specimen, sehingga membentuk ketinggian
H2.
Pada pengujian ini harga dari α dikonstankan, sehingga untuk takikan
yang bervariasi, nilai β yang terbesar diperoleh dari specimen yang
memiliki takikan segitiga lalu disususl oleh takikan segi empat dan yang
terakhir adalah takikan setengah lingkaran. Hal ini disebabkan karena
energi impact yang dimiliki takaikan segitiga unuk patah sangat rendah,
sehingga bandul yang mengayun tidak memperoleh hambatan yang berarti
dari specimen ini, sehingga bandul dapat mengayun dengan bebasnya
setelah itu dgn mencapai sudut simpangan β yang besar pula. Begitu pula
pada takikan segi empat dan takikan setengah lingkaran, dimana memiliki
energi impact yang lebih besar untuk patah, sehingga nilai sudut
simpangan yang ditempuh oleh bandul ketika telah menumbuk specimen
lebih kecil. Namun pada THP tidak terjadi hal yang sedemikian rupa,
karena adanya penyimpangan data yang diakibatkan oleh kesalahan –
kesalahan dalam perlakuan terhadap specimen sebelum diuji.

 Grafik β Vs Us

β merupakan sudut yang ditempuh oleh bandul setelah dilepaskan


menumbuk specimen, sehingga membentuk ketinggian H2. SedangkanUs
adalah usaha yang diperlukan untuk mematahkan specimen.
Pada pembahasan sebelumnya, dikatakan bahwa nilai sudut simpangan β
yang paling besar diperoleh pada takikan segitiga, dan terus menurun pada
dua takikan selanjutnya. Hal ini disebabkan karena hambatan yang dialami
oleh bandul dalam menumbuk specimen segitiga lebih kecil. Hal ini
disebabkan karena specimen pada takikan ini lebih mudah patah.
Kemudahan perpatahan ini disebabkan karena usaha yang dibuthkan untuk
mematahkannyua sangat kecil, sehingga dengan demikian dapat dikatakan
bahwa apabila usaha untuk mematahkan semakin besar, maka nilai sudut
simpangan β akan semakin menurun. Namun pada THP tidak terjadi hal
Impact Test

yang sedemikian rupa, karena adanya penyimpangan data yang


diakibatkan oleh kesalahan –kesalahan dalam perlakuan terhadap specimen
sebelum diuji.

4.2 Analisa tambahan

ANALISA PERPATAHAN PADA KAPAL TITANIC

Perpatahan merupakan suatu peristiwa yang timbul karena suatu material


tidak mampu lagi menahan energi tumbukan yang diberikan terhadapnya, baik
itu secara tiba-tiba maupun secara terus-menerus. Energi yang diterima oleh
suatu material sampai material tersebut patah disebut juga ketangguhan.
Ketangguhan dari suatu bahan dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu
temperature, kadar karbon, maupun besarnya beban yang diberikan.
Dalam analisa tambahan ini, akan dibahas mengenai perpatahan yang
terjadi pada kapal titanic, sehingga kapal tersebut akhirnya tenggelam.
Kapal Titanic berlayar melalui samudera atlantic yang memiliki
temperature yang sangat rendah hingga mencapai dibawah 0 derajat Celsius.
Suhu air laut tersebut dapat mempengaruhi struktur material dari dinding-
dinding kapal, dimana dinding tersebut terbuat dari baja karbon. Ketika
dinding kapal telah terpengaruh pada temperature ini, maka material dari
dinding kapal ini akan mencapai kegetasan 100 % (seperti yang telah
tercantum pada grafik transisi ulet-getas). Struktur yang terdapat pada material
yang getas cenderung untuk merapat dan berkoloni, sehingga terjadi
cacat/dislokasi dimana terdapat kekosongan ruang di antara butir. Struktur
material seperti ini akan semakin memudahkan terjadinya perpatahan getas
ketika diberikan pembebanan secara tiba-tiba.
Pembebanan secara tiba-tiba pada kapal Titanic terjadi ketika kapal
menubruk gunung es, sehingga terjadilah perpatahan pada dinding kapal
tersebut, sehingga kapal tersebut tenggelam, karena perpatahan terus
menyebar karena adanya retakan yang menyebar melalui kekosongan struktur
Impact Test

butir pada materilanya, apalagi material juga tak mampu menahan beban dari
kapal itu sendiri, sehingga tegangan terus bertambah dan akhirnya kapal
terbelah menjadi 2 bagian dan akhirnya tenggelam.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Impact test merupakan suatu pengujian untuk mengetahui ketangguhan


dari suatu material terhadap beban yang diberikan secara tiba-tiba.
2. Temperatu dan Usah impact menunjukkan perbandingan yang lurus
sampai batas maksimum ketika suatu material mencapai keuletannya.
3. Laju patah getas terjadi karena temperature yang terus menurun hingga
mencapai kegetasan 100% dari material.
4. Semakin besar laju pembebanan, maka energi impact semakin berkurang.
5. Energi impact yang terbesar terdapat pada takikan setengah lingkaran, dan
yang terendah terdap[at pada takikan segitga. Jadi dapat sisimpulkan
bahwa perpatahan semakin mudah terjadi pada specimen yang memiliki
takikan yang bersudut.

5.2 Saran-saran

1. Harap dalam mengerjakan specimen, asisten selalu memberikan


perhatian, agar diperoleh ukuran dan dimensi yang seragam dari setiap
specimen, guna menunjang hasil pengujian yang akurat, dan terpercaya.
Impact Test

DAFTAR PUSTAKA

Pengetahuan Bahan Teknik, Prof. Ir. Tata Surdia MS. Met., E dan
Prof. Dr. Shiroku Saito. Pradya Pratama.
Ilmu Teknologi Bahan, Lawrence H. Van Vlack, dan Sriati Djaprie
Erlangga, Jakarta.

You might also like