You are on page 1of 14

ACARA I

PENGERINGAN

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari acara I Pengeringan ini adalah sebagai berikut.
1. Menentukan kurva karakteristik pengeringan suatu bahan pangan
2. Menentukan waktu pengeringan suatu bahan pangan
3. Menghitung efisiensi pengeringan

A. TINJAUAN PUSTAKA
Udara yang diperlukan untuk menghantarkan panas kepada bahan pangan untuk
menguapkan air yang ada lebih banyak daripada yang diperlukan untuk mengangkut uap air
dari ruangan. Jika udara yang masuk tidak kering atau jika udara yang meninggalkan ruangan
udara yang tidak kering atau jika udara yang meninggalkan ruangan oleh pengeringan tidak
jenuh dengan uap air, maka jumlah volume udara yang diperlukan berubah. Biasanya udara
dipanaskan untuk memanaskan bahan pangan ialah sebanyak 5 sampai 7 kali jumlah udara
yang diperlukan untuk membawa uap air dari bahan pangan. Kapasitas uap air dari udara
bergantung pada suhu ( Desroiser, 1988). .
Apabila kadar air bahan rendah dan kelembapan disekitarnya tinggi,maka akan tejadi
penyerapan uap air dari udara sekitar sehingga kadar air bahan menjadi naik. Akibat dari
kadar air naik maka suhu bahan tersebut menjadi lebih rendah dan akan terjadi kondensasi
udara pada permukaan bahan sehingga permukaan bahan akan menjadi basah. Permukaan
yang basah ini merupakan media yang baik (cocok) untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan beberapa jenis mikroorganisme (terutama bakteri dan kapang) (Hudaya,
1996).
Makanan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan
dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna, tekstur,
aroma, dan lain-lainnya, meskipun perubahan-perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal
mungkin dengan jalan memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan
dikeringkan. Dengan mengurangi kadar airnya, bahan pangan akan mengandung senyawa-
senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi,
akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang
( Winarno, 1980).
Efisiensi operasi pengeringan dapat ditentukan sebagai perbandingan panas yang teoritis
dibutuhkan untuk menghasilkan panas laten penguapan air yang telah diikeringkan, dengan
penggunaan panas yang sebenarnya didalam alat pengering dan dalam pembuatan
perbandingan antar berbagai klas pengering yang mungkin dipakai alternative operasi
pengeringan. Efisiensi keseluruhan termasuk juga kehilangan enerji pada sisi pemanasan dan
oleh karena itu efisiensi ini didasarkan pada jumlah panas yang dapat diperoleh bahan bakar
yang dibakar untuk menghasilkan panas buat pengering (Earle, 1969)
Singkong termasuk umbi akar yang mengandung cadangan energy dalam bentuk
karbohidrat (amilum). Tanaman singkong dapat dikonsumsi umbinya dan daunnya. Umbi
singkong mengandung sedikit protein, tetapi daunnya mengandung protein yang mengandung
protein yang cukup tinggi. Sehingga bila singkong dimakan dengan masakan daunnya, akan
terdapat protein yang cukup baik. Daun singkong juga mengandung banyak karoten, sehingga
merupakan sumber Vitamin A yang baik (Sediaoetama,1988).
Pengeringan pangan berrti pemindahan air dengan sengaja dari bahan pangan. Pada
kebanyakan peristiwa, pengeringan berlangsung dengan penguapan air yang terdapat di dalam
bahan pangan dan untuk ini panas laten penguapan harus diberikan. Dua faktor proses
pengawasan yang penting yang dimasukkan kedalam satuan operasi pengeringan yaitu :
a) Pemindahan panas untuk melengkapi panas laten penguapan yang dibutuhkan
b) Pergerakan air ataua uap air melalui bahan pangan dan kemudian keluar bahan
untuk mempengaruhi pemisahan dari bahan pangan (Earle, 1969).
Pengamatan suhu bola kering dan bola basah untuk mengetahui suhu rata-rata ruang
oven dilakukan pada dua titik di rak paling bawah dan tiga titik pada rak paling atas.
Pengamatan dilakukan setiap jam sekali. Hal yang sama juga dilakukan untuk mengetahui
perubahan suhu udara dan kecepatan aliran udara pada pipa penghubung Jika selisih suhu bola
kering dan suhu bola basah makin besar berarti kelembaban makin rendah dan kekuatan
pengeringan (drying force) makin besar . Kekuatan pengeringan adalah kemampuan udara
untuk mengeringkan atau menampung uap air dari bahan yang dikeringkan (Tirtosastro,
2003).
Proses mengeringkan suatu produk bertujuan agar produk tersebut dapat bertahan lebih
lama daripada produk yang tidak dikeringkan. Semisal untuk mempertahankan kualitas
keripik singkong, bisa dilakukan dengan cara pengeringan terlebih dahulu, dengan begitu
singkong dapat dsisimpan lebih lama. Dalam prosesnya pengerinagan dapat dilakukan dengan
dua cara atau jalan, yaitu pengeringan secara alami dan pengerigan secara mekanik. Prinsip
pengeringan adalah upaya menguapkan air karena ada perbedaan kandungan uap air antara
udara dan bahan yang dikeringkan. Udara mempunyai kandungan uap air yang lebih kecil
daripada bahan yang dikeringkan. Salah satu factor yang dapat mempercepat pengeringan
adalah angin atau udara yang mengalir. Dengan adanya aliran udara maka udara yang sudah
jenuh dapat diganti dengan udara kering sehingga proses pengeringan berjalan terus
( Anonim,2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:
1.Faktor yang berhubunga dengan udara pengering
Yang termasuk golongan ini adalah:
· Suhu: Makin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat
· Kecepatan aliran udara pengering: Semakin cepat udara maka pengeringan akan
semakin cepat
· Kelembaban udara: Makin lembab udara, proses pengeringan akan semakin
lambat
· Arah aliran udara: Makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan,
maka bahan semakin cepat kering
2.Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan
Yang termasuk golongan ini adalah:
· Ukuran bahan: Makin kecil ukuran benda, pengeringan akan makin cepat
· Kadar air: Makin sedikit air yang dikandung, pengeringan akan makin cepat
(Anonim,2010).
Perlakuan blanching sudah cukup untuk memperoleh kelapa parut kering dengan warna
yang tetap putih. Hal ini dikarenakan perlakuan blanching sebelum pengeringan berfungsi
untuk menonaktifkan enzim–enzim yang akan menyebabkan perubahan warna dan cita
rasa/nilai gizi (Haris, dkk., 1989). Menurut Wuensch dan Schalder (1972) dalam Smith (1987)
menyatakan bahwa perubahan warna kelapa parut dipengaruhi oleh komponen penyusunnya,
seperti gula sederhana, total asam amino dan air. Selain itu tanpa perendaman sulfit akan
meminimalkan kandungan zat kimia pada kelapa parut kering ( Witono, 2002)
Efisiensi pengeringan mempunyai arti penting untuk nilai kualitas kerja dari alat
pengering yang dibuat. Kalitas kerja dari pengering surya meliputi aspekkonversi energi dan
perpindahan massa. Aspek konversi energi ditunjukan olah efisiensi kolektor, sedangkan
aspek perpindahan massa dinyatakan dengan laju pelepasan massa air dari produk ke udara
yang memanasinya. Efisiensi pengeringan dinyatakan sebagai perbandingan kalor yang
digunakan untuk pengupan kandungan air dari ubi kayu terhadap energi radiasi surya yang
tiba di alat pengering (Thamrin, 2010).

A. METODOLOGI
1. Alat
a. Kabinet dryer
b. Termometer basah
c. Termometer kering
d. Neraca analitik
e. Timbangan biasa
f. Kompor listrik
g. Mesin pemotong manual (manual slicer)
h. Baskom
i. Pisau
j. Karet gelang
1. Bahan
Singkong

2. Cara Kerja
ngan
akhir Setiap
saat sampel
suhuTanpa
adap dicatat
masuk,
pengeringan Diambil
diblancing
suhu
awal Diblancing
berat ditimbang
masing-masing
bahan,Masing-masing
menyalakan
kering dan setiap
(5
suhu
setiap Dirajang
330
Ditimban
buah
Singkon
Dikupa
menit
keluar
kabinet
sampel, sampel
dryer dengan
(diberikan
untuk
bahan
kadar
dan ditimbang
pengamatan
setiap
air
pada
awalkaret warna
kadar
30mematikan
saat
danmenit dam
kadar sebagai
air airpemanas
sampai
digambar
setiap
alat akhir
ketiga
dan suhu
pengamatan catat tersebut terhadap
daya kabinet
menit) beratnya
waktuSlicer
pengeringan
tanda)
dihitunggs
dryer
A. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data pengamatan :
1. Waktu menyalakan kompor listrik : 10.04
2. Waktu mematikan kompor listrik : 12.45
3. Berat sampel awal : H= 8,3 gr ; K= 8,6 gr ; M= 8,7gr
4. Berat awal bahan : 1,07 kg
5. Berat akhir bahan : 0,75 gr
Tabel
Suhu (0C) 1.1.
No. Jam RH (%)
1 2 3 4 5
Data
1 0 52 34 29 36 48 30
2 0,5 46 35 30 36 50 31
3 1 43 35 30 37 51 31
4 1,5 39 35 35 39 52 32
5 2 39 36 31 40 52 31

Pengamatan Tekanan, RH, dan Suhu

Sumber : Laporan Sementara


Keterangan :
1. Suhu bola kering lingkungan
2. Suhu bola basah lingkungan
3. Suhu ruang pengering
4. Suhu keluar bahan bola kering
5. Suhu keluar bahan bola basah
Suhu udara mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kecepatan perpindahan
uap air, oleh karena suhu ini mengatur tekanan uap jenuh air dan juga suhu ini melengkapi
gaya tarik suhu yang memindahkan panas untuk menguapkan uap air. Dapat dikatakan
bahwa peningkatan kecepatan, dan suhu udara akan menyebabkan peningkatan laju
pengeringan seperti yang diperkirakan oleh persamaan standar. Bertambah tinggi kecepatan
udara akan menolong perpindahan uap dari daerah bagian atas bahan padat yang
dikeringkan (Earle, 1969).
Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan dengan menggunakan energi panas.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah singkong. Singkong dikupas dan diiris
tipis-tipis. Pengeringan singkong ini menggunakan alat pengering yang disebut kabinet
dryer. Adapun mekanisme pengeringan dengan kabinet dryer yakni kandungan air dalam
bahan dikurangi dengan memanfaatkan energi panas yakni berupa udara panas yang berasal
dari blower. Udara dari blower pada mulanya belum panas, tetapi setelah udara masuk
dalam kabinet dryer diubah menjadi udara panas oleh kompor listrik yang ada didalamnya.
Selanjutnya udara panas tersebut bergerak ke atas sampai ke bahan. Air dalam bahan akan
ikut keluar bersama udara panas.
Faktor- faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan
bahan, suhu pengeringan, aliran udara, dan tekanan uap di udara. Kelembaban udara dapat
dinyatakan dalam 2 cara yaitu kelembaban nisbi dan kelembaban mutlak. Perbandingan
antara tekanan uap di dalam suatu ruangan dengan tekanan jenuh pada suhu yang sama
disebut kelembaban nisbi atau RH yang dinyatakan dalam persen. Kelembaban mutlak
adalah perbandingan antara berat uap air diudara dengan berat udara kering pada suhu yang
sama.
Berdasarkan pengamatan tiap jam dari proses pengeringan, ternyata suhu pengeringan
berubah-ubah. Semakin lama pengeringan, maka semakin tinggi suhu bola kering, suhu
bola basah, suhu ruang pengering, suhu keluar bahan bola kering dan suhu keluar bahan
bola basah.
Pada awal bahan RH sebesar 52%, dengan (1) suhu bola kering lingkungan sebesar
340C, (2) suhu basah lingkungan 290C, (3) suhu ruang pengering 360C, (4) suhu keluar
bahan bola kering 480C, (5) suhu bahan bola basah 300C.
Pada lama pengeringan 0,5 jam dengan (1) suhu bola kering lingkungan sebesar 350C,
(2) suhu basah lingkungan 300C, (3) suhu ruang pengering 360C, (4) suhu keluar bahan bola
kering 500C, (5) suhu bahan bola basah 310C.
Pada lama pengeringan 1 jam dengan (1) suhu bola kering lingkungan sebesar 350C,
(2) suhu basah lingkungan 300C, (3) suhu ruang pengering 370C, (4) suhu keluar bahan bola
kering 510C, (5) suhu bahan bola basah 310C.
Pada lama pengeringan 1,5 jam dengan (1) suhu bola kering lingkungan sebesar 350C,
(2) suhu basah lingkungan 310C, (3) suhu ruang pengering 390C, (4) suhu keluar bahan bola
kering 520C, (5) suhu bahan bola basah 320C.
Kemudian pada lama pengeringan 2 jam dengan (1) suhu bola kering lingkungan
sebesar 360C, (2) suhu basah lingkungan 310C, (3) suhu ruang pengering 400C, (4) suhu
keluar bahan bola kering 520C, (5) suhu bahan bola basah 310C.
Suhu ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Dengan diketahuinya suhu bola
kering dan bola basah dari bahan maka dapat diketahui besarnya RH dari bahan tersebut.
Nilai RH tertinggi yakni 52 % pada jam ke-0, sedangkan nilai RH terendah yakni 39 %.
RH pada kelima lama pengeringan berubah-ubah mulai 52%, 46%, 43%, 39% dan 39%.
Maka dapat dilihat bahwa keadaan RH akan semakin menurun seiring dengan lamanya
waktu pengeringan.
Tabel 1.2. Pengamatan Berat Sampel
Berat Sampel (gr)
No. Jam ke- X rata-rata KA (%) Δ KA (%)
1 (H) 2 (K) 3 (M)
1 0 8,3 8,6 8,7 8,5 (a) 15,29 -
2 0,5 7,5 8,3 8,1 8,0 (b) 10 5,29
5,
3 1 7,2 7,8 7,8 7,6 (c) 2 10,03
6
4 1,5 6,8 7,7 7,5 7,3 (d) 1,37 13,92
5 2 7,6 7,1 7 7,2 (e) - 15,29
Sumber: Laporan Sementara
Kadar air suatu bahan pangan yang dikeringkan mempengaruhi beberapa hal yaitu
seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan jalannya
proses pengeringan.
Air dalam bahan pangan terdapat dalam 3 bentuk yaitu (1) air bebas yang terdapat di
permukaan benda padat dan mudah diuapkan , (2) air terikat secara fisik yaitu air yang
terikat kapiler atau air absorbsi karena tenaga penyerapan dan (3) air terikat secara kimia
misalnya air kristal dan air yang terikat dalam suatu sistem dispersi.
Setelah dilakukan pengeringan selama 2 jam ternyata dari 1007 gram singkong
diperoleh berat kering sebesar 750 gram. Dari hasil pengukuran kadar air singkong,
ternyata semakin lama pengeringan maka kadar airnya semakin kecil, artinya semakin
banyak air yang diuapkan dari bahan ke lingkungan. Ada tiga buah sampel singkong iris
yang masing-masing diberi tanda berwarna (1) hijau, (2) kuning, (3) merah. Berat sampel
masing-masing adalah (1) hijau sebesar 8,3 gram, (2) kuning sebesar 8,6 gram, (3) merah
sebesar 8,7 gram Kadar air awal bahan sebelum dikeringkan yakni 15,29 %, setelah
pengeringan selama 0,5 jam kadar airnya menjadi 10%, selama 1 jam 5, 26% , setelah 1,5
jam 1,37%.
Seharusnya pengeringan dilakukan selama 3 jam, akan tetapi oleh karena kendala
teknis berupa listrik mati, maka pengeringan hanya dilakukan dalam waktu dua jam saja.
Perubahan kadar air pada saat pengeringan dengan sebelum dikeringkan berbeda-beda.
Perubahan kadar air terbesar yakni pada saat 2 jam sebesar 15,29 %, sedangkan perubahan
kadar air terkecil yakni pada 0,5 jam yakni 5,29 %. Semakin lama waktu pengeringan kadar
air bahan semakin kecil dan perubahan kadar airnya justru semakin besar, artinya semakin
banyak air dalam bahan pangan yang diuapkan.
Dari grafik hubungan antara kadar air singkong dengan waktu pengeringan
didapatkan gambar kurva berbentuk linear dimana semakin lama waktu nilai kadar airnya
semakin menurun. Sedangkan dari grafik hubungan antara perubahan kadar air singkong
dengan waktu didapatkan gambar kurva linear dimana nilainya semakin lama semakin
naik.

Gambar 1.1. Grafik Hubungan Kadar Air Bahan dengan Waktu

Gambar 1.2. Grafik Hubungan Kenaikan Kadar Air Dengan Waktu


Tabel 1.3. Perbandingan antara Blanching dengan Tanpa Blanching
Berat Berat
Lama Efisiensi
Awal Akhir Q Kabinet Q Penguapan
Perlakuan Pengeringan Penguapan
Bahan Bahan (KJ) (KJ)
(menit) (%)
(kg) (kg)
Blanching 120 1,07 0,75 21600 50,2416 0,2977
Non- 120 1 0,82 21600 36,17 0,167
Blanching
Sumber: Laporan Sementara
Pada pengamatan terhadap perlakuan bahan dengan blanching dan tanpa blanching,
didapatkan bahwa dengan perlakuan blanching,efisiensi penguapan dapat lebih besar, maka
dari itu pengeringan bisa lebih cepat. Pengeringan dilakukan selama 120 menit dengan
perlakuan blanching dan tanpa blanching. Berat awal bahan blanching 1,07 kg sedagkan
non-blanching 1 kg. berat akhir bahan blanching kemudian ditimbang setelah pengeringan,
didapatkan sebesar 0,75 kg dan berat bahan non-blanching 0,82 kg.
Didapat hasil perhitungan Q cabinet dengan mengalikan daya dengan lama
pengeringan, didapat dengan proses blanching maupun blanching sebesar 21600 kJ. Untuk
Q penguapan didapatkan dengan mengalikan jumlah air yang diuapkan dengan panas
latennya yang sebesar 48 kkal/kg. Sehingga didapatkan hasil Q penguapan adalah 64,309
kJ.
Efisiensi pengering adalah kemampuan alat pengering tersebut untuk mengeringkan
atau menguapkan air dalam bahan pangan selama periode waktu tertentu. untuk
menghitung besarnya efisiensi pengeringan perlu diketahui besarnya energi yang
diperlukan untuk menguapkan air dibagi dengan energi kabinet. Energi yang diperlukan
untuk menguapkan air adalah 50,2416 kJ, sedangkan kabinet sebesar 21600 kJ. Sehingga
efisiensi pengeringannya sebesar 0,2977 %.
I. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara ”Pengeringan” pada singkong, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
a. Kadar air awal sebelum dikeringkan 15,29 %, setelah pengeringan selama satu jam kadar
airnya 5,26 %. Kadar air akhir setelah pengeringan selama 1,5 jam yakni 1,37 %.
b. Perubahan kadar air terbesar yakni pada saat 2 jam sebesar 15,29 %, sedangkan
perubahan kadar air terkecil yakni pada 0,5 jam yakni 5,29 %.
c. Semakin lama waktu pengeringan singkong, kadar air bahan semakin kecil dan
perubahan kadar airnya semakin besar, artinya semakin banyak air dalam bahan pangan
yang diuapkan.
d. Lama pengeringan singkong selama 6 jam masih menunjukkan kadar air yang besar
sehingga perlu dikeringkan lebih lama.
e. grafik hubungan antara kadar air singkong dengan waktu pengeringan didapatkan
gambar kurva berbentuk linear dimana semakin lama waktu nilai kadar airnya semakin
menurun.
f. Grafik hubungan antara perubahan kadar air singkong dengan waktu didapatkan gambar
kurva linear dimana nilainya semakin lama semakin naik.
g. Energi yang diperlukan untuk menguapkan air adalah 50,2416 kJ, sedangkan kabinet
sebesar 21600 kJ. Sehingga efissiensi pengeringannya sebesar 0,2977 %.

LAMPIRAN

1.Perhitungan Kadar Air:


Jam ke-0 = %
8,5 − 7,2
x100
8,5

= 15,29 %

0,5 jam =
8 − 7,2
x100%
8

= 10 %

1 jam =
7,6 − 7,2
x100%
7,6

= 5,26 %

1,5 jam =
7,3 − 7,2
x100%
7,3
= 1,37 %

2. Besarnya Q
Q kabinet = daya x lama pengeringan
= 3000 wattx 7200
= 21600000 joule=21600 kJ
Q penguapan = ∑ air yang diuapkan x panas laten
= (1,07 – 0,75 ) kg x 48 kkal/kg
= 15,36 kkal x 4,1868 kJoule
= 64,309 kJ
Efisiensi pengering = Q penguapanQ kabinet x 100 %
= 64,30921600 x 100%
= 0,297%

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Prinsip Pengeringan. http://www.pdf-finder.com/pdf/prinsip
pengeringan-.com. Diakses hari Senin 29 November 2010 pukul 20.00 WIB
Anonim. 2010. Pengeringan. http://jut3x.multiply.com. Diakses hari Senin 29 November
2010 pukul 20.00 WIB
Desroiser, Normon. 1988. Dasar-Dasar Pengawetan Dengan Pengeringan. AVI
publishing Company, Inc. UI-Press. Jakarta.
Earle. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Teknologi Hasil Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Earle, RL. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Sastra Hudaya. Bogor
Hudaya, Saripah dan Setiasih Daradjat. Dasar-Dasar Pengawetan 1. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
Sediaoetama, Ahmad. 1988. Ilmu Gizi II. Dian Rakyat. Jakarta
Thamrin, Ismail. 2010. Rancang Bangun Alat Pengering Ubi Kayu Tipe Rak Dengan
Memanfaatkan Energi Surya. Jurusan Teknik Mesin Universitas Sriwijaya.
Palembang.
Tirtosastro, Samsuri et al. 2003. Perekayasaan Instalasi Pemanfaatan Udara Panas Buang
Pada Pengovenan Tembakau Virginia. Balai Penelitian Tanaman Tembakau Dan
Serat. Jurnal Littri Vol. 9 No. I, Maret 2003
Winarno dkk. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia. Jakarta.
Witono, Yuli Et Al. 2002. Kajian Teknologi Pembuatan Kelapa Parut Kering Yang Bermutu Dan
Berdaya Simpan Tinggi. Jurusan Teknologi Hasil Petanian Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jember. Hal 1-5

You might also like