You are on page 1of 9

PEMBUATAN PREPARAT ACETOLYSIS/POLLEN Caesalpinia pulcherrima Swartz

Disusun oleh : Ross Nurul Rohmah Maria Mardhitama M. Rizki Maulida Yeni Parera Yuni Lisniawati Ratna Mega Dwi P. Kelompok 5

B1J008126 B1J008128 B1J008130 B1J008127 B1J008135 B1J008136

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK TUMBUHAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2011

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Palinologi adalah ilmu yang mempelajari polen (serbuk sari) tumbuhan tinggi dan spora tumbuhan rendah. Palinologi juga mempelajari mengenai struktur, bentuk maupun preservasinya dibawah kondisi tertentu (Moore & Webb, 1978; Morley, 1990). Polen merupakan gametofit jantan pada tumbuhan Gymnospermae dan Angiospermae, sedang spora biasanya dihasilkan tumbuhan non vaskuler seperti alga, jamur, lumut serta tumbuhan vaskuler tingkat rendah yaitu paku-pakuan. Melalui pembelahan meiosis, sel induk mikrospora membelah manjadi empat sel haploid yang disebut mikrospora atau sering disebut sebagai butir polen (serbuk sari) dan spora (Kapp, 1969). Daya tahan polen sangat tinggi karena memiliki eksin yang keras dan secara kimia tidak mudah hancur oleh aktifitas mikroba, tingkat salinitas, kondisi basah, oksigen rendah, dan kekeringan (Moore et al., 1991). Bukti palinologi merupakan salah satu bukti tradisional yang digunakan dalam penyusunan sistematika tumbuhan. Selain ukuran dan bentuk, ciri polen adalah tipe, jumlah dan posisi apertur serta arsitektur dinding. Ciri morfologi polen tersebut semakin meningkat penggunaannya dalam taksonomi, terutama untuk mengoreksi kembali hubungan kekerabatan antara satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya dalam kelompok-kelompok takson (Erdtman, 1969). Walker (1999) menyatakan bahwa serbuk sari merupakan alat penyebaran dan perbanyakan generatif dari tumbuhan berbunga. Secara sitologi, serbuk sari merupakan sel dengan tiga nukleus, yang masingmasing dinamakan inti vegetatif, inti generatif I, dan inti generatif II. Sel dalam serbuk sari dilindungi oleh dua lapisan (disebut intine untuk yang di dalam dan exine yang di bagian luar), untuk mencegahnya mengalami dehidrasi. Umumnya butir-butir pollen dari setiap tetrad berpisah satu sama lain dan terdapat bebas dalam kantung polen. Butir-butir pollen dihubungkan oleh benang-benang viskin pada banyak species Onegraceae dan beberapa Leguminosae (Cruden dan Jensen, 1979). Beberapa tumbuhan seperti Ericaceae, butir-butir pollen tetap ada dalam tetrad bahkan sewaktu menjadi masak.pada tumbuhan tertentu seperti Acacia, tetrad berlekatan bersamasama dalam satu kelompok, yang dapat mengandng sebanyak 64 butir pollen

kelompok ini dijumpai dalam ruangan-ruangan yang terpisah yang dibentuk oleh perkembangan sekat-sekat melintang dalam kantung polen (Galil dan Zeroni, 1969). B. Tujuan

Tujuan praktikum pembuatan preparat pollen ialah untuk mengetahui bentuk pollen pada bunga Caesalpinia pulcherrima Swartz dan untuk megetahui langkah-langkah pembuatan preparat pollen (acetolysis).

II.

MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan preparat pollen/acetolysis, yaitu sentrifuge, tabung sentrifuge, botol vial, water bath, object glass, cover glass, dan mikroskop. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan preparat pollen/acetolysis, yaitu pollen bunga Caesalpinia pulcherrima Swartz, akuades, asam asetat glasial, asam sulfat (H2SO4), glycerin jelly, dan zat warna safranin. B. Cara Kerja Cara kerja yang digunakan dalam pembuatan preparat pollen/acetolysis adalah sebagai berikut: 1. Alat dan bahan yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. 2. Pollen yang telah diambil dari antera, dikumpulkan dalam tabung (vial) yang sudah berisi asam asetat glasial. Bahan tersebut dibiarkan selama 24 jam. 3. Pollen dipindahkan ke dalam tabung centrifuge, kemudian dicentrifuge. 4. Campuran dibuang dan diganti dengan H2SO4 sebanyak 3 tetes. 5. Tabung dipanaskan dalam waterbath dari temperatur kamar sampai mendidih. 6. Pemanasan dihentikan setelah mendidih dan tabung didiamkan selama 15 menit. 7. Tabung dicentrifuge dan setelah itu cairan dibuang dan diganti dengan akuades. Hal ini dilakukan sampai larutan tidak berbau asam asetat glasial. 8. Larutan diteteskan di atas object glass. 9. Diamati di bawah mikroskop. 10. Bila gelap, bleaching dengan asetat glasial dan Na Cloral sebanyak 2-3 tetes. 11. Buang cairan tersebut, ganti dengan akuades sebayak 2-3 kali, kemudian sentrifuge. 12. Akuades diganti dengan gliserin jelly dan pewarna safranin.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Keterangan: 1. Corolla (Mahkota bunga) 2.Calyx (Kelopak bunga) 3. Pedicel (Tangkai bunga) 4. Filamen (Tangkai sari) 5. Anther (Kepala sari)

Gambar 1. Bunga Caesalpinia pulcherrima Swartz

1 2 3

Keterangan: 1. Aperture Tipe Ruga 2. Intin 3. Eksin

Gambar 2. Pollen Caesalpinia pulcherrima Swartz

B. Pembahasan Caesalpinia pulcherrima Swartz merupakan Bunga majemuk tak berbatas (inflorescentia racemosa, inflorescentia botryoldes atau inflorescentia

centripetala), yaitu ibu tangkainya dapat tumbuh terus, dengan cabang-cabang dapat bercabang lagi atau tidak, dan mempunyai susunan acropetal (semakin muda semakin dekat dengan ujung ibu tangkai), dan bunga mekar berturut-turut dari bawah ke atas. Jika dilihat dari atas, nampak bunga mulai mekar dari pinggir menuju ke pusat, maka bunga dinamakan inflorescentia centripetal (Qaiser and Perveen, 1997). Jumlah benang sari dua kali jumlah daun tajuknya; benang sari biasanya tersusun 2 lingkaran, lingkaran luar dan dalam. Caesalpinia pulcherrima Swartz berdasarkan duduknya terhadap daun tajukyaitu tipe diplostemon, yaitu benang-benang sari pada lingkaran luar duduk berseling dengan daun-daun tajuk (Fergusson and Pearce, 1984). Butir pollen yang muda mempunyai vakuola sentral yang besar, tetapi oleh karena proses pemasakan nukleus menjadi lebih besar dan sitoplasma menjadi lebih padat dan bertambah jumlahnya, sehingga sewaktu butir pollen itu masak, sitoplasma menyebabkan vakuola menghilang. Butir pollen yang masak mengandung pati dalam jumlah besar, atau pada species tertentu substansi lemak diserap oleh tapetum. Pati menghilang dari butir polen selama proses pemasakan anter, sedangkan pada yang lainnya pati mengalami disintegrasi hanya pada tabung pollen. Terdapat hubungan antara disintegrasi pati dengan tekanan osmotik yang tinggi dari tabung pollen yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat pada sel-sel stilus yang dilewati tabung tersebut (Fahn, 1995). Anther dari masing-masing bunga merak (Caesalpinia pucherrima Swartz) yang telah mekar dan memiliki warna pollen kuning diambil. Anther kemudian dimasukan dalam botol flakon yang telah diisi alkohol 70%. Kemudian serbuk sari yang sudah dicuci difiksasi dalam larutan Asam Asetat Glasial (AAG) 45% selama 24 jam. Serbuk sari dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan cairan diganti dengan cairan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat dengan perbandingan 9:1. Panaskan dalam waterbath selama 1 menit, kemudian diamkan kurang lebih 1015 menit. Sentrifusi selama 3 menit. Cairan dibuang, ganti dengan akuades hingga tidak tercium bau asam sulfat (H2SO4). Lihat dan amati di mikroskop.

Apabila gelap, bleaching dengan asetat glacial dan Na Cloral ditambahkan HCl 23 tetes. Cairan dibuang, ganti dengan akuades 2 atau 3 kali, kemudian sentrifugasi. Akuades diganti dengan gliserin jelly dan safranin yang berfungsi untuk mengawetkan dan mewarnai pollen tersebut (Aprianty, 2008). Ciri-ciri butir pollen yang masak, yaitu pola ukiran yang retikulat, bergaris-garis atau lainnya yang nampak di permukaan sebagian besar butir pollen, disebabkan oleh susunan bakula yang khusus. Bahan lipoid yang terdapat pada eksin di banyak tumbuhan, selain dari duri serta alat tambahan lainnya yang terdapat pada dinding butir pollen, membantu adhesi pollen terhadap insecta yang melakukan penyerbukan. Butir-butir pollen yang lonjong lebih umum dijumpai pada monokotil dibandingkan dikotil. Monokotil, butir pollen pada tetrad tunggal biasanya tersusun dalam satu bidang, sedangkan dalam dikotil susunannya biasanya tetrahedral. Butir pollen yang tersusn dalam satu bidang agak berbentuk kapal, dan bersifat bilateral simetris. Butir pollen tumbuhan monokotil biasanya mempunyai satu apertur, sedangkan pada dikotil biasanya ada tiga. Tipe pollen, pola dari pori-pori serta kerutan-kerutan mendukng adanya hubungan yang erat terhadap geometri kontak dari mikrospora selama asosiasinya dalam tetrad (Wodehouse, 1935).

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses pembuatan preparat pollen bunga Caesalpinia pulcherrima Swartz menggunakan metode acetolysis.

B. Saran Praktikum pembuatan preparat dengan metode acetolysis ini, pada saat memasukkan pollen ke dalam kuvet untuk sentrifuge, sebaiknya menahan nafas. Apabila menghirup bau larutan H2SO4, dapat menyebabkan sakit pada hidung karena bau yang sangat kuat dari larutan tersebut. Saat membilas dengan akuades, tabung dimiringkan, dan jangan dimiringkan lagi. Dikhawatirkan, serbuk sari yang terdapat didalamnya akan ikut terbuang pada saat pembilasan. Kesabaran serta ketelitian amat diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA Cruden, R. W., dan Jensen K. G. 1979. Viscin Threads, Pollination Effeciency and Low Pollen Ovule Ratios. Am J. Bot. New York Erdtman, G. 1969. Handbook of Palinology, Morfology-Taxonomy-Ecology. An Introduction to Study of Pollen Grains and Spores. Hapner Publishing CO. New York. Fahn, A. 1982. Anatomi Tanaman. Diterjemahkan oleh A. Soediarta., R.M. Trenggono, K., Machmud, N., Hilda, A Edisi Ketiga. Gajah Mada Universitas Press. Yogyakarta. Ferguson, I.K. & Pearce, K.J. 1984. Observations On The Pollen Morphology Of The Genus Bauhinia L. (Leguminosae: Caesalpinioideae) In The Neotropics. In: Blackmore, S. & Ferfuson, I.K. (eds.) Pollen and Spores: From and function. Academic Press, London, Pp. 283-296 Galil, J., dan Zeroni, M. 1969. The Organization of The Pollinium in Asclepias curassavica. Bot Gaz. Kapp, R.0. 1969. How to Know Pollen and Spores. WM.C. Brown Company Publishers Dubuque, Lowo. Moore, P.D., J.A. Webb andM.E. Collinson. 1991. Pollen Analysis. Blackwell Scientific Publication Oxford. London Qaiser, Mohammad dan A. Perveen. 1997. Pollen Flora of Pakistan - X. Leguminosae (Subfamily: Caesalpinioideae). Research Article: Tr. J. of Botany 22 (1998) 145-150 , TBITAK. Pakistan Wodehouse, R. P. 1935. Pollen Grains. McGraw-Hill, New York.

You might also like