You are on page 1of 8

Avian Influenza H5N1

AVIAN INFLUENZA

1.Pendahuluan Influenza burung atau avian influenza merupakan penyakit infeksi akibat virus influenza tipe A yang biasa mengenai unggas. Virus influenza sendiri termasuk kedalam famili orthomyxoviruses yang terdiri dari 3 tipe, yaitu tipe A,B, dan C. virus influenza tipe B dan C dapat menyebabkan penyakit pada manusia dengan gejala yang ringan dan tidak fatal sehingga tidak menjadi suatu masalah. Virus influenza tipe A dibedakan menjadi banyak subtipe berdasarkan petanda berupa tonjolan protein pada permukaan virus. Ada 2 protein petanda virus influenza A. yaitu hemaglutinin, dilambangkan dengan H dan protein neuramidase dilambangkan dengan N. ada 15 macam protein H, H1 sampai H15, sedangkan N terdiri dari 9 macam, N1 sampai N9. Kombinasi dari kedua protein ini bisa menghasilkan banyak sekali varian subtipe dari virus influenza A. Semua subtipe dari virus influenza A ini dapat menginfeksi unggas yang merupakan penjamu alaminya, sehingga virus influenza A disebut juga sebagai avian influenza. Dilain pihak, tidak semua subtipe virus influenza A menyerang manusia. Subtipe yang lazim pada manusia adalah subtipe H1,H2,H3 serta N1 dan N2 dan disebut sebagai human influenza. Penyebab kehebohan dari avian influenza adalah virus influenza A subtipe H5N1. Virus ini digolongkan sebagai highly pathogenic avian influenza (HPAI).

2. Sifat-sifat virus influenza Virus influenza pada unggas mempunyai sifat dapat bertahan hidup pada air sampai 4 hari pada suhu 22C dan lebih dari 30 hari pada suhu 0C. didalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas sakit dapat hidup lama, tetapu mati pada pemanasan 60C selama 30 menit atau 56C selama 3 jam dan pemanasan 80C selama 1 menit. Virus akan mati dengan deterjen disinfektan misalnya formalin, cairan yang mengandung iodin dan alkohol 70%. Salah satu ciri yang penting dari virus influenza adalah kemampuannya untuk mengubah antigen permukaannya (H dan N) baik secara mendadak maupun lambat (bertahun-tahun). Peristiwa terjadinya perubahan struktur antigen

Kurniawan[05120001] Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Page 1

Avian Influenza H5N1

permukaan yang terjadi secara singkat disebut antigenic shift. Bila perubahan antigen permukaan terjadi hanya sedikit, disebut antigenic drift. Antigenic shift hanya terjadi pada virus avian influenza A sedangkan antigenic drift terjadi pada influenza B, sedangkan virus influenza C relatif stabil. Teori yang mendasar terjadinya antigenic shift adalah adanya penyusunan kembali daru gen-gen H dan N diantara human dan avian infulenza viruses melalui perantara host ketiga. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa adanya proses antigenic shift akan memungkinkan terbentuknya varian virus baru yang lebih ganas, sehingga keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi sistemik yang berat karena sistem imun host baik seluler maupun humoral belum sempat terbentuk. Sejak dulu diduga kondisi yang memudahkan terjadinya antigenic shift adalah adanya penduduk yang bermukim didekat daerah peternakan unggas dan babi. Karena babi bersifat rentan terhadap infeksi baik oleh avian maupun human influenza virus, maka hewan tersebut dapat berperan sebagai bahan pencampur (mixing vessel) untuk penyusunan kembali gen-gen yang berasal dari kedua virus tersbut, sehingga menyebabkan terbentuknya subtipe virus yang baru. Akhir-akhir ini diketahui adanya mekanisme sekunder untuk terjadinya perubahan ini. Buktibukti adanya menunjukan bahwa setidaknya-tidaknya ada beberapa dari subtipe virus influenza yang terdapat pada populasi burung dimana manusia dapat berfungsi sebagai lahan pencampur. Bukti yang nyata akan peristiwa ini adalah terjadinya pandemi pada tahun 1957 oleh subtipe virus H2N2 dan tahun 1968 oleh virus H5N2.

3. Penularan kepada manusia Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan demikian Indonesia merupakan negara kelima di Asia setelah Hongkong, Thailand, Vietnam, dan Kamboja yang terkena avian influenza pada manusia. Hingga Agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus A pada manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologis berupa biakan atau PCR. Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja, dan terakhir dari Indonesia. Sebagian besar kasus konfirmasi WHO diatas, sebelumnya mempunyai riwayat kontak yang jelas unggas atau produk unggas. Disimpulkan sementara

Kurniawan[05120001] Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Page 2

Avian Influenza H5N1

bahwa jalur paling mungkin terjadinya infeksi avian influenza pada manusia adalah dari unggas ke manusia. Mengenai penularan dari menusia ke manusia mungkin didasarkan kepada adanya 3 laporan 3 kasus konfirmasi avian influenza pada satu keluarga di Thailand. Hanya 1 kasus yang mempunyai riwayat kontak dengan unggas, yaitu menugubur ayam mati. Dua kasus lainnya sama sekali tidak mempunyai riwayt kontak dengan unggas, namun hanya berhubungan dengan kasus pertama. Hingga agustus 2005, sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang terkonfirmasi hanya sedikit diatas seratus. Dengan demikinan walau terbukti adanya penularan dari unggas ke manusia, proses ini tidak terjadi dengan mudah. Terlebih lagi penularan antar manusia, kemungkinannya lebih kecil lagi.

4. Patogenesis Penyebaran virus avian influenza terjadi melalui dropelt di udara dimana virus dapat bertahan pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus berasal. Virus avian influenza manusia dapat berikatan dengan alpha-2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari membran sel dimana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai peyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlengkatan virus dengan sel epitel saluran napas dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung protein neuramidase pada permukaannya dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran pernapasan untuk kemudian bereplikasi didalam sel tersebut.

Kurniawan[05120001] Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Page 3

Avian Influenza H5N1

Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalam piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.

5. Manifestasi Klinis Masa inkubasi avian influenza sangat pendek yaitu 3 hari, dengan rentang 2-4 hari. Manifestasi klinis avian influenza pada manusia terutama terjadi di sistem respiratorik mulai dari yang ringan sampai berat. Manifestasi klinis avian influenza secara umum sama dengan gejala ILI (influenza like illness), yaitu batuk, pilek, dan demam. Demam biasanya cukup tinggi, yaitu >38C. gejala lain berupa sefalgia, nyeri tenggorok, mialgia, dan malaise. Adapun keluhan gastro-intestinal berupa diare dan keluhan lain berupa konjungtivitis. Spektrum klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, flu ringan sampai berat, pneumonia, dan banyak yang berakhir dengan ARDS (acute respiratory distress syndrome). Perjalanan klinis avian influenza umumnya berlangsung sangat progresif dan fatal sehingga sebelum terfikir tentang avian influenza, pasien sudah meninggal. Mortalitas penyakit ini hingga laporan terakhir sekitar 50%. Kelainan laboraturium rutin yang hampir selalu dijumpai adalah leukopenia, limfopenia, dan trombositopenia. Cukup banyak kasus yang mengalami gangguan ginjal berupa peningkatan nilai ureum dan kreatinin. Kelainan gambaran radiologis thoraks yang berlangsung sangat progresif dan sesuai dengan manifestasi klinisnya namun tidak ada gambaran yang khas. Kelainan foto thoraks bisa berupa infiltrat luas bilateral difus, multilokasl, atau tersebar (patchy), atau dapat berupa kolaps lobar.

6. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Diagnostik Uji konfirmasi

Kurniawan[05120001] Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Page 4

Avian Influenza H5N1

Kultur dan identifikasi virus Uji real time nested PCR untuk H5 Uji serologi o Immunoflouresence (IFA) ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoklonal influenza A H5N1 o Uji netralisasi : didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influenza A H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi o Uji penapisan : a) Rapid test untuk mendeteksi influenza b) H1 test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1 c) enzyme immunoessay (ELISA) untuk medeteksi H5N1

Pemeriksaan Lain Hematologi : hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total limfosit. Umumnya ditemukan leukopenio, limfositopeni, atau trombositopeni Kimia : albumin/globulin, SGOT/SGPT, ureum, kreatini, kreatinin kinase, analisis gas darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT/SGPT, peningkatan ureum dan kratinin, peningkatan kreatinin kinase, analisis gas darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboraturium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan. Pemeriksaan Radiologis : pemeriksaan foto thoraks PA dan lateral. Dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang menunjukan bahwa kasus ini adalah pneumonia. limfositosis relatif dan

7. Defenisi Kasus Departemen Kesehatan RI membuat kriteria diagnosis flu burung sebagai berikut : Pasien dalam observasi Seseorang yang menderita demam >38C disertai satu atau lebih gejala : a) demam b) sakit tenggorokan c) pilek d) napas pendek/sesak napas (pneumonisa) dimana belum jelas ada atau tidaknya kontak dengan unggas yang mati sakit/mati mendadak yang belum diketaui penyebab dan produk mentahnya. Pasien dalam observasi klinis, epidemiologis dan pemeriksaan laboraaturium.

Kurniawan[05120001] Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Page 5

Avian Influenza H5N1

Kasus Suspek AI H5N1 (under investigation atau dalam pengawasan) Seseorang yang menderita demam/panas >38C disertai satu atau lebih gejala berikut : a) batuk b) sakit tenggorokan c) pilek d) napas pendek/sesak napas e) pneumonia dan diikuti satu atau lebih keadaan dibawah ini : 1) pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit atau mati mendadak yang tidak diketahui penyebabnya; dan produk mentahnya dalam 7 hari terakhir sebelum gejala muncul. 2) Pernah tinggal didaerah yang terdapat kematian unggas yang tidak biasa dalam 14 hari terakhir sebelum gejala muncul. 3) Pernah kontak dengan penderita H5N1 konfirmasi dalam 7 hari terakhir sebelum gejala muncul 4) Pernah kontak dengan spesimen AI H5N1 dalam 7 hari terakhir (bekerja di laboraturium untuk AI) 5) Ditemukan leukopenia 3000/l 6) Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan H1 test menggunakan eritrosit kuda atau tes ELISA untuk influenza A tanpa subtipe Atau kematian akibat ARDS dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini: Leukopenia atau limfopenia (relatif/diff count) dengan atau tanpa trombisitopenia (trombosit < 150.000) Foto thoraks menggambarkan pneumonia atipikal atau infiltrat di kedua sisi paru yang makin meluas pada serial

Kasus Probabel AI H5N1 Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini : Ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4 kali terhadap H5 dengan pemeriksaan H1 test menggunakan erotrosit kuda atau ELISA test Hasil laboraturium terbatas untuk influenza H5 (dideteksi antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan neutralisasi tes Dalam waktu singkat menjadi pneumonia berat/gagal napas/ meninggal dan terbukti tidak ada penyebab lain.

Kurniawan[05120001] Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Page 6

Avian Influenza H5N1

Kasus Konfirmasi H5N1 Kasus suspek atau probabel dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini : Kultus virus positif influenza A H5N1 PCR positif influenza A H5N1 Pada IFA test ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoklonal influenza A H5N1 Kenaikan titer antibodi spesifik influenza A H5N1 sebanyak 4 kali fslsm paired serum dengan uji netralisasi

Kelompok Resiko Tinggi Kelompok yang perlu diwaspadai dan beresiko tinggi terinfeksi virus AI adalah : Pekerja peternakan / pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan & insinyur peternakan) Pekerja laboraturium yang memproses sampel pasien/unggas terjangkit Pengunjung peternakan/pemrosesan unggas (1 minggu terakhir) Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/ mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari terakhir Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir

Kriteria Rawat Suspek flu burung dengan gejala klinis berat, yaitu : 1) sesak napas degan frekuensi napas 30 kali/menit 2) nadi 100 kali/menit. Ada gangguan kesadaran 3) kondisi umum lemah Suspek dengan leukopenia Suspek dengan gambaran radiologi pneumonia Kasus probabel dan konfirmasi

8. Penatalaksanaan

Kurniawan[05120001] Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Page 7

Avian Influenza H5N1

Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah : istirahat, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik, perawatam respirasi,

antiinflamasi, dan imunomudulator. Mengenai antiviral, maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat : 1) Penghambat M2 : a) Amantadin (symadine), b) Rimantidin (flumadine). Dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/KgBB selama 3-5 hari 2) Penghambat neuramidase (WHO) : a) Zanamivir (relenza), b) Oseltamivir (tami-flu). Dengan dosis 2x75 mg selama 1 minggu Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberiksan petunjuk sebagai berikut : Pada kasus suspek flu burung diberikan oseltamivir 2x75 mg selama 5 hari, simtomatik dan antibiotik jika ada indikasi Pada kasus probable flu burung diberikan oseltambivir 2x75 mg selama 5 hari , antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS. Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi digunakan oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari.

Kurniawan[05120001] Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Page 8

You might also like