Professional Documents
Culture Documents
INDONESIA
1
INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT INDONESIA Teks Asli oleh: InfoSAWIT Magazine Foto Oleh: InfoSAWIT Magazine 2011, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia PT. Mitra Media Nusantara Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak seluruh atau sebagian isi buku ini tanpa izin tertulis Penerbit
Daftar Isi
4 Sambutan Menteri Perindustrian 5 Sambutan Dirjen 7 Bab I. Industri Perkebunan a. Luas Kebun Sawit b. Penyebaran Perkebunan Per Propinsi c. Produktivitas d. Produksi Kelapa Sawit Indonesia e. Pabrik Kelapa Sawit f . Ekspor CPO per Negara dan turunannya 2010 12 Bab II. Industri Hilir Kelapa Sawit a. Refinery b. Oleokimia c. Biodiesel 15 Bab III. Kawasan Industri a. Sei Mangkei b. Dumai, Riau c. Maloy 22 Bab IV. Dukungan Pemerintah
SAMBUTAN SINGKAT MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pada kegiatan PROMOSI INVESTASI INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT NASIONAL TAHUN 2011
Indonesia merupakan produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dengan produksi 20 juta ton pada tahun 2010 dan akan terus meningkat karena ditunjang oleh perluasan perkebunan kelapa sawit dan produktivitas lahan. Dari tahun ke tahun, luas perkebunan kelapa sawit mengalami pertumbuhan sebesar 11,8% dengan luas total tahun 2010 mencapai 8,1 juta Ha dan pertumbuhan produksi CPO mencapai 12 % per tahun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Akan tetapi, perlu dicermati bahwa CPO masih dieskpor dalam bentuk mentah sehingga nilai tambah produksi berupa produk oleofood dan oleokimia masih dinikmati oleh negara lain. Dengan potensi ketersediaan bahan baku berupa CPO dan CPKO (Crude Palm Kernel Oil) maka Indonesia berpeluang menjadi pemain pasar utama bagi industri turunan kelapa sawit (oleofood dan oleokimia). Pertumbuhan industri oleofood dan oleokimia akan mampu meningkatkan dinamika perekonomian nasional yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Upaya menumbuhkan industri hilir kelapa sawit diinisiasi oleh kegiatan promosi investasi sehingga akan menarik aliran modal langsung (Foreign Direct Investment) bagi pengembangan industri. Tujuan promosi investasi tersebut antara lain mempromosikan potensi industri, menjaring potensi investasi, dan memperluas jaringan pemasaran produk hilir kelapa sawit (oleofood dan oleokimia) nasional. Hal tersebut menjadi penting untuk memperkenalkan produk-produk industri CPO Indonesia masuk pada jaringan pasar internasional dan meningkatkan aliran modal ke dalam negeri. Pemerintah Indonesia telah merancang berbagai program klaster industri hilir kelapa sawit (IHKS) untuk menciptakan integrasi rantai nilai industri hulu hilir yang berpotensi meningkatkan daya saing industri oleofood dan oleokimia di tingkat global. Beberapa lokasi klaster yang siap ditawarkan kepada calon investor antara lain Sei Mangkei Sumatera Utara, Dumai Kuala Enok Riau, dan Maloy Kalimantan Timur. Ke depan lokasi klaster industri hilir kelapa sawit akan diperluas menjadi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Papua. Saya menyambut baik dan memberikan dukungan bagi terselenggaranya kegiatan promosi industri kelapa sawit nasional tahun 2011. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan produk-produk industri CPO Indonesia semakin dikenal secara internasional sehingga ke depannya diharapkan semakin banyak investasi yang masuk ke Indonesia untuk pengembangan produk-produk industri berbasis oleo food dan oleokimia. Semoga hasil dari kegiatan promosi ini dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi perkembangan industri hilir turunan kelapa sawit di Indonesia. MENTERI PERINDUSTRIAN
MOHAMAD S HIDAYAT
Perkebunan kelapa sawit dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, tercatat pada tahun 2009 luas perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 7,9 juta ha dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 11,8%. Pada 2010, luas lahan perkebunan kelapa sawit di prediksi sebesar 8,1 juta ha, dimana komposisi kepemilikan sebesar 43% petani, 8,5% perkebunan besar negara dan sisanya 48,5 % perkebunan besar swasta.
Sumber: Kementerian Pertanian RI, Gapki, Pusat Data InfoSAWIT, 2011.
Uraian
2000 4.158.079
2001 4.713.435
2002 5.067.058
2003 5.283.557
2004 5.284.723
2005 5.453.817
2006 6.594.914
2007 6.766.836
2008 7.008.000
2009 7.900.000
2010* 8.100.000
6 6
Jambi : Perkebunan: 454.771 Ha CPO: 898.640 Ton Sumatera Utara : Perkebunan: 1.026.644 Ha CPO: 3.200.673 Ton
Sumatera Barat : Perkebunan: 305.871 Ha CPO: 839.640 Ton Papua : Perkebunan: 25.926 Ha CPO: 56.738 Ton
7 7
C. PRODUKTIVITAS
Produktivitas CPO Indonesia rata-rata mencapai 3 ton/ha/tahun, cukup stabil hingga tahun 2009. Saat ini pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas CPO Indonesia dengan cara menerapkan best management practice di perkebunan kelapa sawit, selain terus menghasilkan bibit unggul sawit.
Sumber: Kementerian Pertanian RI, Gapki, Pusat Data InfoSAWIT, 2011. Indikator
*) Prediksi
Satuan
2000 2,78
2001 2,84
2002 2,91
2003 3,05
2004 2,83
2005 2,93
2006 3,50
2007 2,99
2008 2,74
2009 2,94
2010* 2,98
Produktivitas Kg/Ha
Produksi CPO Indonesia sepanjang sepuluh tahun terakhir terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sekitar 12% setiap tahunnya.
Sumber: Kementerian Pertanian RI, Pusat Data InfoSAWIT, 2010.
*) Prediksi
1. NAD 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Kepulauan Riau 6. Jambi 7. Sumatera Selatan 8. Bangka Belitung 9. Bengkulu 10. Lampung 11. DKI Jakarta 12. Jawa Barat 13. Banten 14. Jawa Tengah 15. DI Jogjakarta 16. Jawa Timur 17. Bali 18. Nusa Tenggara Barat 19. Nusa Tenggara Timur 20. Kalimantan Barat 21. Kalimantan Tengah 22. Kalimantan Selatan 23. Kalimantan Timur 24. Sulawesi Utara 25. Gorontalo 26. Sulawesi Tengah 27. Sulawesi Selatan 28. Sulawesi Barat 29. Sulawesi Tenggara 30. Maluku 31. Maluku Utara 32. Papua 33. Papua Barat Indonesia
5.500.000 5.000.000 4.500.000 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 Bangladesh China Uni Eropa India Pakistan USA Others
10
11
OLEIN
ASAM AMINO
PFAD
Vit. A,E
KAROTEN
STEARIN
ES KRIM
LIPASE
SOAP CHIP
ASAM LEMAK
MINYAK GORENG
MINYAK GORENG
SHORTENING
METIL ESTER
SABUN CUCI
FAT POWDER
KOSMETIKA SHORTENING SABUN VEGETABLE GHEE VANASPATI COCOA BUTTER SUBSTITUTE (CBS)
SURFAKTAN
ESTER ASAM LEMAK: PALMITAT/PROPAND STEARAT METIL ESTER SULFONAT OLEAT/GLYCOL PROPYLENE GLYCOL
METALIC SALT: OLEAT / Ba PALMITAT STEARAT / Ca, Zn STEARAT / Ca, Mg STEARAT / Al, Li OLEAT / Zn, Pb
POLYETHOXYLATE DERIVATIVES: PALMITAT/ETHYLENE PROPYLENE OXIDE STEARAT/ETHYLENE PROPYLENE OXIDE OLEIC ACID DIMER ETHYLENE PROPYLENE OXIDE
FATTY AMINES : SECONDARY C16 & C18 / ETHOXYLATED BETAIN C16 & C16 / ETHOXYLATED
OXYGENATED FATTY ACID / ESTER : EPOXY STEARIC / OCTANOL ESTER EPTHIO STEARIN MONO & POLYHYDRIC ALCOHOL ESTER
FATTY ALCOHOL C16 & C18 ALCOHOL / SULPHATED C16 & C18 ALCOHOL / ESTERIFIED WITH HIGHER SATURATED FATTY ACID C16 & C16 ALCOHOL / ETHOXYLATION MONOGLISERIDA ETHOXYLATION
FATTY ACID AMIDES : STEARAMIDE ALKANOLAMIDES SULPHATED ALCANOLAMIDE OF PALMITAT, STAERIC & OLEIC ACIDS OLEAMIDE
GLICEROL
FOOD EMILSIFIER
12 12
B. OLEOKIMIA
A. REFINERI
Setiap tahunnya industri minyak goreng yang diproses lewat refineri kerap membutuhkan bahan baku CPO sekitar 4 hingga 5 juta ton. Saat ini tercatat Indonesia memiliki 94 refineri yang tersebar di 19 propinsi.
Jumlah Pabrik (unit) 2 13 3 8 2 5 4 8 8 5 9 1 11 2 5 1 5 1 1 94
Selain memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia juga terus mengembangkan industri turunan kelapa sawit, salah satunya industri oleokimia. Hingga saat ini, di Indonesia tercatat sembilan produsen oleokimia dasar yang memproduksi fatty acid, fatty alcohol dan glycerine. Kapasitas terpasang fatty acid mencapai 986.000 ton/tahun, fatty alcohol mencapai 490.000 ton/ tahun dan glycerine mencapai 141.700 ton/tahun.
No 1 NAD
Propinsi
Fatty Acid
45 91 80 50 320 60 120 130 90 986
Fatty Alcohols
350
Glycerine
24 10 8 5,1
1 PT Ecogreen (Medan & Batam) 2 PT Sumiasih, Bekasi 3 PT SOCI MAS, Medan 4 PT Flora Sawita Chemindo, Medan (Bakrie Group) 5 PT Musim Mas, Medan 6 PT Domba Mas, Kuala Tanjung (Bakrie Group) 7 Wilmar Group, Gresik 8 PT Nubika Jaya, Kisaran 9 PT Ciasadane Raya Chemical, Tangerang Total
2 Sumatera Utara 3 Sumatera barat 4 Riau 5 Jambi 6 Sumatera Selatan 7 Lampung 8 DKI Jakarta 9 Jawa Barat 10 Jawa Tengah 11 Jawa Timur 12 Banten 13 Kalimantan Barat 14 Kalimantan Timur 15 Sulawesi Utara 16 Sulawesi Tengah 17 Sulawesi Selatan 18 Gorontalo 19 Papua Barat Total
100 40
30 4,6 30 20 10
490
141,7
13 13
C. BIODIESEL
Sumber energi berbasis fosil, kini mengalami kendala lingkungan dan dihadapkan pada kian menipisnya cadangan, maka dunia mencari energi alternatif pengganti minyak fosil, salah satunya biodiesel dari sawit (fatty acid methyl ester). Faktanya biodiesel sawit memiliki emisi jauh lebih rendah dari minyak fosil. Di Indonesia tercatat ada sekitar 20 produsen biodiesel sawit dengan total kapasitas terpasang mencapai 3,07 juta ton/tahun.
14
Guna mengembangkan industri nasional pemerintah membentuk 6 koridor ekonomi, diantaranya sentra produksi, hasil bumi dan lumbung energi nasional yang di pusatkan di koridor Sumatera. Sementara produksi dan pengolahan hasil tambang difokuskan pada koridor Kalimantan. Lantas untuk pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian pangan, perkebunan dan perikanan masuk dalam koridor Sulawesi, Maluku Utara. Koridor Jawa, Bali, dan Papua masing-masing untuk koridor pendorong industri dan jasa nasional, gerbang pariwisata nasional dan pengolahan sumber daya alam. Guna lancarnya pembagian sistem koridor tersebut pemerintah mengembangkan kawasan industri untuk mengintegrasikan antara industri hulu dan hilir. Khusus untuk pengembangan kawasan industri berbasis oleokimia, pemerintah menentukan 3 kawasan industri strategis yakni, Sei Mangkei di Sumatera Utara, Dumai di Riau dan Maloy di Kalimantan Timur.
Sumber: Kementerian Perindustrian RI, 2011.
15
pabrik kelapa sawit milik PTPN III mampu memproduksi 165 ton TBS/jam. Sementara PKS dari perusahaan perkebunan pemerintah lainya yang ada didaerah itu mampu memproduksi 300 ton TBS/ jam dan PKS swasta memiliki kapasitas produksi 104 ton/jam. Sementara untuk bongkar muat CPO dipusatkan di Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai dermaga ekspor dari kawasan industri Sei Mangkei. Dari 3 dermaga yang ada di pelabuhan tersebut, dermaga B dan C digunakan sebagai tempat pengiriman CPO. Tercatat dermaga B memiliki panjang 150 m, lebar 19 m dan kedalaman 6 MLWS. Sementara itu, dermaga C mempunyai panjang 80 m, lebar 30 m dan kedalaman 11 M.LWS. Infrastruktur saat ini yang sudah terbangun adalah ketersediaan air dan pasokan energi listrik, akses jalan menuju kawasan industri klaster serta dekat dengan kota.
Sumber: PT Perkebunan Nusantara III, 2011.
16
Infrastruktur jalan
Drainase
2013 - 2014
- Membangun industri basis oleokimia lainnya - Mengembangkan industri turunan oleokimia
2011 - 2012
Mengembangkan industri biodiesel, surfaktan, betakaroten dan fatty alcohol
2012 - 2013
Mengembangkan industri biodiesel, surfaktan, betakaroten dan fatty alcohol
2009 - 2010
- Pengembangan infrastruktur - Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit berkapasitas 75 ton TBS/ jam
2010 - 2011
- Membangun dua Biomassa Power Plant masing-masing berkapasitas 3,5 MW - 400 tpd kcp - Membangun Biogas Power Plant berkapasitas 2,2 MW
17
1 Kabupaten Rokan Hulu 2 Kabupaten RokanHilir 3 Pekanbaru 4 Kota Dumai 5 Kabupaten Bengkalis 6 Kabupaten Siak 7 Kabupaten Pelalawan 8 Kabupaten Indragiri Hilir 9 Kabupaten Indragiri Hulu 10 Kabupaten Kuansing 11 Kabupaten Kampar
Sumber: Dinas Perkebunan Riau, Pusat Data InfoSAWIT
18
Dukungan Infrastruktur
Pemerintah daerah pun telah mengalokasikan lahan kawasan industri seluas 5.000 ha, namun saat ini baru terpakai seluas 300 ha oleh pihak swasta. Pelabuhan Dumai dapat disinggahi kapal berbobot 2030 ribu DWT dan bongkar muat CPO mencapai 6 juta ton/ tahun. Sementara Pelabuhan Kawasan Industri Dumai memiliki kedalaman 14 m dan mengakomodir kapal berbobot 50 ribu DWT.
Investasi di Riau: PT. Sari Dumai Sejati (refeneri CPO kapasitas 2.500 ton/hari) dan perluasan pabrik PKO serta Pelabuhan Khusus (Pelsus). PT. Semen Padang (Pelsus). PT. Ketam Putih(Pelra & Gudang) PT. Indo Bio Fuels (Pabrik Biodiesel) PT. Pacific Inter Link (Refineri CPO cap 3.000 ton/hr) PT. Berlian Laju Tankers Tbk (Pelabuhan & PetiKemas) PT. Dumai Refinery PT. BKR (Perluasan)
Memiliki posisi strategis berada di jalur selat malaka. Kawasan Dumai, kondisi keamanan yang relatif baik. Berada di kawasan pesisir dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (8,65% per tahun). Hinterland perkebunan kelapa sawit yang sangat luas di Riau, berdasarkan statistik perkebunan 2007, luas lahan 1.612.382 ha, produksi CPO 5.119.270 ton, dihasilkan dari 130 PKS dengan kapasitas 5.645 ton TBS/jam. Pusat penghasil minyak bumi yang terbesar di indonesia. Sebagai pintu keluar dan masuk, menuju pusat bisnis dikawasan regional maupun internasional. Memiliki empat kawasan industri, salah satunya adalah kawasan industri swasta yang beroperasi dengan memiliki luas lahan 1.000 ha, dilengkapi sarana dan Prasarana penunjang. Tersedianya pelabuhan dan infrastruktur (jalan, telepon, dan air bersih). Telah ada kawasan industri seluas 5.084 ha yang terpisah dari kawasan pemukiman. Sasaran pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit di Dumai
Jangka Menengah Meningkatkan pengolahan lebih lanjut atau diversifikasi industri turunan minyak sawit. Untuk non pangan terutama di arahkan pada produk: surfaktan, biodiesel, pelumas, gemuk dan bahan aditif untuk bahan bakar. Untuk pangan: minyak goreng, margarin, tokoferol, dll Meningkatkan pasokan bahan baku CPO/PKO untuk industri dalam negeri. Meluasnya pasar ekspor industri turunan minyak sawit. Jangka Panjang Menjadi produsen turunan kelapa sawit terbesar di dunia. Dikuasainya teknologi dan bisnis produk-produk turunan minyak sawit.
19
Indikator
Terintegrasinya industri pengolahan CPO dan turunannya
Target Pelaksanaan
2011 - 2015
Penanggung Jawab
Kemenperin, PTP N III, BKPM
Meningkatnya investasi baru dan perluasan usaha baru berbasis CPO Terpenuhinya kebutuhan dalam negeri Meningkatnya Investasi di Indonesia Meningkatnya kapasitas industri oleokimia dasar dan turunannya
2011 - 2013
Kemenperin
2011 - 2013
Kemenperin, Kementan
JALAN AKSES
20
Katalisator Kegiatan
Revisi PP 62 dengan menambahkan Industri Hilir Kelapa Sawit yang belum masuk daftar Industri tertentu yang mendapat fasilitas Tax Allowance. Menyusun Payung Hukum pemberian fasilitas Tax Holiday. Restrukturisasi Bea keluar CPO dan turunannya.
Indikator
1 peraturan
Target Pelaksanaan
2011 - 2012
Penanggung Jawab
Kemenko Perekonomian, BKPM, Kemenperin BKPM, Kemenko Perekonomian Kemenko Perekonomian, Kemenkeu
1 peraturan 1 peraturan
Volume
Lahan 100 ha
Target Pelaksanaan
2011 2015
Penanggung Jawab
Kemenhub, Pelindo, Pemda
Pelabuhan
150 km
2012 - 2015
Rel Kereta
2011 - 2015
Jalan
2011 - 2015
Pembangkit Listrik
2011 - 2015
Lain-lain
Menjamin ketersediaan bahan baku CPO yang berkualitas. Peningkatan dan optimalisasi utilisasi kapasitas industri. Pengembangan klaster industri. Terbentuknya klaster industri pengolahan CPO danturunannya di Sumut dan Riau. Pengembangan fasilitas pelabuhan, tanki timbun, dan pembangunan infrastruktur. Penciptaan iklim usaha dan investasi yang kondusif. Peningkatan kerjasama inter dan antar klaster. Peningkatan fungsi kelembagaan. Pengembangan pilot project dari sumber indigenous teknologi dan lisensi teknologi produk hilir.
21
Guna tercapainya rencana pengembangan industri pengolahan CPO, pemerintah telah menyusun pokok-pokok rencana aksi yang terbagi atas pokok rencana aksi jangka menengah (2010-2014) dan pokok rencana aksi jangka panjang (2015-2025), sebagai berikut:
Pokok-pokok rencana aksi jangka menengah (2010 -2014) Peningkatan produktivitas perkebunan dengan pengadaan bibit unggul yang berkualitas, pupuk dan revitalisasi perkebunan. Peningkatan kualitas kelapa sawit dengan penerapan GAP.Bantuan permodalan kepada petani. Peningkatan kemampuan SDM. Peningkatan kualitas infrastruktur untuk meningkatkan kinerja industri. Pengendalian ekspor dengan pengenaan PE/BK untuk CPO dan turunannya. Modernisasi teknologi produksi dan permesinan. Kemudahan akses kredit perbankan. Sosialisasi pengembangan klaster kepada industri dan institusi. industri pendukung. Pembentukan forum kerjasama pengembangan klaster. Menjalin kerjasama di antara industri CPO dan turunannya dengan industri/institusi pendukung/terkait; Integrasi industri pengolahan CPO dan turunannya. Pengembangan industri turunan CPO ke arah industri surfaktan, industri pelumas dan biodiesel. Menjalin kerjasama R&D antara lembaga penelitian, perguruan tinggi dan industri. Meningkatkan kualitas produk sesuai SNI. Mengembangkan industri mesin peralatan dan mengembangkan industri bahan penolong. Meningkatkan kualitas SDM melalui penyusunan dan penerapan SKKNI industri kimia berbasis kelapa sawit. Mendorong peran lembaga keuangan dalam penyediaan layanan kredit dan permodalan dengan suku bunga rendah. Mendorong peran lembaga terkait dalam pemasaran dengan promosi investasi. Pengembangan infrastruktur. Peningkatan koordinasi dan sinergi instansi terkait dalam penetapan kebijakan. Kebijakan insentif mendukung pengembangan industri. Penghapusan Perda yang menghambat pengembangan industri. Terbentuknya Badan Otorita Pengembangan Investasi. Pokok-pokok rencana aksi jangka panjang (2015 -2025) Diversifikasi produk oleokimia yang bernilai tambah tinggi. Inovasi produk dan teknologi melalui peningkatan R&D. Pemberian insentif bagi pelaku R&D pengembangan produk turunan kelapa sawit. Penguatan linkage antara industri kecil menengah dengan industri besar dalam rangka alih teknologi. Mendorong kegiatan penelitian pasar (market research) guna mencari orientasi dan sasaran pasar yang baru dan bernilai tambah tinggi. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk kimia turunan kelapa sawit yang terintegrasi. Pemenuhan pasar di dalam negeri dan perluasan pasar ekspor. Penyediaan fasilitas promosi dan pemasaran. Pengembangan teknologi proses yang efisien dan berwawasan lingkungan. Penerapan manajemen penanganan Dampak Keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup (K3L) di lingkungan industri kimia berbasis kelapa sawit.
Guna lancarnya proses pengembangan industri hilir sawit, pemerintah akan memperbaiki unsur penunjang infrastruktur seperti pengembangan fasilitas pelabuhan dan tanki timbun (a.l. di Papua dan Kalimantan Timur), insentif kredit bagi petani sawit, dan memberikan insentif perpajakan untuk investasi baru selama 3 tahun pertama.
Sumber: Kementerian Perindustrian RI, 2011.
22 22
Peraturan operasionalisasi NSWi adalah : 1. Perka BKPM No.11 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan, dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 2. Perka BKPM No.12 Tahun 2009 Tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 3. Perka BKPM No.13 Tahun 2009 Tentang Pedoman dan Tatacara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal. 4. Perka BKPM No.14 Tahun 2009 Tentang Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik. Fungsi NSWi NSWi berfungsi sebagai penghubung dan fasilitator untuk pemangku kepentingan terkait dengan penanaman modal di Indonesia. Saat ini, pihak-pihak yang telah terhubung dan dapat memanfaatkan NSWi antara lain; penanam modal (investor), public, instansi pemerintah pusat, Pelayanan Terpadu Satu Tim (PTSP), Bagian Promosi dan kerjasama Penanaman Modal dan Bagian Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal.
PENANAM MODAL
PEMBAGIAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN INVESTASI
SPIPISE memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Stimulasi penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi penanaman modal di Indonesia. 2. Peningkatan kerjasama promosi dan pelayanan penanaman dengan negara-negara mitra utama. 3. Peningkatan pelayanan, fasilitas, dan advokasi yang terkait dengan penanaman modal di Indonesia. 4. Peningkatan peran dari institusi penanaman modal dan sistem informasi investasi (SPIPISE). SPIPISE bermanfaat sebagai : 1. Penyampaian data & informasi tunggal. 2. Pengolahan data dan informasi yang tunggal dan sinkron. 3. Pengambilan keputusan tunggal untuk informasi investasi & proses perizinan. 4. Kemudahan proses perizinan pelacakan. Alur Proses Pelayanan Alur proses pelayanan informasi dan pelayanan investasi secara umum digambarkan pada diagram berikut:
Sumber : http://www.nswi.bkpm.go.id
Melanjutkan Roll out kewilayah yang mencakup 70% dari total nilai investasi di Indonesia, Meliputi seluruh perizinan di seluruh sektor usaha di Indonesia
PUBLIK
2
Pilot project: BATAM & PUSAT untuk jenis perizinan dan non perizinan investasi yang di layani oleh BKPM Pusat.
TAHAP 3
PROMOSI
MENGAPA NSWi?
PELAYANAN
NSWI
TAHAP 2
Roll out kewilayah potensial yang mencakup 30% dari total nilai investasi di Indonesia, meliputi seluruh perizinan di 4 sektor utama: (1) Industri pengolahan; (2) Perdagangan; (3) Perkebunan; (4) Konstruksi
KOLABORASI
BAGIAN PROMOSI & KERJASAMA INVESTASI PTSP PUSAT/ PROPINSI/ KABUPATEN/ KOTA
TAHAP 1
23 23
Komplek Bukit Permai Jl. Anjasmoro G2 No. 1 Cibubur, Jakarta Timur Indonesia
24