You are on page 1of 4

ARDITA PUTRA PRATOMO 109093000070

AWAL MULA PERKEMBANGAN NUKLIR DI IRAN


Iran mulai melaksanakan program nuklirnya sejak tahun 1960-an. Instalasi nuklir Iran pertama adalah untuk riset nuklir dengan kekuatan hanya lima Megawatt yang diperolehnya dari AS dan memulai beroperasi pada 1967. Pada tahun 1968, dibentuk perjanjian pelarangan penyebaran senjata nuklir diantara negara-negara pemilik nuklir dalam bentuk Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), dan pada tahun 1970, Iran telah menjadi salah satu negara penandatangannya. Di bawah pemerintahan Shah, Iran terus mengembangkan aktifitas nuklirnya dengan melakukan kerjasama dan transaksi dengan beberapa perusahaan Eropa, seperti perusahaan Siemen dari Jerman pada tahun 1975, dan perusahaan dari Perancis pada tahun berikutnya. Namun, pada tahun 1979, seiring dengan jatuhnya kekuasaan Shah, Khomeini, yang saat itu mengambil kursi pemerintahan, menghentikan aktifitas pembangunan reaktor-reaktor nuklir Iran. Hal ini disebabkan karena proyek pembangunan nuklir telah menghabiskan sekitar 30 milyar dolar, dan proyek ini dianggap hanya untuk memenuhi ambisi Shah semata. Aktifitas nuklir Iran berhenti selama masa pemerintahan Khomeini. Pada tahun 1995, program nuklir Iran mulai dilanjutkan oleh Rafsanjani, dan terus berlanjut selama periode kaum reformis (1997-2005) di bawah kekuasaan Khatami. Pada tahun 2003, muncul awal mula permasalahan terhadap pengembangan nuklir Iran, yang dimulai oleh pengumuman yang dilakukan oleh pihak oposisi Iran yang diasingkan, bahwa Iran sedang mengejar program nuklir yang bersifat rahasia dan tidak aman, kemudian menyelimuti dan menyembunyikannya dari para inspektor Badan Energi Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA). Berdasarkan hal inilah, ketua IAEA, Mohammad al-Baradai menyiapkan sebuah laporan dan menunjukkannya kepada IAEA. Pada saat inilah momentum mengenai Krisis Nuklir Iran dimulai. Sejak saat itu, dimulailah serangkaian dialog dengan trio Eropa, yaitu Jerman, Perancis, dan Inggris. Pada tanggal 25 Oktober 2003 ditandatangani protokol yang dinamai sebagai Protokol Tambahan yang isinya memperbolehkan IAEA melakukan inspeksi dadakan. Hal ini ditujukan untuk mencegah tuduhan-tuduhan terhadap Iran bahwa mereka telah menyembunyikan aktifitas pengembangan nuklir untuk memproduksi senjata dan permasalahan yang sensitif lainnya, yang bisa dibuktikan selama inspeksi rutin dan inspeksi terjadwal. Demi negosiasi, Iran akhirnya menghentikan proses pengayaan uraniumnya. Namun, meskipun Iran telah menghentikan proses pengayaan uraniumnya, desakan terhadap Iran untuk menghentikan keseluruhan program nuklirnya semakin besar dan aturan-aturan terhadap Iran semakin diperketat, dan tidak ada jaminan terhadap hak Iran untuk menggunakan energi nuklir untuk tujuan damai, seperti yang tercantum dalam Non-Ploriferation Treaty. Hal ini membuat Iran kembali menjalankan program pengayaan uraniumnya. Pada tanggal 23 Desember 2006, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi 1737 yang isinya menyeru Iran untuk menghentikan proses pengayaan uraniumnya. Namun Iran mengacuhkan resolusi ini dan tetap mempertahankan haknya untuk menggunakan energi nuklir demi tujuan-tujuan damai sebagaimana yang dijamin di dalam Non-Ploriferation Treaty. Pada tanggal 23 April 2007, DK PBB

mengeluarkan resolusi 1747 dan memberikan tenggat waktu dua bulan bagi Iran untuk menghentikan proses pengayaan yang ditambah dengan tekanan terhadap Iran untuk menanggalkan haknya dalam penggunaan energi nuklir untuk tujuan-tujuan damai.

PERTENTANGAN DARI NEGARA BARAT KHUSUSNYA AS TERHADAP PENGEMBANGAN NUKLIR DI IRAN


Konflik AS-Iran mulai muncul ke permukaan berawal dari beberapa pernyataan yang dikeluarkan oleh para politisi AS dan Inggris seputar nuklir Iran, seperti pernyataan George W. Bush dalam konferensi persnya: Saya telah memberitahu kepada khalayak bahwa jika anda tertarik untuk mencegah Perang Dunia Ketiga, maka sepertinya anda harus tertarik untuk mencegah mereka (Iran) dari kepemilikan atas pengetahuan yang dibutuhkan untuk membuat sebuah senjata nuklir. Selain itu, Tony Blair memproklamirkan ketika berbicara tentang ideologi mematikan dari ekstrimis Muslim, Ideologi ini kini telah memiliki sebuah negara, Iran, yang bersiap-siap untuk membekingi dan mendanai teror dalam rangka menggoncang negara-negara yang rakyatnya ingin hidup dengan damai. Wakil Presiden AS, Dick Cheney pun juga mengatakan dalam kaitannya dengan ambisi nuklir Iran, Negara kami, dan seluruh komunitas internasional, tidak dapat hidup normal manakala sebuah negara pendukung teror mampu memenuhi ambisi terbesarnya. Negara-negara Barat, terutama AS, terus menghembuskan isu-isu bahwa proyek nuklir sipil Iran hendak dibelokkan menjadi proyek senjata nuklir. Meskipun tim inspeksi Badan Energi Atom Internasional (IAEA) selalu mengatakan bahwa tidak ada penyimpangan sedikitpun dari proyek nuklir Iran. Pengayaan nuklir Iran dilakukan hanya pada tingkat 5%, yang merupakan batasan bagi pengayaan uranium untuk tujuan damai, di mana dalam proses nuklir untuk tujuan militer dibutuhkan uranium dengan tingkat pengayaan hingga 97%. Untuk menekan Iran agar mau menuruti keinginan AS yaitu menghentikan program pengayaan nuklirnya, AS melakukan embargo ekonomi dan mengeluarkan ancaman serangan militer terhadap Iran. Selain itu, AS juga mengancam akan memberikan sanksi kepada negara manapun yang menanamkan investasi di Iran dalam jumlah besar. Menanggapi sanksi Dewan Keamanan PBB tersebut, Pemerintah Iran mengancam akan menggunakan senjata apapun untuk mempertahankan diri, termasuk ekspor minyak, sebagai senjata dalam menghadapi tekanan internasional terhadap program nuklir Iran. Tentu saja apabila ancaman ini benar-benar dipraktekkan Iran, maka tidak diragukan lagi harga minyak mentah di pasaran dunia akan meningkat dan berbagai transaksi perdagangan internasional akan ikut juga terganggu. Di lain pihak AS juga tampaknya tak gentar dengan ancaman Iran tersebut. Menteri Pertahanan AS Robert Gates malah menyatakan bahwa kehadiran Angkatan Laut AS di Teluk Persia akan ditingkatkan. Hal ini dibuktikan dengan didatangkannya dua kapal induk yang berpangkalan di Washington dan laut Pasifik yakni USS Dwight D. Eisenhower dan USS John C. Stennis yang memuat 16.000 tentara, selain itu, AS menggerakkan kekuatan personel pasukan gerak cepat yang dibantu oleh kapal-kapal gudang senjata dari Diego Garcia ke Pantai Iran untuk mendaratkan senjata-senjata berat dan suplai.

ANCAMAN NUKLIR IRAN BAGI KEAMANAN REGIONAL & GLOBAL


Program pengembangan nuklir yang dilakukan oleh Iran membuat negara tersebut dicap oleh AS sebagai kekuatan revisionis dalam sistem regional Timur Tengah. Oleh karena itu, Iran dianggap sebagai ancaman, baik bagi kestabilan sistem internasional, maupun bagi kestabilan kawasan, serta bagi kepentingan AS sebagai negara utama di kawasan. Dengan alasan inilah AS menghembuskan istilah Iranian Threat. untuk menyebutkan ancaman yang datang dari proyek nuklir yang dilakukan Iran. Ancaman bagi Keamanan Kawasan Timur Tengah Bagi negara-negara di suatu kawasan, ancaman akan didefinisikan berdasarkan kedekatan (proximity). AS menyatakan bahwa program pengembangan nuklir Iran akan dipandang sebagai ancaman oleh negara-negara Arab atau Israel. AS pun menambahkan bahwa hal inilah yang dikhawatirkan akan menimbulkan efek bola salju kepemilikan senjata nuklir. Dengan kemampuan finansial yang dimiliki oleh negara-negara di kawasan Timur Tengah, bukan hal yang sulit bagi negara-negara tersebut untuk juga mulai mengembangkan senjata nuklirnya masing-masing. Namun menurut saya, ini hanyalah salah satu alasan yang dibuat-buat oleh AS untuk terus berupaya menghalangi pengembangan nuklir Iran. Menurut saya, Iran tidak memiliki masalah dengan negara-negara di Timur Tengah, dan tidak ada alasan bagi Iran untuk menyerang negara-negara Timur Tengah, yang masih memiliki kedekatan persaudaraan dengan Iran. Dengan adanya dialog intrakawasan, dan pembangunan rasa saling percaya diantara negara-negara tersebut bisa menghilangkan ketakutan akan ancaman terhadap keamanan regional yang berasal dari Iran. Dalam hal keamanan regional, yang ditakutkan AS sebenarnya adalah keamanan Israel, yang berada dalam satu region dengan Iran. Isu yang dihembuskan AS mengenai keamanan regional ini adalah sebagai upaya untuk melindungi sekutu utamanya tersebut. Bagi AS, kekuatan nuklir yang dimiliki Iran memiliki bahaya yang besar terhadap kompleks dan tirai keamanan Israel, sebagai satu-satunya kekuatan nuklir di TimurTengah. Ancaman bagi Keamanan Global Kepemilikan nuklir Iran berpotensi memunculkan masalah karena tiga alasan. Pertama, kepemilikan nuklir akan memunculkan tendensi perilaku agresif dalam penggunaan senjata konvensional. Kedua, ancaman pencurian. Ketiga, potensi kebocoran teknologi dan senjata nuklir ke tangan teroris. Ketiganya terkait dengan kemampuan negara pemilik untuk mengendalikan dan menjamin keamanan kepemilikan senjata nuklirnya. Menurut saya, jika yang dikhawatirkan oleh pihak Barat mengenai pengembangan nuklir Iran adalah tiga hal diatas, menghentikan proyek pengembangan nuklir Iran bukanlah satu-satunya solusi. Jika AS khawatir terhadap penanganan dan keamanan untuk mencegah proliferasi teknologi dan senjata nuklir ke tangan yang salah, solusinya bisa dengan penggunaan instrumen diplomatik dengan dialog-dialog untuk membangun Iran sebagai pemilik yang bertanggung jawab. Jika AS khawatir bahwa Iran akan berbelok menyalahgunakan nuklirnya untuk memproduksi senjata, melibatkan Iran dalam dialog juga menjadi solusinya.

ALASAN AS MENENTANG PERKEMBANGAN NUKLIR IRAN


Serangkaian inspeksi yang dilakukan oleh IAEA yang membuktikan bahwa tidak ada penyimpangan sedikitpun dari proyek nuklir Iran, dan pernyataan Iran yang berkali-kali menegaskan bahwa proyek nuklirnya bertujuan untuk kepentingan sipil dan riset ternyata sama sekali tidak membuat AS berhenti untuk menentang pengembangan nuklir Iran. Apa yang membuat AS tetap bersikukuh menentang pengembangan nuklir Iran? Di bawah ini merupakan beberapa alasan mengapa AS tetap bersikukuh untuk menentang pengembangan nuklir Iran. 1. Kepentingan AS terhadap Timur tengah. Timur tengah mempunyai arti yang sangat besar bagi AS. Selain karena letaknya yang sangat strategis, kawasan ini mengandung sumber utama minyak. Cadangan minyaknya hampir sekitar dua pertiga cadangan minyak dunia dan produksinya pernah mencapai 40 persen produksi dunia. AS ikut melibatkan diri dalam percaturan kawasan Timur Tengah, pada dasarnya merupakan manifestasi tekad membendung perluasan daerah pengaruh (sphere of influence) dan daerah kepentingan (sphere of interest) dari negara-negara lain yang berseberangan dengan kepentingan nasional AS. Hal itu disebabkan ketergantungan Barat akan impor minyak dari kawasan itu sangat besar. Maka itu, tak dapat dipungkiri bahwa krisis kepemilikan nuklir Iran tampaknya akan mempermudah AS untuk mencapai Teluk Parsi dan suplai utama minyak Barat.

2. Sebagai salah satu cara untuk memudarkan pengaruh Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dan usahanya untuk melawan imperialisme AS. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dikenal sebagai presiden yang sangat gigih untuk melawan segala bentuk imperialisme AS di negaranya. Sejak tampilnya Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan di Iran, muncul corak baru peningkatan-peningkatan kekuatan progresif, khususnya gerakan-gerakan untuk melawan imperialisme Amerika Serikat di berbagai belahan dunia. Ahmadinejad sangat anti terhadap Amerika Serikat dan Israel. Ditambah lagi dengan pernyataan-pernyataannya seperti, ingin menghapus Isreal dari peta dunia, bahwa Barat yang mesti bertanggung jawab atas terjadinya holocaust, bukan bangsa Palestina, bahwa suatu hari nanti Israel akan hancur, dsb. AS menyadari bahwa kepemimpinan Ahmadinejad dan kondisi perlawanan Iran terhadap AS dapat berefek bola salju menjalar ke berbagai belahan dunia apabila tidak segera dihentikan. Kombinasi antara kepemimpinan Ahmadinejad, kondisi perlawanan rakyat Iran terhadap AS, dan kekuatan nuklir Iran, mengakumulasikan kekuatiran AS akan Iran.

You might also like