You are on page 1of 13

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Mikroorganisme perkembangbiakannya. membutuhkan Jika kadar air air untuk pertumbuhan dan

pangan

dikurangi,

pertumbuhan

mikroorganisme akan diperlambat. Pengeringan akan menurunkan tingkat aktivitas air (water activity (aw) yaitu jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya), berat dan volume pangan. Prinsip utama dari pengeringan adalah penurunan kadar air untuk mencegah aktivitas mikroorganisme. Pada banyak produk, seperti sayuran, terlebih dahulu dilakukan proses pengecilan ukuran (misalnya diiris) sebelum dikeringkan. Pengecilan ukuran akan meningkatkan luas permukaan bahan sehingga akan mempercepat proses pengeluaran air. Sebelum dikeringkan, bahan pangan sebaiknya diblansir untuk menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna pangan menjadi coklat. Pengeringan termasuk kegiatan pasca panen yang perlu mendapat perhatian. Tindakan ini penting untuk mengurangi kadar air yang dikandung oleh produk pasca panen. Pengurangan kadar air pada suatu produk dapat menekan berlangsungnya metabolism, misalnya penguraian molekul besar dalam sel menjadi molekul kecil dan respirasi. Penekanan proses tersebut dinilai penting untuk menekan kerusakan dalam penyimpanan produk pasca panen. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan di Jericho dan berumur sekitar 4000 tahun. Metode ini juga merupakan metode yang sederhana, aman, dan mudah. Dan dibandingkan dengan metode lain, metode ini memiliki daya tahan yang lama dan tidak memerlukan perlakuan khusus saat penyimpanan.

B. Tujuan 1. Mengetahui kadar air dari beberapa produk pasca panen yang diperdagangkan dalam kondisi kering.

2. Membandingkan kadar air antara produk segar dan produk kering dari spesies tanaman yang sama. 3. Membandingkan daya simpan antara produk kering dan segar dari spesies tanaman yang sama.

II. TINJUAN PUSTAKA

Pengeringan

merupakan

suatu

cara

untuk

mengeluarkan

atau

menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan menggunakan energy panas. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih tahan lama disimpan dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Di sisi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Kartasapoetra, 1994). Pengeringan juga didefinisikan sebagai proses pengeluaran air dari bahan sehingga tercipta kondisi dimana kapang, jamur, dan bakteri yang menyebabkan pembusukan tidak dapat tumbuh. Pengeringan adalah proses pengeluaran kadar air untuk memperoleh kadar air yang aman untuk penyimpanan (Pantastico, 1986). Pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh semua mikroba yang ada dalam bahan pangan yang dikeringkan. Pengeringan ternyata dapat mengawetkan mikroba, seperti halnya mengawetkan bahan pangan. Selain itu, produk pangan kering umumnya tidak steril. Oleh karena itu, meskipun bakteri tidak dapat tumbuh pada makanan kering, tetapi jika makanan tersebut dibasahkan kembali, maka pertumbuhan mikroba akan kembali terjadi, kecuali jika makanan tersebut segera dikonsumsi atau segera disimpan pada suhu rendah (Taib, 1988). Ada 2 istilah yang dipakai untuk pengeringan yaitu drying dan dehydration (dehidrasi). Drying adalah suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau kekuatan alam, misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan). Sedangkan dehydration (dehidrasi) adalah suatu proses pengeringan dengan panas buatan, dengan menggunakan peralatan/alat-alat pengering (Taib, 1988). Metode pengeringan pangan maupun non-pangan yang umum dilakukan antara lain adalah pengeringan matahari (Sun Drying), rumah kaca (Greenhouse), oven, iradiasi surya (Solar Drying), pengeringan beku (Freeze Drying), dan yang berkembang saat ini pengeringan menggunakan sinar infra merah. Pangan dapat dikeringkan dengan beberapa cara yaitu menggunakan matahari, oven, atau

microwave. Pengeringan merupakan metode pengawetan yang membutuhkan energy dan biaya yang cukup tinggi, kecuali pengeringan matahari (Sun Drying).
1. Pengeringan Matahari (Sun Drying)

Pengeringan matahari (sun drying) merupakan salah satu metode pengeringan tradisional karena menggunakan panas langsung dari matahari dan pergerakan udara lingkungan. Pengeringan ini mempunyai laju yang lambat dan memerlukan perhatian lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan serangga dan ditutupi pada malam hari. Selain itu pengeringan matahari sangat rentan terhadap resiko kontaminasi lingkungan, sehingga pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara yang kotor.
2. Pengeringan Rumah Kaca (Greenhouse)

Pengering efek rumah kaca adalah alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan serta plat absorber sebagai pengumpul panas untuk menaikkan suhu udara ruang pengering. Lapisan transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk ke dalam dan mengenai elemen-elemen bangunan. Hal ini menyebabkan radiasi gelombang pendek yang terpantul berubah menjadi gelombang panjang dan terperangkap dalam bangunan karena tidak dapat menembus penutup transparan sehingga menyebabkan suhu menjadi tinggi. Proses inilah yang dinamakan efek rumah kaca.
3. Pengeringan Oven

Pengeringan oven (Oven Drying) untuk produk pangan membutuhkan sedikit biaya investasi, dapat melindungi pangan dari serangan serangga dan debu, dan tidak tergantung pada cuaca.
4. Pengeringan Iradiasi Surya (Solar Drying)

Solar drying merupakan modifikasi dari sun drying yang menggunakan kolektor sinar matahari yang didesain khusus dengan ventilasi untuk keluarnya uap air. Energi matahari dikumpulkan menggunakan pengumpul energi yang berupa piringan tipis (flat plate) yang biasanya terbuat dari plastik transparan.

5. Pengeringan Beku (Freeze Drying)

Pengeringan beku merupakan salah satu cara dalam pengeringan produk pangan. Tahap awal produk pangan dibekukan kemudian diperlakukan dengan suatu proses pemanasan ringan dalam suatu lemari hampa udara. Kristalkristal es yang terbentuk selama tahap pembekuan akan menyublim jika dipanaskan pada tekanan hampa udara yaitu berubah bentuk dari es menjadi uap tanpa melewati fase cair (Kartasapoetra, 1994).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat 1. Alat pengukur Kadar Air 2. Kantung Plastik transparan ukuran 2 ons 3. Karet Gelang 4. Kertas label B. Bahan 1. Biji Jagung Kering dan segar 2. Gabah Kering dan segar 3. Biji kedele kering dan segar 4. Kacang tanah kering dan segar 5. Kacang hijau kering dan segar C. Prosedur Kerja Kegiatan 1 1. Produk pasca panen segar dan kering untuk gabah, kedele, kacang hijau, kacang tanah, dan jagung disiapkan. 2. Kadar air dari produk pasca panen tersebut diukur dengan alat pengukur kadar air. 3. Perbandingan kadar airnya dibuat dengan grafik batang. Kegiatan 2 1. Produk pasca panen yang kering dan segar untuk gabah, kedele, kacang hijau dan jagung disiapkan. 2. Produk kering dan segar dimasukkan dalam kantong plastic transparan yang berbeda. 3. Pada kantong plastiknya diberi label. Label memuat nama produk, nama mahasiswa, NIM, dan tanggal. 4. Produk tersebut disimpan di laboratorium selama lima hari. 5. Pengamatan dilakukan pada produk tersebut.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. Warna produk dan kadar air Jenis Produk Warna Segar Jagung Gabah Kacang Kuning segar Coklat Putih agak merah Kering Jagung Gabah Kacang Kuning muda Coklat Merah kecoklatan 13.7 % 13.2 % 13.0 % 30 % 29.7 % 19.3 % Kadar Air

2. Grafik kadar air produk


35% 30% 25% 20% Basah 15% 10% 5% 0% Jagung Gabah Kacang Kering

Pengamatan selama 5 hari Hasil No. Tanggal Indikator Jagung B Warna Bentuk 1. 22 Maret 2012 Penampilan Kontaminasi Bau Warna Bentuk 2. 23 Maret 2012 Penampilan Kontaminasi Bau Warna Bentuk 3. 24 Maret 2012 Penampilan Kontaminasi Bau Warna Bentuk 4. 25 Maret 2012 Penampilan Kontaminasi Bau Warna Bentuk 5. 26 Maret 2012 Penampilan Kontaminasi Bau 0 0 0 0 0 0 0 0 -2 -1 0 0 0 -2 -1 0 0 0 -2 -1 0 0 0 -2 -2 K 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kacang B 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 K 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Gabah B 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1 0 0 0 -1 -1 0 0 0 -1 -1 0 0 0 -2 -2 K 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

B. Pembahasan Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Selain itu, pengeringan adalah salah satu cara lama yang dipakai untuk pengawetan makanan. Pengeringan penting dilakukan untuk meningkatkan mutu, seperti memungkinkan masa simpan yang panjang dengan kerusakan sekecil-kecilnya (Kartasapoetra, 1994). Prinsip pengeringan adalah menghambat pertumbuhan mikroba dengan mengurangi kadar air, juga menurunkan aw. Jika kita mengeringkan sesuatu bahan pangan, ada 2 masalah pokok yang teribat di dalamnya, yaitu hantaran panas kepada bahan dan di dalam bahan yang dikeringkan, serta penguapan air dari dalam bahan. Kedua hal tersebut menentukan kecepatan pengeringan (Kartasapoetra, 1994). Tujuan dan manfaat pengeringan yaitu: 1. Mengurangi risiko kerusakan karena kegiatan mikroba. Mikroba memerlukan air untuk pertumbuhannya. Bila kadar air bahan berkurang, maka aktivitas mikroba dihambat atau dimatikan. 2. Menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan. Umumnya bahan pangan mengandung air dalam jumlah yang tinggi, maka hilangnya air akan sangat mengurangi berat dan volume bahan tersebut. 3. Untuk mendapatkan produk yang lebih sesuai dengn penggunaannya. Misalnya kopi instant. 4. Untuk mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam bahan pangan, misalnya mineral, vitamin, dsb (Pantastico, 1986). Pengeringan dapat dilakukan secara alami maupun secara mekanis (dengan menggunakan alat pengering). Pengeringan secara alami dangan menggunakan panas sinar matahari berbeda dengan pengeringan mekanis yang dilakukan dengan alat yang telah dirancang sesuai dengan sifat-sifat bahan hasil pertanian sehingga tujuannya akan lebih tetap. Agar pengeringan dapat

berlangsung dengan cepat, maka harus diberikan energi panas pada bahan yang akan dikeringkan untuk mengalirkan air keluar dari daerah pengeringan (Kartasapoetra, 1994). Mekanisme pengendalian proses pengeringan produk pangan bergantung pada struktur bahan beserta parameter pengeringan, yaitu: kadar air, dimensi produk, suhu medium pemanas, berbagai laju perpindahan pada permukaan dan kesetimbangan kadar air. Kesetimbangan kadar air ini bergantung kepada sifat alami bahan padat yang dikeringkan dan kondisi udara pengering. Oleh karenanya mekanisme pengeringan dapat dibagi dalam 3 katagori. Pertama, penguapan dari suatu permukaan bebas. Operasi ini mengikuti hukum pindah panas dan pindah masa yang berlaku pada suatu objek basah. Kedua, aliran bahan cair dalam pipapipa kapiler, dan yang ketiga difusi bahan cair atau uap air. Operasi ini mengikuti hukum difusi II Fick's law . Kema m puan udara pengering memindahkan air dari produk yang dikeringkan bergantung kepada suhu dan jumlah uap air yang berada atau dikandung oleh udara tersebut atau dikenal dengan istilah kelembaban mutlak udara ( absolute humidity ) (Purnomo, 1995). Efisiensi system dan alat pengeringan merupakan salah satu factor yang perlu dipertimbangkan dalam aplikasi pengeringan dan optimasinya. Efisiensi operasi pengeringan dapat dinyatakan sebagai perbandingan panas yang secara teoritis diperlukan untuk menguapkan air dengan penggunaan panas yang sebenarnya didalam alat pengering. Efisiensi tersebut berguna untuk memperlajari pendugaan atau kontruksi alat pengering dan studi perbandingan antar berbagai alat pengering yang digunakan untuk alternative (Taib, 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: 1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering, antara lain: Suhu: Makin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat Kecepatan aliran udara pengering: Semakin cepat udara maka pengeringan akan semakin cepat Kelembaban udara: Makin lembab udara, proses pengeringan akan semakin lambat

Arah aliran udara: Makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka bahan semakin cepat kering

2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan, antara lain: Ukuran bahan: Makin kecil ukuran benda, pengeringan akan makin cepat Kadar air: Makin sedikit air yang dikandung, pengeringan akan makin cepat (Winarno, 1997). Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air tinggi. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan (Winarno, 1997). Praktikum acara ini melakukan 2 kegiatan. Kegiatan yang pertama adalah pengukuran kadar air dan warna produk. Pengukuran kadar air dilakukan dengan mengukur kadar air yang ada pada produk pasca panen yaitu jagung, gabah, dan kacang, baik yang basah mapun yang kering menggunakan alat pengukur kadar air. Pada produk pasca panen yang basah, kadar air pada jagung yaitu 30 % dengan warna kuning segar, pada gabah 29.7 % dengan warna coklat, dan pada kacang 19.3 % dengan warna putih agak merah. Sedangkan pada produk pasca panen yang basah, kadar air jagung yaitu 13.7 % dengan warna kuning muda, gabah 13.2 % dengan warna coklat, dan kacang 13.0 % dengan warna merah kecoklatan. Kegiatan yang kedua adalah pengamatan produk yang disimpan selama 5 hari di laboratorium. Indicator yang diamati adalah warna, bentuk, penampilan, kontaminasi, dan bau. Pada hari pertama, tidak ada perubahan indicator pada produk pasca panen, baik yang basah maupun yang kering. Pada hari kedua, terjadi kontaminasi pada jagung yang basah sehingga menjadi -2 dan pada gabah sehingga menjadi -1. Terdapat juga perubahan bau pada jagung dan gabah sehingga menjadi-1. Pada hari ketiga, masih sama dengan keadaan hari kedua, namun warna pada kacang yang basah berubah menjadi -1. Pada hari keempat tidak terjadi perubahan, masih sama seperti hari ketiga. Pada hari kelimapun masih seperti itu, namun bau pada jagung yang basah sudah berubah enjadi -2, dan kontaminasi serta bau pada gabah yang basah sudah berubah menjadi -2.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 1. Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air dengan menggunakan energi panas. 2. Pada produk pasca panen yang basah, kadar air pada jagung yaitu 30 % dengan warna kuning segar, pada gabah 29.7 % dengan warna coklat, dan pada kacang 19.3 % dengan warna putih agak merah. Sedangkan pada produk pasca panen yang basah, kadar air jagung yaitu 13.7 % dengan warna kuning muda, gabah 13.2 % dengan warna coklat, dan kacang 13.0 % dengan warna merah kecoklatan. 3. Kadar air pada produk pasca panen yang basah lebih tinggi daripada produk pasca panen yang kering. 4. Daya simpan produk pasca panen yang kering lebih tinggi daripada produk pasca panen yang basah. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya perubahan indicator warna, bentuk, penampilan, kontaminasi, maupun bau pada produk pasca panen yang kering.

B. Saran Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya setiap praktikan dapat melakukan praktikum sendiri-sendiri agar praktikum lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Kartasapoetra, A. G. 1994. Teknologi Pasca Panen. Rineka Cipta: Jakarta. Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta Purnomo, H. 1997. Metode Pengeringan. http://www.shvoong.com. Diakses tanggal 8 April 2012. Taib, G. G. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT Mediyatam Sarana Perkasa: Jakarta. Winarno. 1997. Pengeringan. http://jut3x.multiply.com. Diakses tanggal 6 April 2012.

You might also like