Distribusi macaca ochreata dan identifikasi kelompok
campuran Ochreata-Tongkeana di sulawesi selatan, indonesias
Erine P. Riley 1, Bambang Suryobroto2 dan Dario Maestripieri3
Departemen Antropologi, San Diego Universitas Negri, San Diego, California,
USA. Departemen Biologi, Universitas Pertania Bogor, Indonesia. Kelompok Penelitian Perilaku Hewan, Universitas Chicago, Illinois, USA.
ABSTRAK. Kami mengkumpulkan data tentang distribusi kera boot (Macaca
Ochreata) di cagar alam faruhumpenai di sulawesi selatan indonesia, untuk menilai konservasinya, metodologi meliputi sensus yang di lakukan bersamaan dengan transek di tempuh adalah 45 km untuk lokasi metano, 20 km untuk situs kasintuwu, kepadatan kelompok kera boot di situs matano adalah 0,97 – 1,56 per km2. Di situs kasintuwu, kami menemukan kelompok monyet boot dan kera tonkean (Macaca tonkeana). Serta kelompok campuran tonkeana dan ochreata kepadatan kelompok kera boot adalah 1,45 – 2,00 per km2 . kepadatan kelompok kera keseluruhan (yaitu macaca spp.) di situs adalah 3,25 – 4,00 per km2. Studi kami menunjukkan bahwa dua spesies kera sulawesi kera Tonkeana dan kera Ochreata, begitu pula kelompok tonkeana – ochreata campuran terjadi di hutan di sekitar cagar alam furuhumpenai. Hasilnya mengkomfirmasi tentang kera tonkeana dan kera ochreata yang lebih luas dari pada yang membentang lebih jauh ke utara dan barat laut dari batas provinsi sulawesi selatan dan tenggara. Status konservasi kera boot mungkin tidak di anggap berbahaya seperti yang diperkirakan sebelumnya kareana habitat mereka di lindungi tidak hanya di dua kawasan konservasi besar di sulawesi tenggara (taman nasional rawa aopa dan tanjung peropa game reserve), tapi juga di sulawesi selatan di cagar alam faruhumfenai, bagaimanapun karena kakao sering ditanam di perbatasan hutan lindung ini, konflik manusia – kera akibat penggeledahan tanaman pada akhirnya dapat menimbulkan ancaman. Kata kunci : kera sulawesi, macaca tonkeana, macaca ochreata, distribusi, Pengantar
Pulau sulawesi indonesia, yang memiliki keunikan biogeografi unik di
dalam zona transisi wallaceae, memiliki sejumlah speseies endemik yang sengat besar ( Whitten et al. 2000). Berkenaan dengan primata bukan manusia tuju dari 19 spesies genus macaca endemik sulawesi ( fooden 1969 : macaca nigra, M. Maura, M. Tonkeana, M. Hecki, M. Ochreata, M. Brunnescens, dan M. Nigrescens). Dengan tingkat endemisme yang begitu tinggi, wallacea baru – baru ini diprioritaskan sebagai salah satu dari 25 titik api untuk konservasi biologis ( Myers et al .2000). Meskipun evolusi genetika populasi, dan variasi morfologis kera sulawesi menjadi fokus menjadi sejumlah penelitian ( misalanya : Bynum et al. 1997, 2001, 2003; Abegg dan Thierry 2002; Schillaci dan stallman 2005), ekologi perilaku dan konservasi taksa ini tetep tergantikan. Penelitian ekologi dan perilaku jangka panjang dengan implikasi konservasi hanya dilakukan pada populasi liar dari tiga spesies ( M. nigra : Lee 1997; O,Brien dan Kinnairds