You are on page 1of 28

SKENARIO 1

LEKAS LELAH DAN PUCAT


Seorang perempuan berusia 19 tahun datang ke praktek dokter umum dengan keluhan
lekas lelah sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas ringan
maupun berat. Keluhan disertai dengan wajah yang tampak pucat.
Pada anamnesis didapatkan keterangan bahwa sejak usia kanak-kanak pasien jarang
makan ikan, daging, maupun sayur. Untuk mengatasi keluhannya tersebut, pasien belum
pernah berobat. Tidak ada riwayat penyakit yang diderita sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
 Tekanan darah 110/60 mmHg, denyut nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit,
temperatur 36,80C, TB=160 cm, BB=60 kg, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
 Pemeriksaan jantung, paru, dan abdomen dalam batas normal.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil:

Pemeriksaan Kadar Nilai normal


Hemoglobin (Hb) 19 g/dL 12 – 14 g/dL
Hematokrit (Ht) 38 % 37 – 42 %
Eritrosit 5 x 106/µl 3,9 – 5,3 x 106/µl
MCV 70 fL 82 – 92 fl
MCH 20 pg 27 – 31 pg
MCHC 22 % 32 – 36 %
Leukosit 6500/ µl 5000 – 10.000/µl
Trombosit 300.000/ µl 150.000 – 400.000/µl

1
KATA SULIT
1. Konjungtiva Anemis
Konjungtiva pucat karena darah tidak mencapai ke perifer
2. Ikterik
Perubahan menjadi warna kuning seperti pada sklera dan kulit
3. Sklera
Lapisan luar bola mata berwarna putih yang menutupi kurang lebih 5/6 permukaan
belakang bola mata yang berfungsi untuk melindungi
4. Hemoglobin
Pigmen pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh eritrosit yang sedang
berkembang di dalam sumsum tulang
5. MCV
Nilai rata-rata volume eritrosit
6. MCH
Nilai rata-rata hemoglobin dalam eritrosit
7. MCHC
Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata
8. Hematokrit
Kadar eritrosit dalam 100 ml darah, ditetapkan dalam %

2
PERTANYAAN
1. Mengapa pada pemeriksaan fisik terdapat konjungtiva anemis ?
2. Mengapa Hb turun tetapi hematokrit dan eritrosit normal ?
3. Mengapa pada kasus ini pasien mudah lelah ?
4. Apa hubungan pola makan denga penyakit yang diderita pasien ?
5. Mengapa MCV, MCH, dan MCHC menurun ?
6. Apa yang menyebabkan kadar Hb rendah ?
7. Bagaimana dampak pada pasien anemia apabila tidak diobati ?
8. Mengapa harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap ?
9. Apa kemungkinan diagnosis tersebut ?
10. Adakah pemeriksaan penunjang yang lain untuk membuktikan diagnosis tersebut ?
JAWABAN
1. Karena Hb nya turun
2. Karena sintesis Hb terganggu, diakibatkan kurangnya asupan zat besi
3. Karena Hb turun penyebaran O2 kurang ke dalam jaringan sehingga terjadi hipoksia
jaringan
4. Di dalam makanan seperti daging terdapat kandungan zat besi. Dimana zat besi tersebut
merupakan pembentuk Hb yang berfungsi mengikat O2 dalam darah
5. Karena pasien mengalami anemia mikrositik hipokrom
6. Karena sintesis Hb terganggu, diakibatkan kurangnya asupan zat besi
7. Hipoksia dan Nekrosis
8. Karena untuk menegakkan diagnosis
9. Anemia mikrositik hipokrom
10. Pemeriksaan apus darah tepi

3
HIPOTESIS
Perempuan berumur 19 tahun menderita anemia defisiensi zat besi (anemia
hipokromik mikrositer). Anemia ditandai dengan hemoglobin yang turun karena sintesis
hemoglobin terganggu diakibatkan kurangnya asupan zat besi. Salah satu penyebab anemia
karena defisiensi zat besi. Zat besi dapat diperoleh dari makanan seperti daging, dimana zat
besi tersebut merupakan pembentuk Hb yang berfungsi mengikat O2 dalam darah. Gejala
anemia pucat dan hipoksia yang lama kelamaan akan menyebabkan nekrosis karena
hemoglobin turun penyebaran kurang ke dalam jaringan. Penegakkan diagnosis dapat
dilakukan dengan pemeriksaan apus darah tepi.

4
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoesis
1.1 Definisi
1.2 Mekanisme dan Faktor-Faktor yang dibutuhkan
1.3 Morfologi, Sifat, Fungsi, Jumlah Eritrosit
1.4 Morfologi Abnormal

2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin


2.1 Definisi
2.2 Struktur dan Mekanisme

3. Memahami dan Menjelaskan Anemia


3.1 Definis
3.2 Etiologi
3.3 Klasifikasi
3.4 Manifestasi Klinis

4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Hipokromik Mikrositer


4.1 Definis
4.2 Etiologi
4.3 Patogenesis
4.4 Manifestasi Klinis
4.5 Pemeriksaan
4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
4.7 Tatalaksana
4.8 Pencegahan
4.9 Komplikasi
4.10 Prognosis

5
1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoesis
1.1 Definisi
Eritropoesis adalah proses pembentukan eritrosit (sel darah merah). Pada janin dan bayi proses
ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada
sumsum tulang. (Dorland, 2010)

1.2 Mekanisme dan Faktor-Faktor


a. Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac
dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan
mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif.

b. Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu
memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum
tulang kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan
menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya
sternum, iga dan ujung-ujung atas tulang panjang ekstremitas.
Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan
sumber leukosit dan trombosit.Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent
tak berdiferensiasi yang secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi
untuk menghasilkan semua jenis sel darah.

Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas darah yang mengangkut


oksigen.Jika O2 yang disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan
hormone eritropoietin dalam darah yang berfungsi merangsang eritropoiesis
(produksi eritrosit) dalam sumsum tulang.Tambahan eritrosit di sirkulasi
meningkatkan kemampuan darah mengangkut O2.Peningkatan kemampuan
darah mengangkut O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi
eritropoietin.

6
1. Rubriblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel
termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti
dan kromatin yang halus. Dengan pulasan Romanowsky inti berwarna biru
kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru. Ukuran sel rubriblast
bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam
sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.

2. Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik.
Pada pewarnaan kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau
tidak tampak, sitoplasma sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna
biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerah-merahan.
Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 %
dari seluruh sel berinti.

3. Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast
polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal
secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik.
Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada
prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru
karena kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah
karena kandungan hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan.
Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

7
4. Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast
ortokromatik. Inti sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang
menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin
sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari
RNA. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.

5. Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan
penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan
sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang
dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses maturasi akhir, eritrosit
selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen
mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut
retikulosit atau eritrosit polikrom. Retikulum yang terdapat di dalam sel ini
hanya dapat dilihat dengan pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya
retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam eritrosit
pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna
eritrosit yang kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit
sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan dari
sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari.
Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah normal
terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.

6. Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan
ukuran diameter 7-8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih
tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan
berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit
sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi.
Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai
umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama
beredar dalam darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme,
infeksi Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.

Sel Induk Hemopoetik Jalur Sel Induk Mieloid Sel Induk Eritroid
( BFU-E dan CFU-E )

Normoblas Polikromatik Normoblas Basofilik Pronormoblas

Normoblas Piknotik

Retikulosit ( Tidak ada inti, masih ada sisa-sisa RNA )


Dilepas ke darah tepi

Eritrosit ( sudah tidak ada sisa-sisa RNA )

8
Faktor-Faktor yang dibutuhkan dalam proses eritropoesis
Proses pembentukan eritrosit (eritropoiesis) memerlukan:
1. Sel induk : CFU-E, BFU-E, Normoblast
2. Bahan pembentuk eritrosit : besi, vitamin B12, asam folat, protein, dll.
3. Mekanisme regulasi: faktor pertumbuhan hemapoietik dan hormon
eritropotein
a. Besi : untuk produksi heme, dan kira-kira 65% dari besi tubuh
ada di dalam hemoglobin.
b. Vitamin B12 (sianokobalamin) : untuk sintesis molekul asam
deoksiribonukleat (DNA) dalam pembentukan sel darah merah.
c. Asam folat : untuk sintesis DNA dan meningkatkan pematangan
sel darah merah.
d. Vitamin C
e. Tembaga : katalis dalam pembentukan hemoglobin dan dlam
cara ini membantu untuk membuat sel darah merah.
f. Kobalt : mineral dan molekul vitamin B12

1.3 Morfologi, Sifat, Fungsi, dan Jumlah Eritrosit

Morfologi
1.Rubriblast :
 Sel besar ( 15-30 µm)
 Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halus
 Nukleoli : 2-3 buah
 Sitoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti
2. Prorubrisit :
 Lebih kecil dari rubriblast
 Inti: bulat, kromatin mulai kasar
 Nukleoli (-)
 Sitoplasma: biru, lebih pucat
3. Rubrisit :
 Lebih kecil dari prorubrisit
 Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan menggumpal
 Sitoplasma: pembentukan Hb (+)
4. Metarubrisit :
 Lebih kecil dari rubrisit

9
 Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelap
 Sitoplasma: merah kebiruan
5. Eritrosit polikromatik :
 Masih ada sisa-sisa kromatin inti
 Sitoplasma warna violet / kemerahan / sedikit biru
 Fase ini disetarakan dengan retikulosit
6. Eritrosit :
 Ukuran 6-8 µm
 Sitoplasma kemerahan
 Bagian tengah pucat, krn btk bikonkaf
 Bentuk bulat, tepi rata

Sifat
1. Bersifat elastis, sehingga mampu merubah bentuk untuk dapat masuk ke
dalam kapiler-kapiler yang memiliki diameter kecil.
2. Setiap eritrosit diliputi oleh membran plasma (lipoprotein)
3. Dibawahnya terdapat cystokel yang terdiri dari 2 lapisan :
a. Jala granular vertical
b. Filamentosa horizontal
4. Jala-jala terutama tersusun oleh protein kontraktil “spektrin”
a. Memelihara bikonkaf
b. Efisiensi pengaliran O2 dan CO2
5. Umur sel eritrosit ±120 hari
6. Volume eritrosit adalah 90 - 95 μm3. Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6
- 6,2 juta/μL dan pada wanita 4,2 -5,4 juta/μL.

Fungsi
1. Untuk mentranspor hemoglobin, yang selanjutnya membawa oksigen
dari paru-paru ke jaringan.
2. Mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dengan air. Sel darah merah
normal merupakan cakram bikonkaf yang mempunyai garis tengah rata-
rata 8 μm, tepi luar tebalnya 2 μm dan bagian tengahnya 1 μm. Bentuk
has ini ikut berperan melalui dua cara, terhadap efisiensi eritrosit terhadap
pengangkutan O2 dalam darah. Pertama, bentuk bikonkaf menghasilkan
luas permukaan yang lebih besar bagi difusi O2 dalam menembus
membran daripada yang dihasilkan oleh sel bulat dengan volume yang
sama. Kedua, tipisnya sel kelenturan (flexibilitas) membrannya sehingga
memungkinkan O2 berdifusi secara lebih cepat antara bagian paling
dalam sel dengan eksteriornya. (Sherwood, 2001)
3. Mengedarkan O2 ke seluruh tubuh.
4. Penentuan golongan darah.

10
5. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah
mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah
merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan
membran sel patogen, serta membunuhnya.
6. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi,
yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah
supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.

Jumlah Eritrosit
KATEGORI JUMLAH ERITROSIT (juta/mL)
Bayi 5,0 – 7,0
Usia 3 bulan 3,2 – 4,8
Usia 1 tahun 3,6 – 5,2
Usia 10–12 tahun 4,0 – 5,4
Wanita 3,9 – 4,8
Pria 4,3 – 5,9

1.4 Morfologi Abnormal


1. Kelainan Ukuran
 Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 µm dan volumenya ≥ 100 fL
 Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 dan volumenya ≤ 80 fL
 Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar

2. Kelainan Warna
 Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥ 1/3 diameternya
 Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤1/3 diameternya
 Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang,
warnanya lebih gelap.

3. Kelainan Bentuk

11
 Mikrosit:
Biasanya pada Anemi Def Fe
Diameter < 7 mikron, biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia).
Pada pemeriksaan sel darah lengkap didapatkan MCV yang rendah.
Ditemukan pada:
Anemia defesiensi besi, Keracunan tembaga, Anemia sideroblasik,
Hemosiderosis pulmoner idiopatik, Anemia akibat penyakit kronik

 Makrosit:
Biasanya pada Anemi Def Vit 12/ Def asam folat
Gambaran makrositik berarti volume eritrosit lebih besar dari normal.
Dapat ditemukan pada penyakit anemia megaloblastik karena kurang
vit.B12 atau asam folat, anemia setelah perdarahan akut, atau anemia karena
penyakit hati kronik. Dari data pemeriksaan darah ditemukan MCV > 94 fl
Anemia megaloblastik, Anemia aplastik/hipoplastik, Hipotiroidisme,
Malnutrisi, Anemia pernisiosa, Leukimia

Basofilik Stipling: eritrosit dengan granula biru-hitam, granula ini dari


kondensasi atau presipitasi RNA ribosom akibat dari defective hemoglobin
synthesis

 Hipokrom:

12
Eritrosit pucat ditengah >1/3nya, Normal 10 Kurangnya Hb, Pada anemia
Def Fe

 Eliptosit:
Eritrosit berbentuk oval (ovalosyt) atau lonjong (pensil cell/sel cerutu),
Osmotic fragility meningkat, Distribusi kolesterol dalam membran akumulasi,
Kolesterol dipinggir

 Lakrimasit (Tear Drop Cell):


Eritrosit berbentuk tetesan air

 Target Cell:
Eritrosit yang gelap di tengah, Normal 2 Akibat cytoplasmic aturation
Defects dan liver disease

 Crenated Cell:

13
Eritrosit dengan sitoplasma mengkerut, Terjadi karena hipertronik larutan pada
saat pengeringan apusan

 Stomatocyt:
Eritrosit pucat memanjang di tengah, Normal 5%, Akibat meningkatnya
sodium dalam sel dan menurunnya potassium

 Sferosit:
Eritrosit nampak pucat ditengah, Bentuk lebih kecil, tebal,Akibat
developmental defect

 Sickle Cell:
Eritrosit yang memanjang dan melengkung dengan 2 katup runcing
Nama lain: Drepanocyt
Eritrosit yang mengalami perubahan bizarre muncul pada keadaan
kurang oksigen di udara

14
 Acantocyt: - eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang runcing
Tonjolan tidak teratur
Akibat defisiensilow-dencity betha Lipoprotein

 Burr Cell: - eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang tumpul teratur


Akibat passage through fibrin network

2.Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin


2.1 Definisi
Hemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh
eritrosit yang sedang berkembang di dalam sum-sum tulang. (Dorland.2015

2.2 Struktur dan Mekanisme

Molekul hemoglobin memiliki 2 bagian, yaitu heme dan globin. Globin


merupakan protein yang terbentuk dari 4 rantai polipeptida, yaitu 2 rantai alfa
dan 2 rantai beta yang sangat berlipat-lipat. Gugus heme merupakan 4 gugus

15
non protein yang mengandung besi, dengan masing-masing gugus terikat
dengan satu rantai polipeptida pada bagian globin. Masing-masing dari keempat
atom besi dapat berikatan dengan secara reversibel dengan satu molekul O2.
Karena kandungan besinya, hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan
dengan O2 dan berwarna keunguan jika mengalami deoksigenasi. (Sherwood,
2011)

Penyerapan besi
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan. Untuk
memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses penyerapan.
Penyerapan besi paling banyak terjadi pada bagian proksimal duodenum
disebabkan oleh pH asam lambung dan kepadatan protein tertentu yang
diperlukan dalam penyerapan besi pada epitel usus. Proses penyerapan besi
dibagi menjadi 3 fase:

Fase Luminal : Besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap
diserap di duodenum
Fase Mukosal : Proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu
proses aktif
Fase Korporeal : Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi
besi oleh sel-sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi (storage) oleh tubuh.
(Bakta.2015)
3.Memahami dan Menjelaskan Anemia
3.1 Definisi
Anemia adalah penurunan jumlah eritrosit, kuantitas hemoglobin, atau
volume packed red cells dalam darah di bawah normal; gejala yang ditimbulkan
oleh berbagai penyakit dan kelainan. (Dorland.2015)
3.2. Etiologi
a. Anemia akibat kehilangan darah
Setelah mengalami perdarahan tubuh mengganti cairan
plasma dengan cepat 1 hingga 3 hari, yang menyebabkan konsenrasi
sel darah merah menjadi rendah. Bila tidak terjadi perdarahan
berikutnya kondisi konsentrasi sel darah merah akan kembali ke
dalan jumlah normal 3 hingga 6 minggu.
b. Anemia aplastic
Aplasia sumsum tulang berarti tidak berfungsinya
sumsum tulang, sehingga pembentukan sel darah merah terganggu.
Penyebab terjadinya aplasia adalah adanya paparan sinar-x secara
berlebihan, zat kimia tertentu pada industry, bahkan obat – obatan
pada pasien yang sensitif.
c. Anemia hemolitik
Berbagai kelainan sel darah merah kebanyakan di
dapat secara keturunan. Sel-sel tersebut bersifat rapuh, sehingga
mudah pecah sewaktu melewati kapiler, terutama sewaktu melalui
limpa. Walaupun sel darah merah yang terbentuk jumlahnya dapat
mencapai normal, atau bahkan lebih besar dari normal pada
penyakit-penyakit hemolitik, masa hidup sel darah merah sangat

16
singkat sehingga sel ini di hancurkan lebih cepat di bandingkan
pembentukannya sehingga mengakibatkan anemia yang parah.

3.3 Klasifikasi
Klasifikasi Anemia berdasarkan morfologi eritrosit:
A. Anemia hipokromik mikrositer
(MCV<80 fl; MCH <27pg)
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalassemia
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik

B. Anemia Normokromik normositer


1. Anamia pascapendarahan akut
2. Anemia aplastik – hipoplastik
3. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat
4. Anemia akibat penyakit kronik
5. Anemia mieloptisik
6. Anemia pada gagal ginjal kronik
7. Anemia pada mielofibrosis
8. Anemia pada sindrom mielodisplastik

C. Anemia makrositer
1. Megaloblastik
a. Anemia defisiensi folat
b. Anemia defisiensi vitamin B12

2. Nonmegaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada hipotiroid
c. Anemia pada sindroma mielodisplastik

Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatogenesis:


A. Produksi eritrosit menurun
1. Kekurangan bahan untuk eritrosit
2. Besi: anemia defisiensi besi
3. Vitamin B12 dan asam folat : anemia megaloblastik

B. Gangguan utilisasi besi


1. Anemia akibat penyakit kronik
2. Anemia sideroblastik

C. Kerusakan jaringan sumsum tulang


1. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak: anemia
aplastik/hipoplastik
2. Penggantian oleh jaringan fibrotik/tumor: anemia
leukoritroblastik/mieloptisik

D. Kehilangan eritrosit dari tubuh


1. Anemia pasca pendarahan akut

17
2. Pasca pendarahan kronik

E. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)


1. Faktor ekstrakorpuskuler
a. Antibodi terhadap eritrosit:
i. Autoantibodi-AIHA (autoimmune hemolytic anemia)
ii. Isoantibodi-HDN (hemolytic disease of the newborn)

b. Hipersplenisme
c. Pemaparan terhadap bahan kimia
d. Akibat infeksi bakteri/parasit
e. Kerusakan mekanik

2. Faktor intrakorpuskuler
a. Gangguan membran
i. Hereditary spherocytosis
ii. Hereditary elliptocytosis
b. Gangguan enzim
i. Defisiensi pyruvate kinase
ii. Defisiensi G6PD (Glocuse-6 phospate dehydrogenase)
c. Gangguan hemoglobin
i. Hemoglobinopati structural
ii. Thalassemia

3.4 Manifestasi Klinis

Bila anemia terjadi dalam waktu yang lama, konsentrasi Hb ada


dalam jumlah yang sangat rendah sebelum gejalanya muncul. Gejala-
gejala tersebut berupa :

 Asimtomatik : terutama bila anemia terjadi dalam waktu yang lama


 Letargi
 Nafas pendek atau sesak, terutama saat beraktfitas
 Kepala terasa ringan
 Palpitasi

Sedangkan, tanda-tanda dari anemia yang harus diperhatikan


saat pemeriksaan yaitu :

 Pucat pada membran mukosa, yaitu mulut, konjungtiva, kuku.


 Sirkulasi hiperdinamik, seperti takikardi, pulse yang menghilang,
aliran murmur sistolik
 Gagal jantung
 Pendarahan retina

Tanda-tanda spesifik pada pasien anemia diantaranya :

18
 Glossitis : terjadi pada pasien anemia megaloblastik, anemia
defisiensi besi
 Stomatitisangular : terjadi pada pasien anemia defisiensi besi.
 Jaundis (kekuningan) : terjadi akibat hemolisis, anemia
megaloblastik ringan.
 Splenomegali : akibat hemolisis, dan anemia megaloblastik.
 Ulserasi di kaki : terjadi pada anemia sickle cell
 Deformitas tulang : terjadi pada talasemia
 Neuropati perifer, atrofi optik, degenerasi spinal, merupakan efek
dari defisiensi vitamin B12.
 Garing biru pada gusi (Burton’s line), ensefalopati, dan neuropati
motorik perifer sering terlihat pada pasien yang keracunan metal.

4.Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi (Anemia Hipokromik


Mikrositer)
4.1 Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron
store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang
(Bakta, 2006).
4.2 Etiologi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diet
yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang
hilang.
Kekurangan besi dapat disebabkan:
A. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
 Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun
pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat,
sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat. Pada bayi
umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa
hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat
lahir. Bayi premature dengan pertumbuhan sangat cepat, pada
umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa
hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.
 Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada
perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.
B. Kurangnya besi yang diserap
 Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
 Malabsorpsi besi
Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang
mukosa ususnya mengalami perubahan secara histology dan fungsional.
Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering
disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi.
Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan
lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan
besi heme dan non heme.

19
C. Perdarahan
Merupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan
darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah
1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan
darah 3-4 ml/ hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan
negative besi.
Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced
enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat,
kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan
infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necaor americanus) yang
menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari
pembuluh darah submukosa usus.
D. Transfuse feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan
menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonates.
E. Hemoglobinuria
Dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada
Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui
urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.
F. Iatrogenic blood loss
Pada saat pengambilan darah vena (yang banyak) untuk
pemeriksaan laboratorium.
G. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Jarang terjadi. Ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan
berulang serta adanya infiltrate pada paru yang hilang timbul. Keadaan
ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastic hingga 1,5-3g/dl
dalam 24 jam.
H. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolahraga berat, sekitar 40% remaja perempuan
dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10ug/dl. Perdarahan
saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang
timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
I. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang berasal
dari :
a. Saluran cerna: kanker lambung, kanker colon, infeksi cacing
tambang
b. Saluran genital: menorhagia / metiorhagia
c. Saluran kemih: hematuria
d. Saluran nafas: hemoptoe
J. Faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi di makanan / kualitas besi
K. Kebutuhan besi meningkat: anak pada pertumbuhan, kehamilan, dan
prematuritas
L. Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue / kolitis kronis
4.3. Patogenesis
1. Kegagalan sintesis Hb karena kekurangan besi sehingga heme tak bisa
dibentuk sehingga Hb yang berfungsi baik juga berkurang.
2. Berkurangnya masa hidup eritrosit

20
a. Defisiensi besi menyebabkan sintesis Hb turun, jumlahnya juga
menurun, selain itu menyebabkan penurunan formabilitas dan
fleksibilitas membran sehingga mudah didekstruksu oleh lien, dan
menghasilkan gambaran pada SADT sel pensil, ovalosit, sel target
b. Bentuk dan fleksibilitas membran eritrosit dipertahankan oleh
oksigen dan Karbondioksida

Perdarahan
Menahun

Kehilangan
besi
(cadangan
menurun)

Besi untuk
eritropoiesis ↓

Gangguan
bentuk
eritrosit

Anemia
hipokromik
Mikrositer

Kekurangan
besi pada
epitel dan
beberapa
enzim

timbul gejala
pada kuku,
epitel, faring,
dll

Pendarahan menahun dapat menyebabkan cadangan besi menurun. Bila


cadangan habis keadaan ini disebut iron depleted state. Kekurangan besi sehingga
eritropoiesis terganggu disebut iron deficient erythropoiesis. Selanjutnya timbul anemia
hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia. Anemia defisiensi besi
terjadi setelah defisiensi besi yang menahun. Terdapat tiga tahap defisiensi besi, yaitu
:
1. Tahap pertama (iron depletion atau storage iron deficiency)
Ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya cadanagn besi,
hemoglobin dan fungsi protein besi normal. Terjadi peningkatan absorpsi besi
non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan terlihat normal.
2. Tahap kedua (iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis)

21
Supply besi yang tidak memadai untuk eritropoiesis, dari hasil
laboratorium diperoleh nilai serum dab saturasi transferin turun sedangkan
total iron binding capacity (TIBC) dan free erythrocyte porphyrin (FEP)
meningkat.
3. Tahap ketiga (iron deficiency anemia)
Terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup
sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi
didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini terjadi
perubahan epitel terutama pada ADB lanjut
4.4 Manifestasi Klinis

Bila anemia terjadi dalam waktu yang lama, konsentrasi Hb ada dalam jumlah yang
sangat rendah sebelum gejalanya muncul. Gejala- gejala tersebut berupa :

 Asimtomatik : terutama bila anemia terjadi dalam waktu yang lama


 Letargi
 Nafas pendek atau sesak, terutama saat beraktfitas
 Kepala terasa ringan
 Palpitasi

Sedangkan, tanda-tanda dari anemia yang harus diperhatikan saat pemeriksaan yaitu :

 Pucat pada membran mukosa, yaitu mulut, konjungtiva, kuku.


 Sirkulasi hiperdinamik, seperti takikardi, pulse yang menghilang,
aliran murmur sistolik
 Gagal jantung
 Pendarahan retina

Tanda-tanda spesifik pada pasien anemia diantaranya :

 Glossitis : terjadi pada pasien anemia megaloblastik, anemia


defisiensi besi
 Stomatitis angular : terjadi pada pasien anemia defisiensi besi.
 Jaundis (kekuningan) : terjadi akibat hemolisis, anemia
megaloblastik ringan.
 Splenomegali : akibat hemolisis, dan anemia megaloblastik.
 Ulserasi di kaki : terjadi pada anemia sickle cell
 Deformitas tulang : terjadi pada talasemia
 Neuropati perifer, atrofi optik, degenerasi spinal, merupakan efek
dari defisiensi vitamin B12.
 Garing biru pada gusi (Burton’s line), ensefalopati, dan neuropati
motorik perifer sering terlihat pada pasien yang keracunan metal.

4.5 Pemeriksaan
Anamnesis

22
Penting pada anamnesis untuk menanyakan hal- hal yang
mengindikasikan adanya kausa dari anemia defisiensi besi. Hal penting untuk
ditanyakan misalnya:
a. Riwayat gizi
b. Anamnesis lingkungan
c. Pemakaian obat
d. Riwayat penyakit
e. Pada remaja khususnya wanita bisa ditanyakan perdarahan bulananya

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat
kondisi umum yang mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi
kondisi pasien atau efek anemia terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan
fisik ditujukan untuk menemukan berbagai kondisi klinis manifestasi
kekurangan besi dan sindroma anemic.

Pemeriksaan laboratorium
Jenis Nilai
Pemeriksaan
Hemoglobin Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal berdasarkan
jenis kelamin pasien
MCV Menurun (anemia mikrositik)
MCH Menurun (anemia hipokrom)
Morfologi Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell
Ferritin Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE
sehingga kadar Ferritin secara tidak langsung menggambarkan
konsentrasi kadar Fe. Standar kadar normal ferritin pada tiap center
kesehatan berbeda-beda. Kadar ferritin serum normal tidak
menyingkirkan kemungkinan defisiensi besi namun kadar ferritin
>100 mg/L memastikan tidak adanya anemia defisiensi besi
TIBC Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350 mg/L
(normal: 300-360 mg/L )
Saturasi Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)
transferrin
Pulasan sel Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai sedang
sumsum dengan normoblas kecil. Pulasan besi dapat menunjukkan butir
tulang hemosiderin (cadangan besi) negatif. Sel-sel sideroblas yang
merupakan sel blas dengan granula ferritin biasanya negatif. Kadar
sideroblas ini adalah Gold standar untuk menentukan anemia
defisiensi besi, namun pemeriksaan kadar ferritin lebih sering
digunakan.
Pemeriksaan Berbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga diperiksa,
penyait dasar misalnya pemeriksaan feces untuk menemukan telur cacing tambang,
pemeriksaan darah samar, endoskopi, dan lainnya.

23
4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemerikaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat
tiga tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia
dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia
tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap
kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah
menentukan penyebab defisiensi besi yang terjadi.
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu
dan dua) dapat dipakai kriteria, yaitu anemia hipokromik mikrositer pada hapusan
darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC <31% dengan salah satu dari dibawah ini:
a. Dua dari tiga parameter di bawah ini :
1) Besi serum <50 mg/dl
2) TIBC >350 mg/dl
3) Saturasi transferin <15%, atau
b. Feritin serum <20 mg/l, atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan
cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negative, atau
d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain
yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar heoglobbin lebih dari
2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi.
Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan
defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapapt menemukan sumber perdarahan
yang membahayakan.
Anemia akibat cacing tambang adalah anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh
karna infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000 untuk pria dan TPG > 4000 utnuk
perempuan). Anemia akibat cacing tambang sering disertao pembengkakakn parotis
dan warna kuning pada telapak tangan. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
pula adanya eosinophilia.
Diagnosis Banding:
a. Anemia penyakit kronik
Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas
ditandai oleh gangguan metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia
sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan
untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang masih
cukup.
b. Thalasemia
Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah
merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah merah
normal.
c. Anemia sideroblastik

24
Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang

Anemia
Anemia
Akibat Trait Anemia
Defisiensi
Penyakit Thalassemia Sideroblastik
Besi
Kronik
Ringan
Derajat Ringan
sampai Ringan Ringan
Anemia sampai berat
berat
MCV ↓ ↓ / Normal ↓ ↓ / Normal
MCH ↓ ↓ / Normal ↓ ↓ / Normal
Besi serum ↓ < 30 ↓ <50 Normal / ↑ Normal / ↑
TIBC ↑ > 360 ↓ < 300 Normal / ↓ Normal / ↓
Saturasi
↓ < 15% ↓ / N 10-20% ↑ > 20% ↑ > 20%
transferrin
Positif
Besi sumsum
Negatif Positif Positif kuat dengan ring
tulang
sideroblast
Protoporfirin
↑ ↑ Normal Normal
eritrosit
Normal 20-
Feritin serum ↓ < 20 ug/l ↑ > 50 ug/l ↑ > 50 ug/l
200 ug/l
Elektroferesis
Normal Normal HbA2 ↑ Normal
Hb

4.7 Penatalaksanaan
1. Terapi kausal: tergantung penyebab penyakitnya, misalnya: pengobatan cacing
tambang, pengobatan hematoid. Terapi ini harus dilakukan, apabila tidak dilakukan
maka anemia akan kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk pengganti kekurangan besi dalam tubuh:
a) Besi peroral
 ferrous sulphat → dosis 3 x 200 mg (murah)
 ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferros succinate (lebih
mahal)
Sebaiknya diberikan pada saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih
banyak dibanding setelah makan. Efek sampingnya yaitu mual, muntah, serta
konstipasi. Pengobatan diberikan selama 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal
untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau tidak, maka akan kembali kambuh.
b) Besi parenteral
Efek sampingnya lebih berbahaya, dan harganya lebih mahal, indikasi:
 Intoleransi oral berat
 Kepatuhan berobat kurang
 Kolitis ulserativa
 Perlu peningkatan Hb secara cepat

25
Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbital citric acid complex →
diberikan secara intramuskuler atau intravena pelan.
Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
perut, dan sinkop.
c) Pengobatan lain
 Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein (protein hewani)
 Vitamin c: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatan absorpsi besi
 Transfusi darah: jarang dilakukan
4.8 Pencegahan
Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan
besi pada awal kehidupan adalah sebagai berikut :
 Meningkatkan pemberian ASI eksklusif.
 Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.
 Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang kaya
dengan asam askorbat (jus buah).
 Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan.
 Pemakaian PASI yang mengandung besi.
Diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu, balita, anak sekolah, ibu hamil,
wanita menyusui, wanita usia subur, remaja putri dan wanita pekerja.
Diet :
Makanan yang mengandung Fe sebanyak 8 – 10 mg Fe perhari dan hanya
sebesar 5 – 10% yang diabsrobsi.
 Pada anak Fe berasal dari ASI dan penyerapannya lebih efisien daripada Fe
yang berasal dari susu sapi (ditunda hingga umur 1 tahun dikarenakan
perdarahan saluran cerna yang tersamarkan)
 Pemberian makanan kaya vitamin C dan memperkenalkan makanan padat
mulai pada usia 4-6 bulan
 Pemberiam suplemen Fe pada bayi prematur
 Pemakaian susu formula yang mengandung besi (PASI)
Makanan yang dapat mempengaruhi penyerapan zat besi, yaitu :
 Meningkatkan penyerapan
Asam askorbat, daging, ikan, dan unggas, dan HCl
 Menurunkan penyerapan
Asam tanat (teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kunung telur, polifenol, oksalat,
dan obat-obatan (antasid, tetrasiklin, dan kolestiramin)
Penyuluhan kesehatan :
 Kesehatan lingkungan (penggunaan jamban, pemakaian alas kaki)
 Gizi (mengkonsumsi makanan bergizi)
 Konseling pada ibu atau orang sekitar untuk memilih bahan makanan
dengan kadar besi cukup sejak bayi sampai remaja
 Pemberantasan infeksi cacing tambang

26
 Suplementasi besi pada populasi rentan (ibu hamil dan anak balita)
 Fortifikasi bahan makanan dengan besi
 Skirining anemia
 Pemeriksaan hb, ht pada bayi baru lahir dan pada bayi kurang bulan
(prematur)
 Sebaiknya dilakukan pada usia 12 bulan dengan pemeriksaan hemoglobin
(Hb) dan penilaian risiko defisiensi besi atau anemia defisiensi besi.

4.9 Komplikasi
Defisiensi besi selain menyebabkan anemia juga menyebabkan hal negatif
1. Pada sistem neuromuskular menyebabkan gangguan kapasitas kerja
2. Gangguan terhadap proses mental dan kecerdasan
3. Gangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi.
4. Gangguan terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya.
Seluruh gangguan ini dapat timbul pada anemia ringan dan bahkan sebelum anemia
bermanifestasi.

4.10 Prognosis
Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan
besi saja serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
Gejala anemia dan menifestasi klinis lannya akan membaik dengan pemberian
preparat besi (Supandiman, 2006).Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu
dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:
1. Diagnosis salah
2. Dosis obat tidak adekuat
3. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
4. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap.
5. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi(seperti:
infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakittiroid, penyakit
karena defisiensi vitamin B12, asam folat)
6. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan
pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatanterhadap besi).Pada kasus
ADB karena perdarahan, apabila sumber perdarahan dapatdiatasi, maka
prognosis anemia defisiensi besi adalah baik terutamaapabila diberikan terapi
Fe yang adekuat. Tentunya penyakit dasar sebagaisumber perdarahan
kronisnya pun menentukan prognosis dari pasien.

27
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
Dorland, W. A. 2010. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31. Jakarta: EGC.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. “Kapita Selekta Hematologi”. Jakarta :
EGC.
Murray, et al. 2009. Biokimia Harper. Ed. 27. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC

28

You might also like