You are on page 1of 38

Tinjauan Pustaka

Gangguan Autisme pada Anak


Oleh:
Monica Anggriana Salim (1730912320086)
Monica Kristina Hutabarat (1730912320087)
Naufal Farid Dwi Rendragraha (1730912310098)

Pembimbing:
dr. Firdaus Yamani, Sp.KJ

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSJD SAMBANG LIHUM GAMBUT
Agustus, 2018
Definisi Autisme
Autisme berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti
“sendiri”. Anak autisme seolah-olah hidup di dunianya
sendiri, mereka menghindari / tidak merespon terhadap
kontak sosial dan lebih senang menyendiri
Istilah autisme infantil didapatkan dari Leo Kanner (seorang
psikiater anak) pada tahun 1943 menulis laporan kasus 11
anak yang memiliki gejala aneh yang sama, yaitu : tidak
mampu berkomunikasi, berinteraksi dan seolah-olah hidup
dalam dunianya sendiri. Ia memakai istilah autisme yang
berarti hidup dalam dunia sendiri.
Definisi Autisme PPDGJ-III
Autisme masa kanak adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh
adanya kelainan dan/atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3
tahun, dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang, yaitu;
• Interaksi sosial
• Komunikasi
• Perilaku yang terbatas dan berulang
Gangguan pervasif merupakan gangguan yang ditandai dengan kelainan dalam
interaksi sosial yang timbal balik dan pola komunikasi serta minat dan aktivitas
yang terbatas, stereotipik dan berulang
Epidemiologi

1 dari 68 anak menderita autisme


Epidemiologi 12.800 anak penyandang autisme di Indonesia tahun
2015
Epidemiologi
Etiologi

Penyebab autisme adalah multifaktorial


1. Faktor Genetik
2. Faktor Neurobiologi
3. Faktor Imunologis
Etiologi

1. Faktor Genetik
Terdapat resiko rekurensi yang tinggi (2-19%) autisme pada
saudara kandung.
Faktor resiko lain seperti jarak antar kehamilan yang dekat, usia
ibu saat hamil, kelahiran sangat prematur (<26 minggu) dan ada
riwayat keluarga yang mengalami gangguan belajar, psikiatrik dan
sosial.
Etiologi
2. Faktor Neurobiologi
• Studi menunjukkan lingkar kepala anak autis biasanya sama dengan anak
normal atau lebih kecil sampai anak berusia 2 bulan. Setelah itu, anak autisme
menunjukkan peningkatan ukuran yang cepat pada lingkar kepala saat usia 6-
14 bulan, peningkatan volume otak usia 2-4 tahun, peningkatan volume
cerebellum,cerebrum, amygdala dan perkembangan abnormal di regio frontal,
temporal, cerebellum dan regio limbik.
• Perkembangan otak yang cepat dalam 1 tahun pertama diikuti dengan
abnormalitas sirkuit saraf di otak. Area otak yang mengatur fungsi kognitif,
bahasa, emosi dan sosial lebih banyak terganggu.5
• Pada beberapa anak autisme, meningkatnya asam homovanilat (metabolit
dopamin utama) di dalam cairan cerebrospinal menyebabkan meningkatnya
stereotipe dan penarikan diri.1
Etiologi
3. Faktor Imunologis
Ketidakcocokkan imunologis (antibodi maternal yang ditujukan
pada janin) dapat berperan pada gangguan autisme.
Limfosit beberapa anak autisme bereaksi dengan antibodi
maternal yang dapat merusak jaringan saraf embrionik atau
ekstraembrionik.
Beberapa penyakit sering disertai dengan autisme, seperti
distrofi muscular, sindrom down, cerebral palsy,
neurofibromatosis dan Rett Syndrome
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
1. Gangguan komunikasi
• Bicaranya lambat berkembang dan anak tidak berusaha untuk komunikasi (lebih suka
berbicara dengan bahasa tubuh atau mimik muka)
• Kalau belajar bicara hanya bersifat meniru (membeo) tanpa mengerti
• Tidak memahamipembicaraan orang dan tidak mampu berkomunikasi

2. Gangguan interaksi sosial


• Tidak mampu bermain dengan teman sebaya, bahkan menghindar berteman
• Tidak mau menatap mata orang lain dan tidak menoleh bila dipanggil
• Tidak mampu berempati (tertawa terbahak-bahak melihat orang jatuh dan kesakitan)
Manifestasi Klinis

3. Gangguan perilaku
• Sikap sangat cuek terhadap lingkungan, semau-maunya, tidak
mau diatur dan asyik dengan diri sendiri
• Seringkali mondar-mandir tidak terarah, lompat-lompat, berjalan
berjinjit-jinjit, mengepak-ngepakan tangan, berteriak-teriak, dsb
• Bisa menyakiti diri sendiri, spt : menggigit tangan, mencakar
muka atau membenturkan kepala, terutama diwaktu marah
• Dapat menjadi hiperaktif, pendiam, bingung atau terpukau oleh
benda-benda tertentu
• Perilaku kaku, ritualistik dan tidak menyukai perubahan
Manifestasi Klinis

4. Gangguan emosi
• Gejala gangguan emosi yang menonjol pada autisme berupa
mendadak tertawa/menangis, marah-marah tanpa sebab yang
jelas
• Sukar mengendalikan emosi dan mengamuk berlebihan bila
kemauannya tidak dituruti
Manifestasi Klinis
Gejala “red flag” austisme:

• Tidak ada respons terhadap panggilan nama pada usia 1 tahun.

• Tidak tertarik terhadap benda bergerak atau diam pada usia 14 bulan.

• Menghindari kontak mata dan hanya ingin selalu sendiri.

• Kemampuan berbicara terlambat.

• Mengucapkan kata berulang-ulang (repetitif).

• Memiliki reaksi yang tidak umum terhadap suara, bau, atau rasa,
dibandingkan anak lain dengan rentang usia yang sama.

• Hiperaktif dan impulsif


Kriteria Diagnosis PPDGJ-III
1. Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan dan/atau
hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri kelainan
fungsi dalam tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan
berulang.
2. Biasanya tidak jelas ada periode perkembangan yang normal sebelumnya, tetapi bila
ada, kelainan perkembangan sudah menjadi jelas sebelum usia 3 tahun, sehingga
diagnosis sudah dapat ditegakkan. Tetapi gejala-gejalanya dapat di diagnosis pada
semua kelompok umur.
3. Selalu ada hendaya kualitatif dan interaksi sosial yang timbal balik (reciprocal social
interaction). Ini berbentuk apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat sosio-
emosional, yang tampak sebagai kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks
sosial; buruk dalam menggunakan isyarat sosial dan integrasi yang lemah dalam
perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan khususnya kurangnya respons timbal
balik sosio-emosional.
Kriteria Diagnosis PPDGJ-III
4. Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk
kurangnya penggunaan keterampilan bahasa yang dimiliki di dalam hubungan
sosial; hendaya dalam permainan imajinatif dan imitasi sosial; keserasian yang
buruk dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan; buruknya
keluwesan dalam bahasa ekspresi dan kreativitas dan fantasi dalam proses
pikir yang relatif kurang; kurangnya respons emosional terhadap ungkapan
verbal dan non-verbal orang lain; hendaya dalam menggunakan variasi irama
atau penekanan sebagai modulasi komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh
untuk menekankan atau memberi arti tambahan dalam komunikasi lisan.
Kriteria Diagnosis PPDGJ-III
5. Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas,
berulang dan stereotipik. Ini berbentuk kecenderungan untuk bersikap kaku
dan rutin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku
untuk kegiatan baru dan juga kebiasaan sehari-hari serta pola bermain.
Terutama sekali dalam masa kanak yang dini, dapat terjadi kelekatan yang
khas terhadap benda-benda yang aneh, khususnya benda yang tidak lunak.
Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin dalam ritual yang sebetulnya
tidak perlu; dapat terjadi perokupasi yang stereotipik terhadap suatu minat
seperti tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat stereotipi motorik; sering
menunjukkan minat khusus terhadap segi-segi non fungsional dari benda-
benda (misalnya bau atau rasanya); dan terdapat penolakan terhadap
perubahan dari rutinitas atau dalam detil dari lingkungan hidup pribadi
(seperti perpindahan mebel atau hiasan dalam rumah).
6. Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autism,
tetapi pada tiga perempat kasus secara signifikan terdapat retardasi mental.2
Kriteria Diagnosis DSM-V

Memenuhi kriteria ABCD (masa


kini atau masa lampau)
Kriteria Diagnosis DSM-V

A. Hendaya persisten pada komunikasi dan interaksi sosial


dalam semua konteks, tidak berdasarkan keterlambatan
perkembangan umum, yang bermanifestasi dari 3 hal
berikut
• Hendaya pada hubungan timbal balik secara emosional dan
social
• Hendaya pada perilaku komunikasi nonverbal yang digunakan
untuk interaksi sosial
• Hendaya dalam mengembangkan dan mempertahankan
hubungan sebaya sesuai tingkat perkembangan
Kriteria Diagnosis DSM-V

B. Pola perilaku, minat, dan aktivitas stereotipik berulang dan terbatas


yang bermanifestasi setidaknya 2 dari hal berikut
1. Stereotip atau pengulangan dalam bahasa, gerakan motorik, ataupun penggunaan
suatu objek.
2. Kepatuhan terhadap rutinitas, pola ritual, kebiasaan verbal ataupun nonverbal
atau sangat kesulitan terhadap perubahan.
3. Sangat kaku, memiliki ketertarikan tetap terhadap sesuatu sehingga terlihat
abnormal dalam segi intensitas ataupun tingkat konsentrasi.
4. Reaksi yang kurang atau berlebihan terhadap rangsang sensoris ataupun
ketertarikan tidak biasa dari rangsangan sensoris lingkungan.
Kriteria Diagnosis DSM-V

C. Gejala harus muncul pada usia dini (semuanya tidak


akan muncul, sampai saat tuntutan sosial melebihi
kapasitas yang terbatas).
D. Keseluruhan gejala membatasi dan mengganggu secara
fungsional setiap hari14
Diagnosis
Beberapa instrumen yang dipakai untuk screening autisme:
• CARS rating system (Childhood Autism Rating Scale). Ada 15 nilai skala yang
mengandung penilaian terhadap hubungan anak dengan orang, penggunaan tubuh,
adaptasi terhadap perubahan, respon pendengaran, dan komunikasi verbal.
• Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) untuk melihat apakah autisme dapat
terdeteksi pada anak umur 18 bulan. Alat screening ini menggunakan kuesioner yang
terbagi 2 sesi, satu melalui penilaian orang tua, yang lain melalui penilaian dokter yang
menangani.
• Autism Screening Questionnaire adalah 40 poin skala skreening yang telah digunakan
untuk anak usia 4 tahun ke atas untuk mengevaluasi kemampuan berkomunikasi dan
fungsi sosialnya.
Severity scores Autism
Tatalaksana

Tujuan terapi pada autism:


1. Untuk mengurangi masalah perilaku
2. Meningkatkan kemampuan belajar dan
perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa
3. Mampu bersosialisasi dan beradaptasi di lingkungan
sosialnya
Tatalaksana

Tatalaksana secara terpadu


dan multidisipliner
• Tenaga medis (psikiater, dokter
anak, neurolog, dokter
rehabilitasi medik)
• Tenaga non medis (tenaga
pendidik sekolah, psikolog, ahli
terapi bicara/okupasi/fisik,
pekerja sosial).
Tatalaksana non medikamentosa

• Terapi edukasi: Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan


sosial, keterampilan sehari-hari agar anak menjadi mandiri.
Metode TEACHC (Treatment and Education of Autistic and related
Communication Handicapped Children)
• Terapi perilaku: Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada
autisme. Apapun metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin
dan seintensif mungkin yang dilakukan terpadu dengan terapi-
terapi lain.
• Terapi wicara: tidak semua individu dengan autisme dapat
berkomunikasi secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak dini
dan dengan intensif dengan terapi-terapi yang lain.
Tatalaksana non medikamentosa

• Terapi okupasi: Intervensi ini dilakukan agar individu dengan


autisme dapat melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat
dengan terkontrol dan teratur sesuai kebutuhan saat itu
• Sensori intergrasi: pengorganisasian informasi semua sensori yang
ada (gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan,
pendengaran) untuk menghasilkan respon yang bermakna. Melalui
semua indera yang ada otak menerima informasi mengenai kondisi
fisik dan lingkungan sekitarnya, sehingga diharapkan semua
gangguan akan dapat teratasi.
• INTERVENSI KELUARGA
Tatalaksana Medikamentosa
Jika perilaku destruktif yang menjadi target terapi: dosis rendah
antipsikotik/neuroleptik. Dapat juga diberikan agonis alfa adrenergik dan
antagonis reseptor beta sebagai alternatif.
• Neuroleptik tipikal potensi rendah: Thioridazin-dapat menurunkan agresifitas dan
agitasi.
• Neuroleptik tipikal potensi tinggi: Haloperidol-dapat menurunkan agresifitas,
hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotipik.
• Neuroleptik atipikal: Risperidon-akan tampak perbaikan dalam hubungan sosial, atensi
dan absesif.
• Agonis reseptor alfa adrenergic: Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas,
impulsifitas dan hiperaktifitas.
• Beta adrenergik blocker: Propanolol dipakai dalam mengatasi agresifitas terutama yang
disertai dengan agitasi dan anxietas.
Tatalaksana Medikamentosa
• Jika perilaku repetitif menjadi target terapi: Neuroleptik (Risperidon) dan SSRI dapat
dipakai untuk mengatasi perilaku stereotipik seperti melukai diri sendiri, resisten
terhadap perubahan hal-hal rutin dan ritual obsesif dengan anxietas tinggi.
• Jika inatensi menjadi target terapi: Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat
meningkatkan atensi dan mengurangi destruksibilitas.
• Jika insomnia menjadi target terapi: Dyphenhidramine (Benadryl) dan neuroleptik
(Tioridazin) dapat mengatasi keluhan ini.
• Jika gangguan metabolisme menjadi problem utama: Ganguan metabolisme yang
sering terjadi meliputi gangguan pencernaan, alergi makanan, gangguan kekebalan
tubuh, keracunan logam berat yang terjadi akibat ketidakmampuan anak-anak ini
untuk membuang racun dari dalam tubuhnya. Intervensi biomedis dilakukan setelah
hasil tes laboratorium diperoleh. Semua gangguan metabolisme yang ada diperbaiki
dengan obat-obatan maupun pengaturan diet
Prognosis

Prognosis pasien autism berhubungan dengan IQ


IQ rendahtidak bisa hidup independen
IQ tinggihidup independen, mirip Sindrom Asperger
Penutup
These people has Autism too!
Autism isn’t a disaster!!!

You might also like