You are on page 1of 93

Pengertian HUKUM ACARA PERDATA

• Menurut Wirjono Prodjodikoro, hukum acara


perdata ialah rangkaian peraturan yang
memuat cara bagaimana orang harus
bertindak terhadap dan dimuka pengadilan
dan cara bagaimana pengadilan itu harus
bertindak satu sama lain untuk melaksanakan
berjalanya peraturan hukum perdata.
• Hukum acara perdata menurut Prof. Dr.
Sudikno Mertokusumo, S.H. ialah peraturan
hukum yang mengatur bagaimana caranya
menjamin ditaatinya hukum perdata materiil
dengan perantara hakim.
• Hukum acara perdata yang mengatur
bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,
memeriksa serta memutuskan dan
pelaksanaan dari pada putusanya.
KOMPETENSI PENGADILAN
(Lembaga Peradilan memiliki pembagian kewenangan agar tercipta ketertiban dalam
pemeriksaan, dalam hal ini dibutuhkan suatu kompetensi atau kewenangan)

1. Kompetensi Absolut (terkait dengan tingkat pengadilan dan jenis perkara)


a. Kompetensi Absolut Perkara
• Peradilan Umum berwenang mengadili :
– Pidana, baik pidana umum maupun pidana khusus
– Pidana, baik perdata umum maupun perniagaan
• Peradilan Agama berwenang mengadili :
– Perkawinan
– Kewarisan, wasiat dan hibah
– Wakaf dan shadaqah
• Peradilan Tata Usaha Negara berwenang mengadili :
– Terbatas pada perkara sengketa tata usaha negara
• Peradilan Militer berwenang mengadili :
– Perkara Pidana yang terdakwanya terdiri dari Prajurit berdasarkan
pangkat tertentu
b.Komptensi Absolut Institusi
Secara Institusional, peradilan terdiri dari peradilan tingkat pertama dan peradilan
tingkat kedua serta Mahkamah Agung merupakan merupakan pengadilan negara
tertinggi. Dengan demikian keberadaan sistem peradilan memiliki jenjang atau tingkatan
secara institusional.

Mahkamah Agung

Pengadilan Pengadilan Tinggi Pengadilan Tinggi Mahkamah


Tinggi Agama Tata Usaha Negara Militer Tinggi

Pengadilan Pengadilan Pengadilan Pengadilan


Negeri Agama Tata Usaha Negara Militer
2. Kompetensi Relatif ( terkait wilayah hukum suatu pengadilan)
1. Actor Sequitor Forum Rei (Domisili Tergugat)
2. Actor Sequitor Forum Rei (Dengan Hak Opsi)
3. Actor Sequitor Tanpa Hak Opsi
4. Daerah Tempat Tinggal Tergugat
5. Forum Rei Set (Tempat Benda yang disengketakan)
6. Kompetensi Berdasarkan Domisili
7. Setiap Pengadilan Negeri (PN) Yang tergugatnya adalah
Pemerintah
SUMBER HUKUM ACARA
PERDATA
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
a. Zaman Kolonial
1. Reglement op de Buergerlijke rechtsvordering (Rv)
Adalah hukum acara perdata bagi golongan orang Eropa di masa Belanda
yang digunakan dulu di lembaga peradilan Raad van Justitie,
Residentiegerecht, dan Hoogerechtshof.
2. Reglement Indonesia (IR)
Adalah hukum acara perdata yang digunakan bagi golongan orang
Indonesia, digunakan di lembaga peradilan Landraad dan mulai berlaku
tanggal 1 Mei 1848. IR tidak digunakan lagi dalam praktik peradilan
perdata saat ini.
3. Herziene Indonesish Reglement (HIR)
Adalah reglemen Indonesia yang diperbaharui sejak tahun 1941. Isi dari
HIR adalah hukum acara perdata dan hukum acara pidana, juga peradilan-
peradilan kabupaten (regenschapsgerecht), pengadilan distrik
(districtsgerecht), dan pengadilan negeri yang bersifat tidak formalistis.
HIR masih menjadi acuan hukum acara perdata hingga saat ini.
5. Rechtsreglement Buitengewesten (RBG)
Adalah diberlakukan untuk daerah-daerah di luar jawa dan Madura.
6. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in
Indonesie)
Adalah reglemen tentang organisasi kehakiman. RO merupakan acuan
dalam kebijakan organisasi kehakiman, namun saat ini jarang digunakan
dalam praktik, kecuali dipakai sebagai acuan internal kehakiman.
7. B.W (Burgerlijk Wetboek) terutama Buku ke IV tentang Pembuktian dan
Daluwarsa yang masih berlaku hingga kini.
8. WvK (Wetboek van Koophandel)
Adalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang sudah jarang
ditemukan sebagai acuan sumber hukum acara perdata.

www.themegallery.com
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

b.Zaman Jepang
Berlaku HIR, RBG, dan beberapa bagian dari
Rv yang masih menjadi acuan hukum perdata
hingga saat ini.
c. Zaman Republik Indonesia
Melalui Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945 jo. Peraturan Presiden No. 2
tanggal 10 Oktober 1945 jo. UU Darurat No. 1/1951, yang berlaku adalah:
1. HIR
2. RBG
3. UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
4. UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
5. UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

www.themegallery.com
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1986 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor Tahun 1986
tentang Peradilan Umum.
9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara.
10. Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer
11. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
12. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku ke IV tentang Pembuktian
dan Kedaluawarsa
13. Yurisprudensi
14. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
15. Hukum Adat
16. Doktrin
17. Perjanjian Internasional

www.themegallery.com
haper menghendaki perdamaian

Pasal 130 (1) HIR


“ Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah
pihak datang, maka pengadilan negeri dengan
pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan
mereka”.
“Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai,
maka pada waktu bersidang, diperbuat suatu surat
akta tentang itu, dalam mana kedua belah pihak
dihukum akan menaati perjanjian yang diperbuat
itu, surat mana akan berkekuatan dan akan
dijalankan sebagai putusan yang biasa.
Pengadilan tidak menutup kemungkinan
untuk usaha penyelesaian perkara
perdata secara perdamaian

Pasal 16 ayat (2) UU No 4 Tahun 2004


Tentang Kekuasaan Kehakiman
Perdamaian : IMPERATIF
Pasal 131 (1) HIR
- Jika Hakim tidak dapat mendamaian para pihak, maka
hal itu mesti disebut dalam berita acara sidang.
- Hakim mengabaikan pemeriksaan tahap perdamaian
dan langsung memasuki pemeriksaan jawab menjawab,
dianggap melanggar tat tertib beracara, sehingga proses
pemeriksaan dikualifikasi Undue Process. Akibatnya
pemeriksaan dianggap tidak sah dan pemeriksaan harus
dinyatakan batal demi hukum (M. Yahya Harahap 2012:
340
MENUMPUKNYA PERKARA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO 1 TAHUN 2008

1. Sifat dan mediasi di Pengadilan bersifat Mandatory, para

pihak tidak dapat menolak ataupun meminta langsung

dilakukannya pemeriksaan perkara.

2. Pasal 2 (3) No 1 Tahun 2008 “ Apabila perkara dan diputus

tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini

merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR

dan pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi

hukum.
pra mediasi
NO PASAL KETERANGAN
01 Pasal 7 Ayat (1) Pada sidang pertama yang dihadiri P dan T atau kuasa
hukumnya, hakim mewajibkan pada pihak untuk
terlebih dahulu menempuh Mediasi
02 Pasal 11 ayat (1) Hakim mewajibkan pada hari itu juga atau paling lama 2
hari kerja berikutnya untuk merunding guna memilih
mediator baik yang ada dalam daftar yang dimiliki oleh
pengadilan ataupun diluar daftar pengadilan, termasuk
biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan
mediator bukan hakim
03 Pasal 9 Mediator yang dipilih bisa dari kalangan Hakim, ataupun
mediator dari kalangan non hakim dengan syarat telah
memiliki sertifikasi sebagai Mediator yang telah
terakreditasi oleh MA
PELAKSANAAN mediasi
NO PASAL KETERANGAN
01 Pasal 10 Pelaksanaan Mediasi dapat diselenggarakan di salsah
satu ruang pengadilan dan untuk penggunaan ruangan
tidak dikenakan biaya, sedangkan apabila dilakukan
ditempat lain maka biaya yang timbul dari penggunaan
tempat tersebut dibebankan kepada para pihak
berdasarkan kesespakatan.
Penggunaan mediator Hakim tidak dikenakan biaya
sedangkan mediator selain Hakim biayanya ditanggung
oleh para pihak berdasarakan kesepakatan

02 Pasal 16 Para pihak ataupun kuasa hukumnya dan mediator


dapat mengundang saksi ahli dalam bidang tertentu
untuk memberikan penjelasan dan pertimbangan
terkait penyelesaian sengketa
TAHAP mediasi
NO PASAL KETERANGAN
01 Pasal 13 Ayat (1) Mediasi dimulai 5 hari kerja setelah pemilihan atau
penunjukan Mediator, pada pihak wajib menyerahkan
resume perkara keapda satu sama lain dan kepada
mediator

02 Pasal 13 (3) Proses Mediasi berlangsung selama 40 hari kerja sejak


mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh
Ketua Majelis Hakim dan atas dasar kesepakatan para
pihak.

03 Pasal 13 (4) Jangka waktu mediasi dapat diperpanjang 14 hari kerja


sejak berakhir masa 40 hari
KESEPAKATAN mediasi
NO PASAL KETERANGAN
01 Pasal 17 Atas dasar kesepakatan yang telah dicapai berdasarkan
permintaan para pihak, hakim dapat mengukuhkan
kesepakatan itu dalam akta perdamaian (akta van
dading) yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Apabila para pihak tidak menghendaki dikukuhkannyaa
kesepakatn itu kedalam akta perdamaian, maka dalam
kesepakatan tertulis itu harus terdapat klausula yang
memuat pernyataan pencabutan perkara
02 Pasal 18 Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam mediasi
hingg batas yang telah ditentukan, mediator wajib
menyatakan bahwa proses mediasi gagal dan
memberitahukannya kepada Majelis Hakim yang
memeriksa perkara.
Segera setelah pemberitahuan itu hakim melanjutkan
proses pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan
Haper
PENGERTIAN GUGATAN

suatu cara untuk


mendapatkan hak yang
dikuasai orang lain
atau yang dilanggar
orang lain melalui
pengadilan.
Surat yg dibuat oleh Penggugat pihak yg merasa
hak/kepentingan hukum dilanggar atau
dirugikan, ditujukan ke PN, disertai permintaan
memeriksa dan memutus agar Tergugat dipaksa
memulihkan hak penggugat yang dilanggarnya
serta memenuhi kewajiban lainnya akibat dari
dilanggarnya hak penggugat tersebut.
GUGATAN vs PERMOHONAN
warisan Hak Milik Kepailitan PMH Penguasa

PMH Wanprestasi Ganti Rugi Perceraian

contoh GUGATAN
PERMOHONAN
?
BIDANG KELUARGA
PERMOHONAN
1. Permohonan izin Poligami berdasarkan pasal 5 (1) jo 4 (1) UU No 1
Tahun 1974.
2. Permohonan izin melangsungkan perkawinan tanpa izin orang tua
pasal 6 ayat (5) UU No 1 Tahun 1974.
3. Permohonan Pencegahan Perkawinan. Pasal 13 jo. P. 17 (1)UU No
1 Tahun 1974.
4. Permohonan Dispensasi Nikah. Bagi calon mempelai Pria yg belum
berumur 16 Tahun P.7 UU No 1 Tahun 1974.
5. Permohonan Pembatalan Perkawinan. P. 25,26,27 UU No 1 Tahun
1974.
6. Permohonan Pengangkatan Wali. P. 23
(2) KHI, Keppres No 1 Tahun 1991 jo. Permenag No 2 1987.
7. Permohonan Penegasan Pengangkatan Anak. SEMA No 6 1983
Tanggal 30 September 1983 Tentang Penyempurnaan SEMA NO 2
Tahun 1979.
PERMOHONAN
Permohonan Kepada Pengadilan Niaga
agar Menerbitkan Penetapan segera dan efektif
berdasarkan Pasal 125 UU No 14 Tahu 2000.
1. Mencegah berlanjutnya pelanggaran Paten
tentang masuknya barang/Importasi yang
diduga melanggar paten.
2. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan
pelanggaran paten dan menghindari
penghilangan barang bukti.
3. Meminta kepada pihak yang dirugikan agar
memberitahukan bukti yang menyatakan
BIDANG PATEN pihak tersebut berhak atas paten tersebut.
PERMOHONAN

Permohonan Kepada Pengadilan Niaga


agar Menerbitkan Penetapan segera dan efektif
berdasarkan Pasal 85 UU No 15 Tahun 2001.
1. Mencegah berlanjutnya pelanggaran Paten
tentang masuknya barang/Importasi yang
diduga melanggar merek.
2. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan
pelanggaran merek dan menghindari
penghilangan barang bukti.

BIDANG MEREK
PERMOHONAN

1. Permohonan Penetapan Eksekusi Kepada PN


atas Putusan Majelis Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen .P. 57 UU No 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

2. Yurisdiksi diajukan kepada PN ditempat


kediaman Konsumen yang dirugikan.

BIDANG KONSUMEN
PERMOHONAN

Permohonan atau
Permintaan Eksekusi
Kepada PN atas Putusan
Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) yang telah
berkekuatan hukum tetap.
BIDANG Praktik Monopoli &persaingan
PERMOHONAN

Permohonan Pemeriksaan Yayasan


berdasarkan P. 53 Kepada PN untuk
mendapatkan data/keterangan atas
dugaan organ yayasan:
a. Melakukan PMH atau
bertentangan dengan Anggaran
Dasar Yayasan
b. Melakukan Perbuatan yang
merugikan Yayasan serta Pihak
Ketiga
c. Lalai Melaksanakan Tugas
d. Melakukan Perbuatan yang
merugikan negara
PERMOHONAN
1. Permohonan Pembuburan PT
berdasarkan P. 7 (4) UU No 1
Tahun 1995 Jo.
2. Permohonan izin melakukan
sendiri Pemanggilan RUPS kepada
Ketua PN berdasarkan Pasal 67
(1)
1. Apabila Direksi atau Komisaris
tidak menyelenggarakan RUPS
tahunan pada waktu yang
ditentukan
2. Melakukan pemanggilan sendiri
RUPS lainnya apabila Direksi
atau Komisaris setelah lewat 30
hari terhitung sejak permintaan
tidak melakukan RUPS lainnnya.
ISI
GUGATAN
1. IDENTITAS PARA PIHAK
2. FUNDAMENTUM PETENDI/POSITA
GUGATAN
3. PETITIM GUGATAN/ TUNTUTAN
ISI GUGATAN

1. IDENTITAS PARA PIHAK


Keterangan menyangkut jati dari Penggugat dan
Tergugat yang menerangkan
Nama :
Pekerjaan :
Tempat Tinggal :

* Kesalahan menulis nama maupun alamat (Error In


Persona)
ISI GUGATAN ..
LANJUTAN

Contoh Error In Persona:


- Penggugat tidak memenuhi alas hak untuk
mengajukan gugatan.
- Tidak Cakap Melakukan Tindakan Hukum
- Gugatan Kurang Pihak
- Kesalahan sasaran Pihak Yang Digugat
ISI GUGATAN ..
LANJUTAN

2. FUNDAMENTUM PETENDI/POSITA
GUGATAN
“dalil-dalil posita konkret tentang adanya hubungan hukum yang
merupakan dasar dari suatu tuntutan hak”.
Ada dua bagian
1. Fetelijkegronden Bagian yang menguraikan tentang kejadian
atau peristiwa perihal duduknya perkara.
2. Rechtsgronden Bagian yang menguraikan tentang adanya hak
atau hubungan hukum yang menjadi dasar hukumnya.

Seberapa jauh dicantumkannya perincian tentang fakta dan peristiwa


yang dijadikan dasar tuntutan?
TEORI Menyusun
FUNDAMENTUM PETENDI/POSITA G

Subtantierings Theorie

Individualiseringts theorie.
GUGATAN

3. PETITUM GUGATAN / TUNTUTAN


• Petitum “apa yang diminta atau diharapkan penggugat agar diputuskan oleh
hakim” (Pasal 8 Rv Petitum harus dirumuskan jelas dan tegas)
• Akibat dari tuntutan yang tidak jelas dan tegas berakibat tidak diterimanya
tuntutan tersebut.Gugatan yang berisi pertanyaan yang bertentangan satu
sama lain (Obscuur Libel)
• Sebuah tuntutan dapat dibagi menjadi tiga (3), yaitu:
- Tuntutan Primer atau tuntutan Pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara;
- Tuntutan Tambahan, bukan tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok
perkara;
- Tuntutan subsidair atau pengganti
lanjutan.. (TUNTUTAN TAMBAHAN)

NO ISTILAH KETERANGAN
01 Biaya Perkara Tuntutan agar tergugat dihukum u membayar
biaya perkara
02 Uitvoerbaar bij Tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan terlebih
voorraad dahulu meskipun ada perlawanan, banding atau
kasasi. (Instruksi MA Tanggal 13 Februari 1958)
03 Memoratoir Tuntutan yang dimintakan oleh Penggugat berupa
(membayar sejumlah uang tertentu.
bunga)
04 Dwangsom Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar
uang paksa.
05 Tuntutan Nafkah Tuntutan nafkah bagi isteri (pasal 59 ayat (2),
62,65 HOCI, 213, 229 BW. Atau pembagian harta
(pasal 66 HOCI,Pasal 323 BW)
06 Subsidair Diajukan sebagai pengganti apabila hakim
berpendapat lain. “agar Hakim Mengadili menurut
keadilan yang benar” atau “Mohon Hakim Putusan
yang seadil-adilnya” (aequo et bono)
HAL-HAL YANG HARUS
DIPERHATIKAN

1. POSITA & PETITUM harus singkron


2. Antara POSITA & PETITUM tidak boleh
saling bertentangan
3. Orang yang ditetapkan dalam PETITUM
harus sebagai pihak dalam berperkara
4. PETITUM tidak membingungkan Hakim
5. PETITUM tidak boleh berisi perintah untuk
tidak berbuat
6. PETITUM harus runtut dan disusun sesuai
dengan poin-poin posita.
TEMPAT & TANGGAL SURAT
GUGATAN

TIDAK DITERIMANYA GUGATAN “NO” (Niet Onvankelijk verklaard)

1. Gugatan Prematur :
Dalam hal gugatan berkaitan dengan tanggal jatuh tempo suatu
tagihan.
2. Gugatan Kadaluarsa
Dalam hal gugatan berkaitan dengan dengan tenggang waktu
tuntutan yang disediakan oleh Undang-Undang
3. Gugatan Menjadi Tidak Sah
Tanggal yang tertera dalam surat gugatan lebih awal dari surat kuasa,
apabila gugatan yang diajukan dengan menggunakan kuasa.
KUMULASI
GUGATAN
MACAM-MACAM KOMULASI GUGATAN

1. Komulasi Subyektif: penggabungan dari subyek (pasal 127 HIR,151


Rbg, 1283-1284BW dan 18 Wvk
2. Komulasi Obyektif : Penggabungan tuntutan dalam satu perkara
sekaligus. Tetapi Putusan MA No 880 K/Sip/1970 untuk
menghindari putusan yang saling bertentangan Procesual
doelmatig.
Pengecualian:
1. Gugatan tertentu yang diperlukan suatu acara khusus (gugat
cerai) sedangkan lain memerlukan acara biasa (gugatan
memenuhi perjanjian)
2. Hakim tidak berwenang secara relative u memeriksa salah satu
tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu gugatan
dengan tuntutan lain.
3. Tuntutan tentang Bezit tidak boleh bersama-sama dengan
tuntutan tentang eigendom dalam satu gugatan pasal 103 Rv
KETENTUAN PENGGABUNGAN

1. Harus ada hubungan batin satu sama lainnya, sehingga


memudahkan proses, dapat menghindarkan kemungkinan putusan
saling bertentangan serta bermanfaat ditinjau dari segi acara atau
Procesueel doelmatig (Yurisprudensi MARI, tanggal 6 Mei 1975,
Nomor 880 K/Sip/1973
2. Haruslah dengan mengingat asas “ Cepat dan Murah”
(Yurisprudensi MARI, tanggal 3 Desember 1974, Nomor 1043 K/
Sip/ 1971 jo. Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman, asas “sederhana, cepat dan biaya ringan”
3. Mengenai ketentuan hukum acara yang mengaturnya tidak ada
perbedaan, misalnya tentang perkara HAKI (MEREK, PATEN, HAK
CIPTA, dll.) dengan perkara PMH berdasarkan 1365 BW
(Yurisprudensi MARI, Tanggal 13 Desember 1972, Nomor 677 K/
Sip/1972
PERUBAHAN GUGATAN
1. Perubahan thd gugatan yang belum dikirim kepada Tergugat
2. Perubahan thd gugatan yang telah dikirim kepada Tergugat
 Apabila bersifat prinsip maka gugatan harus dicabut terlebih dahulu
 Apabila tidak prinsip, maka perubahan dapat dilakukan pada sidang
pertama, yaitu tingkat perdamaian (mediasi) atau sebelum pihak
tergugat menyampaikan gugatan untuk itu perlu ada persetujuan dari
TERGUGAT.
 (pasal 271 Rv: Penggugat mempunyai hak penuh untuk mencabut
gugatan, tanpa perlu persetujuan gugatan)
PENTING!

1. Perubahan/ pencabutan gugatan sebelum jawaban, maka penggugat


dapat melakukan dengan cara menyampaikan kepada Hakim, tanpa
perlu persetujuan dari Tergugat (pasal 271 ayat (1) Rv). Akan tetapi poin-
poin yang diubah atau pencabutan itu harus diberitahukan kepada pihak
lawan (Tergugat)
2. Perubahan/Pecabutan Gugatan setelah ada jawaban dari Tergugat, maka
harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak lawan (pasal 271
ayat (2) Rv
3. Yurisprudensi MARI, tanggal 14 Oktober 1970, Nomor 546 K/Sip/ 1970
(Perubahan dan pencabutan gugatan masih bisa dilakukan, meskipun
pada tingkat pemeriksaan, kesimpulan atau tinggal menunggu putusan,
asal mendapat persetujuan dari PIHAK LAWAN
SURAT
BENTUK

KUASA
1.KUASA LISAN
2.KUASA TERTULIS
1.KUASA
LISAN
“ Kuasa lisan jarang dilakukan
dalam praktik karena tidak ada
bukti otentik, tidak ada jaminan
kepastian hukum baik bagi
kuasa maupun bagi penerima
kuasa, dan tidak ada batasan
kewenangan mengenai hal yang
dikuasakan”
2. KUASA TERTULIS

1.Kuasa Umum
2.Kuasa Khusus
Kuasa Khusus
SEMA NO 2 TAHUN 1959 Tertanggal 19 Januaru 1959

Surat kuasa tersebut hanya akan


dipergunakan penggugat dan
tergugat, mengenai soal warisan atau
utang piutang tertentu, yang pada
pokoknya secara singkat harus
disebutkan dan menjadi
persengketaan antara kedua belah
pihak yang berperkara, dengan
lingkup kuasa dalam perkara tertentu
dapat mengajukan banding dan kasasi
Kuasa Khusus
Syarat

Pasal 123 HIR

1. Nama pihak
2. Pokok Sengketa
3. Nama Pengadilan
4. Batasan dalam Bertindak
1. Nama pihak

a. Apakah Pemberi kuasa merupakan


perorangan ?
b. Apakah Pemberi kuasa berbadan hukum
atau tidak berbadan hukum ?
2. Obyek Sengketa
Secara umum persengketaan yang dianggap
merugikan hak perdata dikarenakan dua hal:
1. Wanprestasi/cidera janji
2. (Pmh) perbuatan Melawan Hukum
3. Wilayah Pengadilan
1. Kompetensi Absolut
2. Kompetensi Relatif (pasal 118 HIR)
a. jika tidak diketahui tempat kediaman?
b. Jika Tergugat lebih dari seorang ?
c. Jika tergugat atau sama lain sebagai perutang
utama dan penanggung?
d. Jika tempat kediaman tergugat tidak diketahui?
e. Jika Gugatan terhadap barang gelap ?
4. Hak Banding dan Kasasi

Klausul ini bukanlah suatu


standar yang baku, ada law firm
yang mencantumkan adanya hak
untuk menyatakan banding
maupun kasasi
. Putusan Verstek
Pasal 125 HIR/149 Rbg

Ketidak hadiran pada pihak TERGUGAT


pada hari sidang yang telah ditentukan
menjadi salah satu syarat untuk
dijatuhkan putusan verstek
SYARAT
. Putusan Verstek
1. Tergugat atau para tergugat tidak datang pada hari
sidang yang telah ditentukan
2. Tergugat atau para penggugat tidak mengirimkan
wakil atau kuasanya yang sah untuk menghadap
3. Tergugat atau para penggugat kesemuanya telah
dipanggil secara patut
4. Petitum gugatan tidak melawan hukum
5. Petitum gugatan cukup beralasan
Verstek
1. 3 kali pemaggilan ternyata Tergugat tidak hadir maka
jatuhlah Putusan Verstek.
2. Terhadap kondisi ini, Tuntutan Penggugat tidak serta
merta akan dikabulkan seluruhnya. Perkara tetap
diperiksa.
3. Pasal 18 PP No 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU
No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan “ Perceraian itu
terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di
depan sidang Pengadilan.
4. Pasal 128 ayat (1) HIR yang menyatakan bahwa”
Keputusan Hakim yang menyatakan verstek, tidak boleh
dijalankan sebelum 14 hari sesudah pemberitahuan.
Putusan
Verzet
Syarat
Putusan Verzet
1. Verzet adalah perlawanan tergugat atas putusan secara verstek
2. Sesuai dengan pasal 129 HIR/153Rbg. Tergugat/para Tergugat yang
dihukum dengan verstek berhak mengajukan verzet atau
perlawanan, dalam waktu 14 hari terhitung sejak tanggal
pemberitahuan verstek.
3. Apabila dalam pemeriksaan Verzet Pihak Penggugat asal (Terlawan)
Tidak hadir, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan contradictoire.
Tetapi apabila pelawan yang tidak hadir maka hakim menjatuhkan
putusan verstek untuk keduakalinya. Terhadap Putusan Verstek yang
dijatuhkan untuk keduakalinya, tidak dapat diajukan perlawanan,
tetapi diajukan upaya hukum banding (pasal 129 ayat (5) HIR dan
pasal 153 ayat (5) Rbg.
Putusan Gugur
Syarat
Putusan Gugur Pasal 124 HIR

1. Jika penggugat tidak datang menghadap PN pada


hari yang ditentukan itu, meskipun ia dipanggil
dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang lain
menghadap mewakilinya maka gugatannya
dianggap gugur dan penggugat dihukum biaya
perkara;
2. Penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali
lagi, sesudah membayar lebih dahulu biaya
perkara tadi.
Putusan Gugur
A. Syarat Pengguguran
1. Penggugat telah dipanggil secara patut
2. Penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah
(unreasonable Default)
B. Pengguguran dilakukan secara ex officio
C. Rasio Pengguguran gugatan
1. Sebagai hukuman kepada penggugat
2. Membebaskan Tergugat dari kesewenangan
D Terhadap Putusan Gugur Tidak dapat diajukan
perlawanan Verzet krn (Final & Binding, Banding dan
Kasasi. Penggugat dapat mengajukan Gugatan Baru
PROSES JAWAB MENJAWAB
SISTEM KONTRADIKTOIR
- Memberikan kesempatan kepada pihak tergugat untuk
membantah dalil-dalil gugatan penggugat begitu juga
sebaliknya.

GUGATAN
JAWABAN
VERSTEK VERZET
REPLIK

DUPLIK

PEBUKTIAN
KONKLUSI
SIDANG PERTAMA
Setelah Hakim membuka sidang dengan menyatakan “ sidang
terbuka untuk umum” dengan mengetuk palu, hakim memulai
dengan mengajukan pertanyaan kepada penggugat dan tergugat:
a. Identitas Penggugat/ Tergugat
b. Apakah sudah mengerti maksud didatangkannya para pihak
di muka persidangan
c. Hakim menghimbau agar dilakukan perdamaian.
d. Sebagai bukti identitas para pihak menunjukkan KTP masing-
masing
SIDANG KEDUA (JAWABAN TERGUGAT)

1. Apabila para pihak dapat berdamai maka ada 2 kemungkinan,


yaitu gugatan dicabut atau mereka mengadakan perdamaian
diluar atau dimuka sidang
2. Apabila perdamaian diluar sidang maka hakim tidak ikut campur
3. Apabila perdamaian dilakukan dimuka hakim, maka ciri-cirinya
adalah:
1. Kekuatan perdamaian sama dengan putusan pengadilan
2. Apabila salah satu pihak melakukan ingkar janji, perkara tidak dapat
diajukan kembali
3. Apabila tidak tercapai suatu perdamaian maka sidang dilanjutkan
dengan penyerahan jawaban dari pihak tergugat. Jawaban ini dibuat
rangkap tiga. Lembar pertama untuk penggugat, lembar kedua, untuk
hakim, lembar ketiga untuk arsip tergugat sendiri.
SIDANG KETIGA (REPLIK)
Pada sidang ini penggugat dan kuasa hukumnya
menyerahkan replik, satu untuk hakim, satu
untuk tergugat, satu untuk penggugat itu
sendiri.
Replik adalah tanggapan penggugat terhadap
jawaban tergugat
SIDANG KEEMPAT (DUPLIK)
Dalam sidang ini, tergugat menyerahkan duplik,
yaitu tanggapan tergugat terhadap replik
penggugat, kurang lebih berisi meneguhkan
sikap konsistensi pendirian yang disampaikan
dalam jawaban atas gugatan
SIDANG KELIMA (PEMBUKTIAN PENGGUGAT)

Penggugat mengajukan bukti-bukti yang


memperkuat dalil-dalil penggugat sendiri
dengan melemahkan dalil-dalil tergugat.
SIDANG KEENAM (PEMBUKTIAN TERGUGAT)

Jalan nya sidang sama dengan sidang


pembuktian dari pihak penggugat, dengan
catatan bahwa yang mengajukan bukti-bukti dan
saksi-saksi adalah tergugat, sedang tanya
jawabnya kebalikan dari sidang kelima
SIDANG KETUJUH
Penyerahan kesimpulan, hasil-hasil yang
diperoleh atau ditemukan selama proses
persidangan. Isi pokok kesimpulan sudah barang
tentu dibuat menguntungkan masing-masing
pihak yang berperkara
SIDANG KEDELAPAN
Dinamakan sidang putusan hakim. Hakim membaca
putusan yang seharusnya dihadiri oleh para pihak.
Setelah selesai membaca putusan maka kakim
mengetuk palu tiga kali dan para pihak diberi
kesempatan untuk mengajukan banding apabila
tidak puas dengan putusan hakim.
Pernyataan banding ini harus dilakukan dalam
jangka waktu 14 hari terhitung ketika putusan
dijatuhkan.
KUMULASI GUGATAN
MACAM-MACAM KOMULASI GUGATAN

1. Komulasi Subyektif: penggabungan dari subyek (pasal 127 HIR,151


Rbg, 1283-1284BW dan 18 Wvk
2. Komulasi Obyektif : Penggabungan tuntutan dalam satu perkara
sekaligus. Tetapi Putusan MA No 880 K/Sip/1970 untuk
menghindari putusan yang saling bertentangan Procesual
doelmatig.
Pengecualian:
1. Gugatan tertentu yang diperlukan suatu acara khusus (gugat
cerai) sedangkan lain memerlukan acara biasa (gugatan
memenuhi perjanjian)
2. Hakim tidak berwenang secara relative u memeriksa salah satu
tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu gugatan
dengan tuntutan lain.
3. Tuntutan tentang Bezit tidak boleh bersama-sama dengan
tuntutan tentang eigendom dalam satu gugatan pasal 103 Rv
KETENTUAN PENGGABUNGAN

1. Harus ada hubungan batin satu sama lainnya, sehingga memudahkan


proses, dapat menghindarkan kemungkinan putusan saling bertentangan
serta bermanfaat ditinjau dari segi acara atau Procesueel doelmatig
(Yurisprudensi MARI, tanggal 6 Mei 1975, Nomor 880 K/Sip/1973
2. Haruslah dengan mengingat asas “ Cepat dan Murah” (Yurisprudensi
MARI, tanggal 3 Desember 1974, Nomor 1043 K/ Sip/ 1971 jo. Pasal 4
ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, asas
“sederhana, cepat dan biaya ringan”
3. Mengenai ketentuan hukum acara yang mengaturnya tidak ada
perbedaan, misalnya tentang perkara HAKI (MEREK, PATEN, HAK CIPTA,
dll.) dengan perkara PMH berdasarkan 1365 BW (Yurisprudensi MARI,
Tanggal 13 Desember 1972, Nomor 677 K/ Sip/1972
PERUBAHAN DAN PENCABUTAN
GUGATAN
PERUBAHAN GUGATAN
1. Perubahan thd gugatan yang belum dikirim kepada Tergugat
2. Perubahan thd gugatan yang telah dikirim kepada Tergugat
 Apabila bersifat prinsip maka gugatan harus dicabut terlebih dahulu
 Apabila tidak prinsip, maka perubahan dapat dilakukan pada sidang
pertama, yaitu tingkat perdamaian (mediasi) atau sebelum pihak
tergugat menyampaikan gugatan untuk itu perlu ada persetujuan dari
TERGUGAT.
 (pasal 271 Rv: Penggugat mempunyai hak penuh untuk mencabut
gugatan, tanpa perlu persetujuan )
PENTING!

1. Perubahan/ pencabutan gugatan sebelum jawaban, maka penggugat


dapat melakukan dengan cara menyampaikan kepada Hakim, tanpa
perlu persetujuan dari Tergugat (pasal 271 ayat (1) Rv). Akan tetapi poin-
poin yang diubah atau pencabutan itu harus diberitahukan kepada pihak
lawan (Tergugat)
2. Perubahan/Pecabutan Gugatan setelah ada jawaban dari Tergugat, maka
harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak lawan (pasal 271
ayat (2) Rv
3. Yurisprudensi MARI, tanggal 14 Oktober 1970, Nomor 546 K/Sip/ 1970
(Perubahan dan pencabutan gugatan masih bisa dilakukan, meskipun
pada tingkat pemeriksaan, kesimpulan atau tinggal menunggu putusan,
asal mendapat persetujuan dari PIHAK LAWAN
JAWABAN TERGUGAT
EKSEPSI

• Eksepsi merupakan suatu tangkisan atau bantahan dari pihak


tergugat terhadap gugatan penggugat yang tidak langsung
menyentuh pokok perkara.
• Eksepsi ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-
syarat atau formalitas gugatan; yaitu jika gugatan yang
diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil yang
mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan
tidak dapat diterima (inadmissible).
• Tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar pengadilan
mengakhiri proses pemeriksaan tanpa lebih lanjut memeriksa
materi pokok perkara. Pengakhiran yang diminta melalui
eksepsi bertujuan agar pengadilan menyatakan gugatan tidak
dapat diterima (niet ontvankelijk).

82
JENIS EKSEPSI (1)
• Pasal 125 ayat (2), 132 dan 133 HIR hanya
memperkenalkan eksepsi kompetensi absolut dan
relatif. Namun, Pasal 136 HIR mengindikasikan
adanya beberapa jenis eksepsi.
• Dilihat dari Ilmu Hukum, jenis eksepsi terbagi atas:
1. Eksepsi Prosesuil (Processuele Exceptie)
2. Eksepsi Prosesuil di Luar Eksepsi
Kompetensi
3. Eksepsi Hukum Materiil (Materiele Exceptie)

83
JENIS EKSEPSI (2)
Add. 1. Eksepsi Prosesual (Processuele Exceptie)
• Yaitu jenis eksepsi yang berkenaan dengan syarat formil gugatan.
• Eksepsi Prosesual dibagi dua bagian, yaitu:
1. Eksepsi Yang Menyangkut Kompetensi Absolut
 Eksepsi yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri yang
sedang melakukan pemeriksaan perkara tersebut dinilai
tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut, karena
persoalan yang menjadi dasar gugatan tidak termasuk
wewenang pengadilan negeri tersebut melainkan wewenang
badan peradilan lain, misalnya PTUN atau Pengadilan
Agama.
Eksepsi ini dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan
perkara berlangsung, bahkan hakim pun wajib pula
mengakuinya karena jabatannya (Ps. 134 HIR).
84
2. Eksepsi Yang Menyangkut Kompetensi Relatif
 Eksepsi yang menyatakan bahwa suatu pengadilan
negeri tertentu tidak berwenang untuk mengadili
perkara tersebut, karena tempat kedudukan atau
obyek sengketa tidak berada dalam wilayah hukum
Pengadilan Negeri yang sedang memeriksa atau mengadili
perkara tersebut.
Eksepsi ini tidak diperkenankan diajukan setiap waktu,
melainkan harus diajukan pada permulaan sidang, yaitu
sebelum diajukan jawab menyangkut pokok perkara.
• Putusan dituangkan dalam bentuk:
- Putusan sela (interlocutoir), apabila eksepsi ditolak; atau
- Putusan akhir, apabila eksepsi dikabulkan.

www.themegallery.com Company Logo


JENIS EKSEPSI (3)
Add. 2. Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi
• Eksepsi prosesual di luar eksepsi kompetensi terdiri dari berbagai bentuk atau
jenis. Yang terpenting dan yang paling sering diajukan dalam praktik, antara
lain:
1. Eksepsi Surat Kuasa Khusus Tidak sah
2. Eksepsi Error in Persona
Tergugat dapat mengajukan eksepsi ini, apabila gugatan mengandung
cacat error in persona.
3. Eksepsi Res Judicata atau Ne Bis In Idem
Eksepsi terhadap perkara yang sama yang telah pernah diputus hakim
dan putusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap.
4. Eksepsi Obscuur Libel
Yang dimaksud dengan obscuur libel, surat gugatan penggugat kabur
atau tidak terang (onduidelijk).
86
Jenis Eksepsi (4)
Add. 3. Eksepsi Hukum Materiil (Materiele Exceptie)
• Jenis eksepsi materiil (Materiele Exceptie)
1. Eksepsi dilatoir (dilatoria exceptie)
Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan penggugat belum dapat
dikabulkan, dengan kata lain gugatan penggugat belum dapat diterima untuk
diperiksa sengketanya di pengadilan karena masih prematur (terlampau dini).
2. Eksepsi peremptoir (exceptio peremptoria)
Adalah eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan, misalnya oleh
karena gugatan telah diajukan lampau waktu (Kadaluwarsa) atau bahwa utang yang
menjadi dasar gugatan telah dihapuskan.
• Cara Pengajuannya  diajukan bersama-sama dengan jawaban mengenai pokok
perkara.
• Cara Penyelesaiannya  diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara.
Oleh karena itu, putusannya tidak berbentuk putusan sela, tetapi langsung sebagai
satu kesatuan dengan putusan pokok perkara dalam putusan akhir.

87
GUGATAN REKONVESI
REKONVENSI

• Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai


gugat balasan (gugat balik) terhadap gugatan yang diajukan
penggugat kepadanya [Pasal 132a ayat (1) HIR].
• Pada dasarnya gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-
sama dengan jawaban tergugat (Pasal 132b HIR jo 158 RBg).

• Tujuan rekonvensi antara lain:


1. Menegakkan Asas Peradilan Sedehana
2. Menghemat biaya perkara
3. Mempercepat penyelesaian sengketa
4. mempermudah pemeriksaan
5. menghindari putusan yang saling bertentangan

89
LANJUTAN
• Komposisi para pihak dihubungkan dengan Gugatan Rekonvensi
a. Komposisi Gugatan
Gugatan Penggugat disebut gugatan konvensi (gugatan asal),
sedangkan Gugatan tergugat disebut gugatan rekonvensi
(gugatan balik)
b. Komposisi para Pihak
Penggugat asal sebagai Penggugat Konvensi pada saat yang bersamaan
Berkedudukan menjadi Tergugat Rekonvensi. Sedangkan Tergugat Asal
sebagai Penggugat Rekonvensi pada saat yang bersamaan
berkedudukan sebagai Tergugat Konvensi.
• Baik gugatan konvensi (gugat asal) maupun gugatan rekonvensi (gugat
balasan) pada umumnya diperiksa bersama-sama dan diputus dalam satu
putusan hakim. Pertimbangan hukumnya memuat dua hal, yaitu
pertimbangan hukum dalam konvensi dan pertimbangan hukum dalam
rekonvensi.
Lanjutan
• Pada asasnya tuntutan rekonvensi dapat meliputi segala hal ada
pengecualiannya(ps132a(1) no 1,2,3 HIR,157,158 Rbg.
1. Bila penggugat dalam konvensi bertindak karena suatu kualitas tertentu,
sedang tuntutan rekonvensi akan mengenai diri penggugat pribadi atau
sebaliknya.
Misalnya bertindak sebagai pihak formil(wali), maka tuntutan
rekonvensi tidak boleh ditujukan kepada penggugat secara pribadi. Bila
penggugat bertindak sebagai pemberes (vereffenaar) suatu perseroan,
maka tuntutan rekonvensi tidak boleh mengenai penggugat secara
pribadi
2. Bila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugat konvensi tidak wenang
memeriksa gugat rekonvensi
3. Dalam perkara yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan
MASUKNYA PIHAK KETIGA
INTERVENSI
DASAR HUKUM Pasal 279-282 BRv
“Masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara perdata yang
sedang berlangsung bila dia juga mempunyai kepentingan
(interest)”
Bentuknya :
1. Voeging (menyertai) dengan cara menggabungkan diri kepada salah satu
pihak.
2. Tussenkomst (menengahi) berdiri sendiri (tidak memihak salah satu pihak.
3. Vrijwaring (penanggungan) :
 Mirip tapi tidak sama dengan intervensi karena insiatifnya tidak
dari pihak ketiga yang bersangkutan.
 Ikutsertanya karena diminta sebagai penjamin/pembebas oleh
salah satu pihak yang berperkara.
4. Exceptio Plurium Litis Consortium:
 Masuknya pihak ketiga karena ditarik oleh salah satu pihak yang
berperkara.
 Dilakukan karena pihak tersebut tidak lengkap.
 Contoh dalam perkara warisan.

You might also like